PENELITIAN RINCI LOKASI PLTN SEGERA DILANJUTKAN KEMBALI
Jakarta, Antara
Indonesia akan melanjutkan kembali penelitian secara rinci atas kondisi geologis lahan yang dicadangkan untuk lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di kawasan
Gunung Muria, Jawa Tengah, sebagai persiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia. Dirjen Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Djali Ahimsa , atas pertanyaan wartawan selesai melapor kepada Presiden Soeharto di kediaman Jl. Cendana, Jakarta, Selasa mengatakan bahwa Kepala Negara membenarkan dilakukannya penelitian rinci tersebut, yang akan dilaksanakan secepat mungkin.
“Saya akan mulai menggerakkan kembali usaha penelaahan itu,” kata Dirjen seraya menjelaskan bahwa pelaksanaan penelitian rinci tersebut kemungkinan akan menggunakan bantuan konsultan dari luar negeri karena kemampuan Indonesia sendiri masih belum cukup. “Banyak konsultan dari luar negeri yang bisa melakukannya . Kita belum tahu akan mengambil yang mana, tetapi kemungkinan akan ditenderkan,” tambahnya.
Djali Ahirnsa menjelaskan bahwa penelitian lahan atau tapak bagi PLTN itu bisa memakan waktu tiga sampai lima tahun. Data hasil penelaahan itu sangat diperlukan untuk membuat disain PLTN tersebut.
“Jadi, disain itu tergantung pada data hasil penelaahan tapak,” katanya. Presiden mengatakan kepada Dirjen Batan bahwa PLTN diperlukan oleh Indonesia sebagai sumber pembangkit tenaga listrik altematif yang bisa diandalkan pada masa-masa mendatang.
Kendati demikian, ia juga menekankan perlunya aspek pengamanan pembangunan PLTN tersebut. “Tidak ada sesuatu yang tanpa resiko. Kita mau membangun industri juga ada resikonya, namun kita harus dapat memperkecil resiko itu,” katanya seperti dikutip Djali Ahimsa.
Dalam hubungan itu, Ditjen Batan menjelaskan bahwa saat ini di Serpong, Jawa Barat, sebenarnya sedang dibangun sebuah instalasi yang dapat memberi dan menambah pengetahuan serta keterampilan bangsa Indonesia dalam menghadapi masalah keselamatan reaktor nuklir. Instalasi itu diharapkan selesai dibangun awal tahun depan.
Dirjen Batan belum bisa memperhitungkan secara tepat kapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia tersebut akan rampung.
Namun, sambungnya, berdasarkan pengalaman beberapa negara lain, jika penelitian rinci atas lahan bisa dimulai tahun ini, Indonesia dapat memiliki PLTN pertama sekitar tahun 2.000.
“Di Jepang, suatu reaktor nuklir paling cepat dibangun empat tahun, sedangkan di Eropa dan Amerika rata-rata lima setengah tahun. Kalau di Indonesia bisa sekitar enam tahun,” katanya seraya menerangkan bahwa jangka waktu itu tidak termasuk masa penelitian lahan dan masa pembuatan disain.
Ketika ditanya tentang prospek kerjasama bidang energi nuklir Indonesia Malaysia, yang disepakati dalam Pembicaraan antara Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Mahathir Mohammad di Brunei pekan Jalu, Dirjen mengatakan bahwa kerjasama itu akan lebih banyak berbentuk saling tukar menukar tenaga ahli, informasi dan fasilitas untuk melakukan proyek penelitian bersama.
Menurut Dirjen, Malaysia beberapa waktu lalu juga sudah menyampaikan keinginannya mengimpor radio isotop dari Indonesia.
“Akan tetapi, kita belum tahu radio isotop untuk bidang apa saja yang diperlukan oleh Malaysia itu,” demikian Dirjen Batan.
Sumber : ANTARA(08/08/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 714-716.