PEMBANGUNAN TAK LUPUT DARI KEKURANGAN
Jakarta, Suara Pembaruan
Presiden Soeharto menegaskan, pembangunan adalah hasil kerja manusia, yang pasti tidak pernah luput dari kekurangan. Pembangunan yang kita laksanakan bersama selama ini telah berhasil mencapai kemajuan yang besar, namun tidak berarti kita menutup mata terhadap kekurangan yang masih harus kita atasi dan penyimpangan yang harus kita luruskan.
Kepala Negara mengatakan hal itu ketika meresmikan empat bendung irigasi dan sebuah mesjid di Kota Bengkulu dan berbagai proyek yang dipusatkan di Bendung Irigasi Muko-Muko, Desa Lalang Luas, Kabupaten Bengkulu Utara Sabtu pagi.
Namun, ujar Kepala Negara, dalam garis besarnya kita telah mencapai tingkat kemajuan dan kemantapan hingga akan sanggup memasuki tahap baru yang sangat penting pada tahap tinggal landas mulai Repelita VI.
Presiden menguraikan juga kemajuan yang telah diraih dalam bidang ekonomi dengan struktur yang seimbang sehingga memiliki daya tahan yang makin kuat. Dengan hantaman krisis ekonomi dunia, kita dapat menyesuaikan diri dengan mengambil langkah-langkah yang tepat sehingga ekonomi kita bertambah kuat dan bertambah maju yang menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam meneruskan pembangunan nasional.
Dalam bidang politik, kita berhasil membangun berbagai kesepakatan dalam perbagai masalah dasar. Semuanya itu akan memperlancar pengembangan kehidupan politik nasional yang berasaskan Pancasila dan UUD 45 yang akan terus ditingkatkan mutunya.
Kemajemukan Bidang sosial budaya telah kita bangun dengan meningkatkan mutu pendidikan, tingkat kesehatan, kedalaman rasa keagamaan.“Keaneka-ragaman dan kemajemukan bangsa kita telah kita kembangkan secara serasi sehingga menjadi kekuatan persatuan dan tidak lagi menjadi kerawanan”, ujar Kepala Negara dengan menambahkan, dalam bidang pertahanan, kita merasakan suasana yang tenteram sehingga mendukung gairah pembangunan.
Namun Presiden Soeharto mengakui, masih banyak kekurangan yang harus kita benahi, tetapi jelas dewasa ini bangsa kita telah memiliki kemampuan yang memadai untuk menjawab tantangan yang semakin berat di masa-masa yang akan datang.
Bengkulu menurut Kepala Negara, telah melaksanakan pembangunan itu secara bersama-sama sehingga dari tahun ke tahun nampak hasilnya. Dengan peresmian keempat bendungan tersebut, menurut Kepala Negara, akan memperkuat ketahanan dalam swasembada pangan terutama beras.
Kepala Negara juga memberi nama bagi Mesjid Akbar, terbesar di kota Bengkulu yang baru diresmikan itu, dengan nama Mesjid At Taqwa.
Pelajaran Baik
Presiden Soeharto mengatakan, tidak perlu ada kekhawatiran bahwa transmigran akan mendesak penduduk asli, malah sebaliknya memberikan pelajaran baik di bidang pertanian, maupun meningkatkan taraf hidup masing-masing.
Kepala Negara mengatakan itu setelah mendengar penjelasan Nawawi, petani transmigran lokal pada temu wicara, Sabtu siang, di depan para petani transmigran di Proyek Irigasi Muko-Muko di Bengkulu Utara sesaat setelah meresmikan empat bendung irigasi dan sebuah mesjid.
Nawawi adalah seorang dari 100 KK tranlok yang tinggal di proyek transmigrasi Air Marjuto, Muko-muko Utara bersama 700 KK asal Kedungombo.
Tidak perlu ada kekhawatiran akan terdesak karena tanahnya masih luas, kita harus melihat Wawasan Nusantara secara keseluruhan, tidak hanya melihat daerah demi daerah.
Asal Kedungombo
Penghuni lokasi tansrnigrasi di Bengkulu tersebut sebagian Besar adalah asal Kedungombo, Boyolali, Jawa Tengah yang telah digenangi air. Dalam dialog dengan Presiden Soeharto, seorang transmigran mengatakan mendapat perumahan, pekarangan seperempat hektar, pertanian satu tiga perempat hektar. Ia adalah Sarjana jurusan Sosial Politik sedangkan istrinya lulusan Program Diploma Undip.
Kepala Negara memuji suami-istri itu serta rekan-rekannya yang memelopori bertransmigrasi, karena penduduk Kedungombo sebagian besar tampaknya ragu-ragu untuk pindah hanya bergeser ke tempat yang lebih tinggi. Walaupun sebenarnya hidupnya tidak akan lebih baik karena di samping tanah tidak subur juga tidak seluas di lokasi transmigrasi, ujar Kepala Negara.
Presiden juga menganjurkan agar para transmigran benar-benar mengolah tanah yang tersedia, karena irigasinya telah ada, tinggal mencetak: sawahnya. Walaupun tanah kering, hasilnya akan lebih banyak dibandingkan dengan di Kedungombo. Diingatkan juga, agar segala sesuatu yang dihadapi dimusyawarahkan, agar mereka menjadi anggota KUD dan mengikuti program KB.
Kabut Tebal
Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta sejumlah Menteri Kabinet Pembangunan V dari Jakarta menuju Bandara Padang Kemiling, Bengkulu dengan pesawat Hercules C-130 TNI-AU terpaksa mengalihkan pendaratan ke Palembang karena kabut tebal sehingga pilot tidak dapat melihat landasan pacu, walaupun sudah beberapa kali mencoba.
Pesawat yang dikemudikan Dan Lanuma Halim Perdanakusuma Marsekal Pertama Tjokong Tarigan itu terpaksa menunggu selama dua jam di VIP Room Bandara Sultan Badaruddin ll, Palembang. Setelah cuaca memungkinkan, rombongan Kepala Negara kemudian bertolak menuju Bengkulu, dan dari sana dengan pesawat Helikopter menuju Muko-Muko, Bengkulu Utara.
Pada kesempatan itu Kepala Negara juga menyerahkan sejumlah sertifikat tanah kepada para pengusaha BUMN, swasta dan para transmigran secara simbolis.
Sumber : SUARA PEMBARUAN(02/07/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 253-255.