PERAN SERTA MASYARAKAT PERLU TERUS DIPERTAHANKAN

PERAN SERTA MASYARAKAT PERLU TERUS DIPERTAHANKAN

 

 

Jakarta, Pelita

ADA pendapat yang mengatakan bahwa kekuatan dan kemajuan suatu negara tergantung pada seberapa besar jumlah penduduknya. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa masa depan suatu negara tersebut lebih banyak bergantung pada kualitas bangsa itu sendiri.

Dari kedua pendapat itu, Indonesia memilih yang terakhir. Kualitas penduduk lebih menentukan dari pada jumlah besar tetapi dengan kualitas rendah.

“Sebagai konsekuensi nya, pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto telah menerapkan pendapat terakhir itu sejak tahun 1970-an silam”, ungkap Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Prof. DR. Emil Salim pada Pelita baru-baru ini, sehubungan dengan keberhasilan Indonesia menanggulangi masalah kependudukan tersebut.

Keputusan politik yang maha penting itu, ungkap Emil Salim, beranjak dari kenyataan bahwa penduduk yang besar jumlahnya bila tidak diimbangi dengan kualitas serta kontrol akan menjadi beban dalam pembangunan secara luas. Disinilah sebetulnya letak perbedaan persepsi Presiden Pertama RI Ir. Soekarno dengan Soeharto, ungkap Emil menerangkan.

Kebijaksanaan Ir. Soekarno dalam membiakkan penduduk Indonesia pada masa Orde Lama itu adalah sah adanya, karena memang pada masa itu penduduk Indonesia dirasakan sangat sedikit bila dibandingkan dengan luas kepulauan Indonesia. Apresiasi Soekarno ketika itu sesuai pula dengan kondisi Indonesia yang belum memiliki problematika komplit seperti masa kini.

Setelah Orde Lama berakhir dengan jumlah yang sudah mulai membengkak, ungkap Emil Salim lagi, yang menjadi persoalan pemerintah Orde Baru adalah peningkatan kualitas bangsa. Usaha tersebut kurang berjalan dengan mulus lantaran disana sini terdapat berbagai kendala yang cukup serius, yaitu jumlah penduduk yang besar tak tertampung oleh lembaga-lembaga pendidikan maupun lembaga kesejahteraan sosial.

Presiden Soeharto yang menangkap nuansa tersebut, pada tahun 1970 mengambil kebijaksanaan penting dengan menetapkan program KB sebagai program nasional melalui pembentukan BKKBN. Berdasarkan pandangan baru itu, dibentuk sebuah lembaga Keluarga Berencana “Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional” pada tahun itu juga (1970) dengan maksud mengkoordinir semua kegiatan serta menurunkan pertumbuhan yang 2,5 persen itu pertahunnya, serta menurunkan tingkat kematian “Balita”.

Dengan langkah itu, maka terjadilah sebuah perubahan besar yang mulai tampak dan dirasakan selama pemerintahan Orde Baru, berupa penurunan tingkat kelahiran 2,5 persen pada tahun 70-an menjadi 2,3 persen pada tahun 1980-an dan kini menjadi 2 persen. Pada tahun 90-an diharapkan akan dicapai persentase di bawah itu.

Dari penurunan yang cukup drastis selama kurun waktu 20 tahun (68 hingga 88) yang secara berkesinambungan diselenggarakan oleh pemerintah secara terpadu, tingkat kematian bayi, harapan hidup yang semakin panjang, serta tingkat dan sarana pendidikan yang lengkap dan layak sudah dapat direalisasikan. Hal itu terbukti dengan tertampungnya anak-anak wajib sekolah secara merata. Kerja keras itu pula yang menempatkan Indonesia berada pada urutan tengah terbaik dari kelima negara yang terpadat di dunia, yakni Amerika Serikat, Uni Soviet, Indonesia, RRC dan India.

Keberhasilan itulah yang menjadikan Indonesia mendapat penghargaan dari PBB dalam masalah kependudukan tersebut, ujar Emil Salim menerangkan kriteria penilaian yang dilakukan oleh PBB. Selain kriteria tersebut masih ada penilaian lain, antara lain peran serta masyarakat dalam memahami aspirasi pemerintah dalam masalah kependudukan, dalam jumlah yang sangat besar Indonesia mampu mengatasi konflik-­konflik rasial, bahkan mampu menjadikan umat yang heterogen hidup dalam suasana yang damai.

Masalah pemerataan penempatan penduduk sangat memberikan arti yang sangat menentukan dalam mengatasi konflik-konflik yang terdapat dalam kepadatan penduduk, tutur Menteri yang dianggap berhasil dalam masalah kependudukan dan lingkungan ini. Karena, pemerintah dalam masalah ini konsekuen dengan janji-janjinya pada masyarakat transmigrasi tersebut. Artinya, pemerintah tidak hanya sekedar memindahkan mereka, tetapi memberikan bidang-bidang kegiatan yang jelas pada mereka, sehingga mereka dapat memperbaiki hidup yang lebih baik.

Melalui transmigrasi itu pula tingkat kekerasan dan penganiayaan antara sesame masyarakat dapat diatasi. Kalaulah ada, kasusnya bukan lagi masalah kepadatan, kesulitan pemerataan hak, melainkan didasari faktor pribadi, karena itu pulalah, pemerintah menilai bahwa pembangunan tidak hanya dilihat dari sisi pisik, tetapi yang lebih ditekankan pada moral, agama dan intelektualitas bangsa yang kini telah melahirkan dampak positif, meski masih ada kekurangan-kekurangan.

Usaha membangun manusia seutuhnya itu secara periodik melahirkan perobahan­perobahan nilai dalam kehidupan masyarakat umum. Dapat dilihat dari sikap, cara hidup dan saling menghargai hak dan kewajiban individu oleh individu yang lainnya. Misalkan saja, betapa kehidupan beragama tampak harmonis, hak hidup seseorang dihargai dan dijamin dalam negara yang berdasarkan hukum ini, ujar Emil Salim menjelaskan.

 

 

Sumber : PELITA (08/06/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 866-868.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.