PEMBANGUNAN (BAGIAN XI) (Dikutip dari buku ‘Pak Harto, Pandangan dan Harapannya’)

PEMBANGUNAN (BAGIAN XI) (Dikutip dari buku ‘Pak Harto, Pandangan dan Harapannya’)

 

 

Jakarta, Pelita

Pengamalan Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, antara lain mencakup makin menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi Pancasila yang makin mampu memelihara stabilitas nasional yang dinamis, mengembangkan kesadaran dan tanggungjawab politik warga negara serta bergairahnya rakyat dalam proses politik.

Pengamalan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, antara lain mencakup upaya untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang dikaitkan dengan pemerataan pembangunan, dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Pedoman kedua yang saya gunakan dalam menyusun bahan-bahan mengenai GBHN 1988 adalah, bahwa GBHN 1988 harus merupakan kelanjutan, peningkatan, perluasan dan pembaharuan dari segala hasil pembangunan yang telah kita capai hingga sekarang. Dengan itu kita terus memelihara kesinambungan pembangunan masa datang dengan kesetiaan kita kepada cita-cita kemerdekaan, sambil terus menyegarkan pembangunan dalam menjawab tantangan-tantangan zaman modern.

Kita menyadari bahwa pembangunan adalah proses perubahan menuju kemajuan. Karena itu kita harus terus menerus mengadakan penyegaran dan pembaharuan. Malahan, jika dianggap perlu, kita haru s berani mengadakan koreksi, sebab pembangunan bangsa yang sangat luas dimensinya itu pasti tidak akan luput dari munculnya akibat samping yang negatif, yang bukan merupakan tujuan utama pembangunan kita.

Koreksi-koreksi itu terasa bertambah perlu karena perkembangan politik, keamanan dan perekonomian dunia yang serba tidak menentu mengharu skan kita segera mengadakan penyesuaian sikap dan langkah y ang setepat-tepatnya dan sebaik-baiknya bagi kelanjutan pembangunan kita.

Pedoman ketiga adalah bahwa kurun waktu Repelita V nanti merupakan kurun waktu penutup dari Pembangunan Jangka panjang 25 tahun yang pertama, yang telah menjadi kesepakatan nasional selama ini.Dalam perspektif pembangunan bangsa kita dalam jangka panjang, dewasa ini tidak ada perkembangan strategi baru yang mengharuskan kita merubah kesepakatan nasional itu. Dengan kata lain, saya mempertimbangkan kepada Majelis agar Bab I. Bab II dan Bab Ill GBHN 1983,yang antara lain memuat Pola Dasar Pembangunan Nasional dan pola umum Pembangunan Jangka panjang, tetap menjadi bagian dari GBHN 1988.

Sesuai dengan kesepakatan nasional kita selama ini, dengan selesainya Repelita V yang akan menjadi pelaksanaan dari GBHN 1988 nanti, diharapkan bangsa Indonesia akan dapat mencapai sasaran pembangunan yang merupakan landasan yang mantap bagi terciptanya masyarakat adil dan makmur yang kita cita-citakan. Landasan yang kokoh kuat itu merupakan pemantapan tercapainya kerangka-kerangka landasan yang kita wujudkan dalam Repelita IV yang sekarang sedang kita laksanakan ini.

Dalam pada itu kita menyadari bahwa peijalanan suatu bangsa untuk mencapai cita-cita nasionalnya merupakan proses sejarah yang sangat panjang. Pengalaman menunjukkan kepada kita semua, betapa bangsa-bangsa yang dewasa ini mencapai tingkat kemajuan dan kemakmuran yang sangat tinggi telah mencapai tingkat kemajuan dan kemakmuranya itu setelah mereka bekerja keras tanpa henti-hentinya selama puluhan, malahan ada yang sampai ratusan tahun.

Sejak semula kita menyadari bahwa proses sejarah yang panjang itulah yang akan kita tempuh untuk mewujudkan masyarakat yang kita cita-citakan. Agar kita tetap memiliki perspektif sejarah, agar kita tidak kehilangan arah, agar kita tahu apa yang mungkin kita capai dalam suatu tahap pembangunan dan apa yang belurn mungkin kita capai dalam suatu tahap pembangunan ,maka kita perlu membuat pembabakan jangka panjang dari pembangunan kita.

Ini berarti, setelah kita nanti merampungkan pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama, maka kita harus melanjutkannya dengan Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua. Jika pada akhir Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertarna kita bertekad untuk meletakkan landasan yang kokoh kuat bagi masyarakat yang kita cita­citakan, maka dalam Pembangunan Jangka Panjang kedua kita masuki proses tinggal landas, ialah dengan landasan yang kokoh yang telah kita capai dalam Pembangunan Jangka Panjang pertama tadi terus memacu pembangunan dengan kemampuan dan kekuatan kita sendiri yang ialah makin besar menuju masyarakat yang kita cita-citakan itu.

Dalam Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua kita tingkatkan lagi pelaksanaan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, yang hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan Pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Karena itu sasaran utarna Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua adalah terciptanya kualitas man usia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam suasana kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila

SAYA MENYADARI sepenuhnya, bahwa segala sesuatu mengenai Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua umurnnya dan Repelita VI khususnya adalah wewenang Sidang Umum MPR tahun 1992 yang akan datang.

Namun, sekali lagi, dalam rangka meletakkan Repelita V dalam perspektif sejarah jangka panjang bangsa kita maka kita perlu mempunyai gambaran sekilas mengenai wajah masyarakat masa depan. Dengan jalan ini maka kita memberi makna yang luas terhadap perintah Undang-Undang Dasar agar MPR senantiasa memperhatikan dinamika dalam masyarakat kita. Dalam hal ini dinarnika itu kita lihat dalam jangkauan sejarah jauh ke depan, yang lebih jauh dari sekedar lima tahun mendatang.

Semuanya itu mengharuskan kita memandang Repelita V sekaligu s sebagai ancang-ancang dan pembuka jalan bagi kelancaran Repelita VI, yang akan merupakan awal dari Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua.

Selanjutnya, pedoman keempat adalah sikap reali stik yang dipadukan dengan idealisme . Sikap realistik yang dipadukan dengan idealisme inilah yang merupakan salah satu kunci keberhasilan kita dalam mencapai kemajuan pembangunan di berbagai bidang sejak Repelita I hingga sekarang.

Itulah sebabnya saya pernah mengatakan bahwa dalam melaksanakan pembangunan yang tidak pernah sepi dari ujian dan tantangan, kita selalu mengembangkan sikap realistik dan berpengharapan. Kenyataan yang ada kita lihat seperti apa adanya, betapapun pahitnya kenyataan itu, betapapun beratnya keadaan itu. Namun kenyataan yang pahit dan berat tidak pernah mematahkan semangat dan harapan kita mengenai masa depan.

Kita telah dan akan tetap bekerja keras membanting tulang bersimbah peluh untuk mengatasi semua rintangan, harnbatan dan tantangan agar kita tetap dapat melangkah maju. Karena itu semuanya tadi kita rasakan sebagai tantangan yang menggairahkan. Kita tidak akan menggantungkan harapan kita secara berlebihan, seolah-olah kita hidup dalarn mimpi-mimpi yang indah. Harapan yang berlebihan, yang tidak didasarkan atas kemampuan yang dapat kita kembangkan , yang tidak dapat kita wujudkan hanya akan mendatangkan kekecewaan dan sikap putus asa.

Ini berarti bahwa dalam merancang GBHN 1988 kita harus memperhatikan dengan penuh kejujuran keadaan kita dewasa ini, serta kemampuan yang dapat kita kembangkan dan keterbatasan-keterbatasan kita dalam kurun waktu lima tahun mendatang .

Pedoman yang kelima adalah segala faktor dan perkembangan regional dan intemasional yang akan datang, yang mau tidak mau akan mempengaruhi keadaan bangsa dan negara kita. Keadaan dan arah perkembangan regional dan internasional bidang ekonomi dan keamanan, yang selama sepuluh tahun terakhir ini dapat berubah tak terduga-duga kita amati dengan saksama dan kita nilai dengan penuh kewaspadaan. Kita mengambil sikap dan langkah, agar di satu pihak, akibat negatif yang ditimbulkan oleh perkembangan itu dapat diusahakan sekecil mungkin dan di lain pihak, agar dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya.

Dalam pada itu, penjelasan Undang-Undang Dasar dengan bijaksana mengingatkan agar MPR sekali dalam lima tahun tidak hanya harus memperhatikan dinamika masyarakat dan aliran-aliran yang ada dalam masyarakat,MPR juga harus memperhatikan segala yang terjadi. (Bersambung)

 

Sumber: PELITA( ll/04/ 1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 137 – 140

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.