Tadjuk Rentjana:
PENJEDERHANAAN PARTAI BAIK DIHADAPI DENGAN SEDERHANA [1]
Djakarta, Berita Buana
Achir2 ini masalah penjederhanaan partai2 penggolongan dalam fraksi2 di DPR mendjadi hangat lagi. Sudah barang tentu ini gedjala baik, menandakan bahwa tiada apathi dalam kehidupan politik.
Apalagi karena maksud dari semua pihak jang terlibat dalam diskusi itu adalah baik2 se-mata2, dimaksudkan sebagai sumbangan pendapat untuk pengokohan stabilitas kehidupan politik, djuga untuk masa-masa depan.
Malahan Dr. Moh. Hatta berkenan djuga mengutarakan pendapatnja jang klassik, jakni bahwa sejogjanja ada dua golongan, jakni jang satu golongan Pemerintah dan jang lain golongan Opposisi.
Akan tetapi jang perlu sekarang ini adalah menjadari kenjataan bahwa dengan kemenangan Golkar pada hakekatnja untuk waktu sedikitnja empat tahun, masalah penjederhanaan partai belum begitu urgent, dalam arti bahwa jang demikian itu harus dipertjepat prosesnja.
Apalagi Dipaksakan
Sebaiknja proses itu biar berdjalan setjara wadjar, sesuai dengan kehendak partai2 sendiri jang bersangkutan, jang nistjaja akan memperhatikan sugestif jang diberikan oleh Pemerintah, chususnja Presiden Soeharto.
Sebab Demokrasi Pantjasila achirnja lebih mengutamakan musjawarah dan kerukunan daripada pertjektjokan dan pertentangan. Masalah penjederhanaan partai dan pengelompokan fraksi hendaknja dihadapi dengan sikap jang praktis dan sederhana.
Nasib Pasal 9 UUD Djepang
Sudah lama orang memperbintjangkan Memiliterisasi Djepang. Dan semua orang mendjadi latah semua beranggapan bhw Djepang akan mendjadi negara militeristis lagi sedjak penulis tenar Mishima mati membunuh diri setjara bushido.
Dan masalah persendjataan kembali Djepang ini mendjadi aktuil, setelah AS bermaksud meninggalkan pangkalan2nja di Asia Timur, bahkan dari Taiwan.
Logikanja, dimana ada vakum tentu adajang akan mengisinja, dan kalau tidak Djepang tentunja USSR dan RRT jang mengisinja.
Realitas jang pahit ini harus dihadapi oleh setiap orang Asia, dan oleh karena itu di Indonesia djuga sudah memikirkan suatu military arrangement jang lebih efektif diantara negara-negara anggota ASEAN.
Disamping niat untuk menarik diri dari Asia itu, AS-pun se-olah2 ingin menitipkan pertahanannja kepada Djepang. Sering Wahington menjatakan, bahwa Djepang harus ikut-serta dalam tanggung-djawab keamanan di Asia.
Sesungguhnja Washington mengetahui “lutju”nja andjuran itu meskipun ia menjatakan andjuran itu dengan wadjah jang tenang2 sadja.
Apa Lutjunja?
Pada tahun 1945, AS (McArthur) telah memaksakan tertjantumnja satu pasal dalam UUD bam Djepang, jang berbunji: “Karena sungguh2 menghendaki adanja perdamaian internasional berdasarkan keadilan dan ketertiban, rakjat Djepang untuk selama-lamanja menanggalkan perang sebagai hak daulat bangsa dan pengantjaman penggunaan kekerasan sebagai tjara untuk menjelesaikan sengketa2 internasional.
Untuk mentjapai tudjuan alinea diatas, angkatan2 darat, laut dan udara dan kekuatan perang lainnja, tak se-kali2 akan diselenggarakan. Hak untuk (menjatakan) perang Negara tak diakui. Demikian bunji pasal 9 UUD Djepang.
Berdasarkan ketentuan dalam UUD-nja itu, Djepang sukar didesak untuk lebih memperhatikan bidang pertahanannja di Djepang sendiri apalagi memikirkan keamanan Asia.
Tapi perkembangan sedjarah mungkin akan memaksa Djepang untuk mentjoret pasal 9 itu, dan hal itu mungkin kalau sebagian terbesar Rakjat menghendaki. Dewasa ini, bangsa lebih suka menggunakan mesin-hitung dari pada mesin-perang. (DTS)
Sumber: BERITA BUANA (09/10/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 838-839.