PENDEKATAN HUBUNGAN RI-PORTUGAL BERKEMBANG POSITIF

PENDEKATAN HUBUNGAN RI-PORTUGAL BERKEMBANG POSITIF[1]

Oleh Askan Krisna

Jakarta, Antara

Hubungan RI-Portugal akhir-akhir ini menunjukkan adanya pendekatan terutama dengan datangnya tiga pengusaha Portugal anggota Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Portugal (PIFA) ke Indonesia.

Kunjungan tersebut dinilai positif oleh banyak pihak,  termasuk para anggota DPR, dan diharapkan mampu mencairkan kendala yang ada selama ini, mencakup sikap Pemerintah Portugal terhadap Timor Timur.

Rintisan ketiga pengusaha tersebut, sebagaimana mereka kemukan, bahkan akan ditindak lanjuti dengan rencana kunjungan Ketua DPR/Senat Portugal Jenderal Galvao Melo ke Indonesia.

“Mereka akan kami ajak ke Indonesia agar lebih merasa yakin bahwa RI adalah negara bersahabat, jauh dari kesan buruk yang selalu digambarkan banyak pihak. Untuk itu kita harus segera menjalin hubungan baik yang selama ini terputus,” kata Manuel Joaquim Rodriguez Macedo dan Gaspar Silvo Lopez Santa Rosa.

Seorang anggota PIFA lainnya yang berkunjung ke Indonesia adalah Jose Martin. Mereka mengatakan, kunjungan Ketua DPR/Senat Portugal yang direncanakan tersebut adalah kunjungan serius yang dilakukan dalam rangka menjalin hubungan kedua negara yang lebih baik.

Dubes Keliling RI Lopez da Cruz berpendapat, kunjungan ketiga pengusaha dan anggota PIFA itu bermanfaat bagi Indonesia, khususnya untuk mengurangi tekanan boikot Portugal atas barang-barang produksi negara ini. Manuel Macedo mengatakan, Portugal sebenamya memerlukan banyak produksi Indonesia seperti minyak bumi, gas cair, dan produksi pertanian khususnya pangan termasuk beras. Tetapi semua itu sulit dilaksanakan secara langsung karena terbentur belum adanya hubungan antara kedua negara.

Selama ini, perusahaan milik negara di Portugal mengimpor barang produksi Indonesia melalui negara ketiga. “Karena itu, kunjungan ini merupakan upaya terbaik dalam rangka kerja sama kedua negara melalui PIFA,” kata Jose Martin seraya menegaskan, kunjungan mereka semata-mata bertujuan menghidupkan kembali hubungan kedua bangsa. Selama kunjungan 12 hari di Indonesia, mereka itu mengadakan pertemuan dengan sejumlah pejabat, dan mengunjungi Timor Timur.

Persepsi Salah, Kesadaran

Manuel Macedo berpendapat, integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia merupakan langkah terbaik, dan hanya sebagian kecil masyarakat Portugal yang mempermasalahkannya. Tetapi, Pemerintah Portugal hingga kini belum mengakui integrasi tersebut.

Dia juga mengatakan, sebagian besar masyarakat Portugal menilai kemajuan yang dicapai Provinsi Timtim dewasa ini tidak akan terwujud bila di bawah Portugal, karena negara itu sedang mengalami krisis ekonomi.

Namun demikian dia menyatakan yakin, setelah pemilihan umum di Portugal mendatang, akan ada perubahan sikap di kalangan pemerintah terhadap propinsi ke- 27 Indonesia itu.

Para anggota PIFA mengatakan, masyarakat Portugal umumnya  mendapat informasi yang keliru dari sebagian besar media massa negara itu, sehingga mereka memiliki persepsi yang salah mengenai Timor Timur. Dalam konferensi pers kedatangan di Jakarta mereka menuding, sebagian besar media massa Portugal menghasut masyarakat setempat untuk selalu mengecam bangsa Indonesia sehubungan dengan masalah Timtim.

Tetapi saat ini, menurut mereka, pada kalangan muda Portugal mulai tumbuh kesadaran terhadap situasi yang sebenarnya, termasuk latar belakang sejarah hadirnya negara mereka di Timor Timur.

Sernentara itu anggota rombongan Liurai Timor Timur, Tito Baptista, mengatakan, sikap politik 45 “raja kecil” itu di hadapan Presiden Soeharto belum lama merupakan penegasan sikap kembali, seperti yang mereka tegaskan 17 tahun lalu saat Tim tim menyatakan integrasi dengan RI.

“Sikap politik para Liurai Tirntirn di depan Presiden Soeharto mernbuktikan kepada masyarakat dunia, bahwa pernyataan integrasi 17 tahun lalu bukanlah suatu rekayasa, melainkan sikap tulus keinginan masyarakat Timor Timur,” tegasnya.

Kedatangan ketiga anggota PIFA dengan niat baik untuk merintis terjadinnya hubungan kembali RI-Portugal, dan pemberian grasi oleh Presiden Soeharto kepada gembong gerakan pengacau keamanan Fretilin, Xanana Gusrnao, menurut kalangan DPR merupakan perkembangan positif dalarn rangka penyelesaian masalah Timtim.

Anggota komisi I DPR yang membidangi masalah luar negeri, penerangan dan Hankam, Sabam Sirait, mengatakan, pemberian grasi oleh Presiden kepada Xanana berupa keringanan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi penjara selama 20 tahun, sama sekali bukan karena tekanan dari luar, tapi karena ketulusan pribadi Xanana.

“Saya tidak melihat adanya unsur tekanan dari pihak luar sehubungan dengan pernberian grasi itu. Pemberian grasi itu lebih disebabkan unsur ketulusan pribadi Xanana dalam mengakui kesalahannya,”katanya.

Grasi yang diberikan Presiden kepada Xananajuga rnenunjukkan niat baik pemerintah dalarn menyelesaikan masalah Timor Timur. Mengenai perkembangan ini Menlu Ali Alatas berpendapat, RI selalu siap membuka kembali hubungan diplomatiknya dengan Portugal bila negara itu menunjukkan inisiatifnya untuk itu.

“Kita selalu bersedia, itu terserah Portugal. Mereka yang mernutuskan, maka mereka yang harus membuka kembali. Kita tidak akan mengambil inisiatif, kita tidak ada problem, tapi kami terbuka,” katanya.

Menlu Alatas mengakui, akhir-akhir ini telah terjadi perkembangan positif seperti dibentuknya PIFA yang dinilai sebagai spontanitas masyarakat Portugal.

“Tapi kita masih akan menyelidiki dulu kemungkinan kerja sama itu, sebab pada kenyataannya kita masih punya kendala dengan tidak adanya hubungan diplomatik dengan Portugal, yang memutuskan sendiri hubungan itu,” demikian Menlu Alatas. (U.JKT-00 1/SP04/25/08/93 17:49)

Sumber: ANTARA (25/08/1993)

______________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 229-232.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.