PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN POLA HIDUP SEDERHANA

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN POLA HIDUP SEDERHANA [1]

 

Jakarta, Berita Yudha

Sebagai pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah tentang “pola hidup sederhana” bagi pegawai negeri sipil dan anggota ABRI, Presiden telah mengeluarkan ketentuan yang akan dijadikan pedoman pelaksanaannya.

Kebijaksanaan Presiden yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut masing-masing berupa pembatasan kegiatan pegawai negeri dan anggota ABRI dalam usaha swasta dan peraturan pemerintah mengenai beberapa pembatasan kegiatan pegawai negeri dan anggota ABRI dalam rangka pendayagunaan aparatur negara dan kesederhanaan hidup.

Peraturan Pemerintah no.6 tahun 1974 tersebut antara lain menetapkan Pegawai Negeri Sipil golongan IV/a PGPS 1968 ke atas, anggota ABRI berpangkat Letnan II keatas, Pejabat, serta isteri dari pejabat Eselon I dan yang setingkat baik di pusat maupun daerah, Perwira Tinggi ABRI, penjabat-penjabat lain dilarang memiliki seluruh atau sebagian Perusahaan Swasta, memimpin, duduk sebagai anggota pengurus atau pengawas suatu perusahaan swasta dan melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan.

Larangan itu tidak berlaku untuk antara lain pemilikan saham suatu perusahaan sepanjang jumlah dan sifat kepemilikan itu tidak sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan.

Larangan juga tidak berlaku bagi mereka yang melakukan pekerjaan swasta yang mempunyai fungsi sosial misalnya praktek dokter, bidan, guru dan lain-lain pekerjaan yang serupa. Juga isteri yang menerima pekerjaan atau bekerja sebagai pegawai pada swasta atau perusahaan milik negara yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan/jabatan suaminya.

Pegawai negeri sipil golongan III/d PGPS 1968 kebawah, anggota ABRI berpangkat Pelda kebawah serta istri dan pegawai negeri, anggota ABRI dan Pejabat yang tidak termasuk dalarn ketentuan itu wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang apabila memiliki perusahaan swasta.

Pegawai negeri sipil dan anggota ABRI hanya dapat bekerja pada Perusahaan milik Negara atau Perusahaan swasta milik Instansi resmi yang mempunyai tujuan serta fungsi sosial baik sebagai pemimpin , pengurus, pengawas atau pegawai biasa atas dasar penugasan dari pejabat yang berwenang.

Penugasan dalam perusahaan tidak dibenarkan untuk dirangkap dengan jabatan di Pemerintah, kecuali untuk penugasan sebagai Pengawas dalam perusahaan.

Pembatasan Duduk dalam Usaha Sosial

Ketentuan pemerintah itu menetapkan pula, pegawai negeri sipil golongan IV/a ke atas dan anggota ABRI berpangkat Letda ke atas dilarang duduk sebagai pengurus, penasehat atau pelindung dalam badan sosial bila untuk itu mereka menerima upahl gaji/honor atau keuntungan materil/finansil lainnya.

Pegawai : negeri sipil golongan III/d kebawah dan anggota ABRI berpangkat Pelda kebawah harus memperoleh izin dari penjabat berwenang bila kedudukannya sebagai pengurus, penasehat atau pelindung dalam badan sosial itu mereka menerima upah/gaji/honor dll.

Terhadap pegawai negeri sipil, anggota ABRI atau pejabat yang melanggar ketentuan peraturan pemerintah dapat diambil tindakan dan hukuman berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kesederhanaan Hidup

Sementara itu Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1974 al. menggariskan kebijaksanaan beberapa pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam rangka pendayagunaan aparatur negara dan kesederhanaan hidup.

Ketentuan tersebut menetapkan instansi-instansi pemerintah baik dipusat maupun daerah serta pejabat-pejabatnya dilarang memberikan pelayanan yang berlebih­lebihan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pejabat-pejabat yang berkunjung kedaerahnya baik dalam rangka tugas rutin, tugas khusus dll.

Termasuk dalam pengertian “pelayanan yang berlebih2an” itu penyambutan dengan penyelenggaraan resepsi, pesta, atau pengawalan dan penghormatan yang melebihi ketentuan dan memberikan hadiah/tanda kenang2an berupa apapun.

Penyelenggaraan ulang tahun dari Departemen, Instansi pemerintah, PN, Satuan ARRI dan badan2 resmi lainnya harus dilakukan secara sederhana. Penyelenggaraan HUT dengan acara pesta2 selamatan ataupun acara2 lainnya yang serupa dilarang. Pegawai negeri, anggota ABRI atau penjabat2 dilarang memberikan hadiah berupa apapun atas biaya negara untuk sehubungan dengan HUT.

Larangan Penggunaan Kendaraan Dinas

Ketentuan mengenai larangan penggunaan kendaraan dinas yang tergolongkan mewah, ditetapkan kendaraan dinas yang digolongkan mewah adalah kendaraan yang golongan kelasnya lebih tinggi daripada yang telah dapat diassembling di Indonesia yakni 3000 CC keatas.

Pegawai negeri, anggota ABRI dan penjabat atau instansi pemerintah yang telah menguasai kendaraan dinas yang digolongkan mewah selambat-Iambatnya tgl. 1 April 1974 sudah diserahkan kepada Sekretariat Negara.

Pegawai Negeri, anggota ABRI dan penjabat tidak dibenarkan menguasai/menggunakan lebih dari satu kendaraan dinas dan diwajibkan menyerahkan kembali kepada instansinya selambat-lambatnya 1 April.

Pembatasan itu berlaku pula dalam menggunakan fasilitas perumahan dinas, pegawai negeri, anggota ABRI dan penjabat, dilarang menempati lebih dari sebuah rumah dinas. Perjalanan keluar negeri bagi pegawai negeri, anggota ABRI dan penjabat serta istri wajib mendapat izin tertulis dari penjabat yang berwenang.

Pegawai negeri, anggota ABRI dilarang menerima hadiah atau pemberian berupa apapun dalam kesempatan2 tertentu seperti HUT tahun baru, lebaran, natal dll. Mereka juga dilarang memberikan hadiah atau pemberian lain yang serupa itu atas biaya negara termasuk didalamnya pengertian pemberian lain yang berupa karangan bunga, selamat memasang iklan ucapan selamat dll.

Pegawai negeri, anggota ABRI dan penjabat dilarang memasuki tempat hiburan umum seperti tempat judi, klab malam, pemandian uap dan lain2 tempat serupa yang dapat mencemarkan kehormatan dan martabat pegawai negeri, anggota ABRI dan penjabat.

Para pegawai negeri, anggota ABRI dan penjabat yang menyelenggarakan pesta atau merayakan peringatan yang bersifat pribadi agar diadakan secara sederhana dan tidak berlebih2an.

Kepada yang melanggar ketentuan tsb dapat dikenakan sanksi2 al. hukuman jabatan, hukuman pidana tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan hukuman pidana lain berdasarkan Kitab Undang2 Hukum Pidana. (DTS)

SUMBER: BERITA YUDHA (09/03/1974)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 422-424.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.