PEMBANGUNAN PASTI PUNYA DAMPAK NEGATIF

PEMBANGUNAN PASTI PUNYA DAMPAK NEGATIF

 

 

Presiden Soeharto mengatakan di desa Batugong, Kotamadya Ambon, Rabu, diatur bagaimana pun, pembangunan pasti punya akibat negatif. emerintah menyadari hal itu, tapi karena hanya dengan membangun

kesejahteraan rakyat dapat tercapai, pembangunan di segala sektor terus digalakkan, dengan catatan, pemerintah tetap berusaha mengatasi dampak negatif tersebut, minimal diperkecil kalau tidak bisa dihilangkan sama sekali.

Saat menjawab pertanyaan pemerintah desa (lurah) Passo Ny. S. Maitimu dalam acara temu wicara dengan kelompok tani, nelayan, koperasi, transmigrasi, peserta KB dan karyawan industri di Batugong/Passo, sekitar 13 km sebelah timur Kotamadya Ambon, Presiden lebih jauh mengatakan, semua proyek industri atau pabrik yang dibangun di wilayah Republik Indonesia adalah milik nasional.

Milik nasional itu perlu diamankan, karena hila proyek atau industri tersebut rusak sebelum waktunya, kerugian akan diderita oleh semua pihak, baik pemerintah, pemilik maupun rakyat banyak yang kehilangan lapangan kerja.

Kepada seluruh karyawan pabrik dan industri di Indonesia, Presiden mengharapkan menghayati dua soal.

Pertama, merasa pabrik/industri tempat ia bekerja adalah milik sendiri, dan kedua, mengamankan pabrik tersebut.

Menurut Presiden, pembangunan proyek industri bertujuan sebagai sarana penciptaan lapangan kerja, mengingat dewasa ini pertambahan tenaga kerja di Indonesia tiap tahun 1,8 juta, hingga dalam pelaksanaan Pelita IV dibutuhkan 9.000.000 lowongan kerja.

KB Mutlak Dilaksanakan

Presiden Soeharto lebih jauh mengatakan, pembangunan bidang pertanian di Indonesia cukup berhasil, karena produksi beras hingga akhir tahun 1984 berjumlah 25.500.000 ton.

Produksi itu cukup tinggi, tapi tidak akan berarti bila pertambahan penduduk tidak dikendalikan. Tanpa pengendalian pertambahan penduduk melalui KB produksi pertanian dan hasil pembangunan lain tidak mencukupi kebutuhan.

Oleh sebab itu, KB mutlak dilaksanakan di seluruh Indonesia atas pengertian suami dan isteri demi masa depan generasi penerus.

Dikatakannya, akibat perkawinan muda dan beberapa faktor lain, jumlah angka kematian bayi masih tinggi, yaitu secara nasional 90 bayi dalam seribu kelahiran. Angka itu, sesuai dengan rencana pemerintah dalam Pelita IV, harus ditekan menjadi 70 bayi dalam seribu kelahiran.

Presiden secara terus terang mengatakan bahwa akhir-akhir ini ia banyak menerima keluhan dari para petani, karena harga cengkeh rendah.

Pemerintah terus berusaha meningkatkan pendapatan petani. Di lain pihak, pemerintah mengharapkan petani cengkeh, pala, kopra dan coklat merencanakan penjualan hasil produksi secara baik, dengan jalan menjadi anggota KUD.

Hanya dengan KUD, kepentingan petani terjamin dan jauh dari jangkauan tengkulak.

 

 

Ambon, Antara

Sumber : ANTARA (16/01/1985)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 337-338.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.