PEMBUKAAN RAPAT KERJA PARA GUBERNUR

PEMBUKAAN RAPAT KERJA PARA GUBERNUR:

Presiden Ketengahkan Lima Petunjuk [1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto menginstruksikan para gubernur/KDH se-Indonesia untuk melaksanakan lima petunjuk yang diketengahkan ketika membuka Raker Gubernur di Istana Negara Rabu kemarin kelima petunjuk itu sbb:

Pertama bina persatuan yang kokoh diantara semua lapisan masyarakat. Persatuan ini mutlak diperlukan untuk memperkuat stabilitas nasional yang dinamis: syarat utama bagi berhasilnya pembangunan untuk itu kerjasama erat antara gubernur dengan DPRD dan dengan parpol2 serta Golkar harus benar2 berjalan lancar.

Untuk ketertiban jalannya kerjasama itu harus dipatuhi dan dihormati aturan permainan antara semua pihak artinya dalam membina kerjasama itu tidak boleh tergelincir kearah kesimpang-siuran tugas pokok dan wewenang masing2.

Kedua: tingkatkan kewaspadaan terutama terhadap usaha2 merusak persatuan stabilitas dan usaha2 menghambat pembangunan serta kegiatan2 merongrong Pancasila dan UUD 1945. mereka yang hendak merusak semuanya itu harus ditindak tegas. Dengan kewaspadaan itu, dapat dihindarkan pula siasat adu domba dan merembesnya desas-desus oleh mereka yang tidak bertanggungjawab dan menghendaki tidak berhasilnya pembangunan.

Ketiga: teruskan dan tingkatkan pelaksanaan pembangunan didaerah masing2. Usahakan kelancaran pelaksanaan proyek2 pembangunan nasional yang ada didaerah maupun proyek2 pembangunan daerah yang telah disusun untuk mengisi dengan proyek2 nasional tsb. Paham isi dan semangat segala kebijaksanaan yang telah digariskan pemerintah pusat supaya pelaksanaan tidak salah-arah cegah segala bentuk pemborosan pemakaian uang negara gunakan setiap rupiah secara effisien.

Keempat: perluas keterlibatan dan penyertaan seluruh masyarakat untuk berhasilnya pembangunan. Untuk itu lanjutkan dan perluas komunikasi dua arah dengarkan suara hati dan keinginan rakyat yang murni. Berilah penerangan seluas2nya dengan bahasa yang dimengerti rakyat, mengenai masalah2 nasional dan daerah yang harus dipecahkan bersama.

Melalui komunikasi yang jujur dan terbuka itu akan terbinalah tanggungjawab bersama, sehingga segala suka duka pembangunan akan dapat “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”.

Kelima: bina kerjasama antara semua aparatur pemerintahan yang ada didaerah. Baik itu aparatur Pemerintah Pusat yang ada didaerah maupun aparatur pemerintah daerah sendiri, baik antara ABRI kerjasama itu tidaklah boleh berarti kaburnya tugas dan tanggungjawab masing2 dalam bidangnya yang utuh. “Hanya aparatur yang utuh dan mampu membina masyarakat yang mampu membangun”, demikian Presiden dalam pengarahan dan petunjuk2 yang ia bicarakan selama satu jam penuh.

Raker para Gubernur/KDH yang akan berlangsung empat hari ini, terutama akan memusatkan perhatian terhadap pelaksanaan Repelita II, khususnya pelaksanaan tahun pertama selama raker, mereka akan memperoleh petunjuk2 teknis dari beberapa menteri, diantaranya Menteri keuangan, PUTK, pertanian, nakertranskop, Dalam Negeri, Ketua Bappenas, dan Kepala Staf Kopkamtib, Pembukaan raker kemarin itu dihadiri pula oleh Wakil Presiden, para Menteri dan ketua2 Lembaga Negara Tertinggi, Dalam pengarahannya itu Presiden menguraikan kelima ciri Repelita I membuat lebih seimbang antara penggarapan masalah2 ekonomi dan social lebih mengeseimbangkan unsur kemajuan dan keadilan lebih memperhatikan pengelolaan sumber2 alam dan pengamanan lingkungan hidup serta pengembangan kemampuan aparatur.

Yang tak Salah tak Perlu Was2

Dalam pengarahan itu, Presiden tegas2 mengingatkan hakekat orde baru yang mengandung tekad melaksanakan kehidupan konstitusionil yang kuat menumbuhkan kehidupan demokrasi yang sehat dan memperkuat tegaknya hukum.

Sehingga dengan dalih dan tujuan apapun cara2 yang bertentangan dengan sendi2 UUD 45 seperti cara kekerasan ekstrim radikal apalagi cara “revolusi2an” harus ditolak, cara2 semacam itu tidak beda dengan yang dilakukan PKI dahulu yang ingin meneapai tujuan dengan cara2 adu kekuatan. Jenderal Soeharto mengemukakan hendaknya kita selalu berpikir rasional dan tidak emosional, “Contoh sangat pahit dari rangsangan emosionil yang dimanfaatkan unsur2 destruktif adalah Peristiwa 15 Januari yang melanda Ibukota, dalam ruang lingkup nasional peristiwa itu merupakan tambahan lembaran hitam dalam pertumbuhan bangsa kita. Dan iapun menunjukkan bahwa dibelakang peristiwa itu ternyata terdapat unsur2 dalam masyarakat yang dalam mengusahakan terlaksananya keinginan mereka tidak mau menyalurkan lewat lembaga2 demokrasi yang ada, tapi dengan cara2 destruktif menyalahgunakan hak2 demokrasi yang jelas tidak sesuai dengan usaha Orde baru”.

Tindakan2 yang tak bertanggungjawab itu dibumbui oleh desas-desus adu domba antara pejabat, merangsang ketidakpuasan dan keresahan dalam masyarakat, merupakan api penyubur kekacauan dan kerusuhan yang lekas merugikan masyarakat banyak.

“Peristiwa 15 Januari telah membuat kita tersentuh mundur selangkah ke belakang. Tapi kita jangan gentar!. Kita malahan harus bertekad untuk memperbaiki kembali keadaan dengan melangkah ke depan lebih cepat dan tepat,” demikian Presiden.

Ia menegaskan telah menginstruksikan alat2 keamanan dan penegak hukum untuk mengusut dan menindak tegas sumber penyulut kerusuhan. Tindakan ini semata2 demi keselamatan rakyat keutuhan Negara dan kelanjutan pembangunan. “Karena itu, disamping tindakan tegas, saya juga menjamin bahwa kepada mereka yang tidak bersalah, tidak perlu takut atau was2”, demikian jaminan kepada Kepala Negara.

Pola Hidup Sederhana Bukan “Gaya Melarat”

Menyinggung usaha untuk lebih mengeseimbangkan unsur kemajuan dan keadilan dalam Repelita II, Soeharto mengemukakan sejalan dengan naiknya kegiatan ekonomi dan pembangunan dalam Repelita I memang muncul berbagai industri dan dunia usaha swasta yang membawa serta lahirnya orang2 yang menonjol dalam memperoleh kemajuan materiil. Ini adalah tahap yang mau atau tidak mau harus dilalui.

Menurut Presiden, mereka ini telah diberi kesempatan karena mampu punya modal dan ketrampilan. Dan mereka telah bekerja dengan baik dan memperoleh hasil yang juga bermanfaat bagi pembangunan nasional. Karena hasil2nya itulah mereka menjadi menonjol. Tapi ini tidak berarti kita membiarkan peningkatan ekonomi Indonesia menyimpang ke arah kapitalisme”.

Presiden menekankan strategi pembangunan bukanlah memusuhi “pengusaha yang kuat”, melainkan mengikutsertakan mereka guna kemanfaatan bagi jutaan rakyat yang lemah. Dengan sendirinya, merupakan kewajiban pemerintah untuk mengambil langkah2 agar yang kuat tidak menindas yang lemah, baik dilapangan ekonomi, sosial, politik.

Jenderal Soeharto menambahkan, jika kita mulai mengambil langkah2 untuk melaksanakan pola hidup sederhana, maka inipun bukan “canang permusuhan”. (DTS)

SUMBER: KOMPAS (07/02/1974)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 409-412.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.