PERINGATAN HAPSAK DI LOBANG BUAYA BERLANGSUNG SINGKAT DAN KHIDMAT

PERINGATAN HAPSAK DI LOBANG BUAYA BERLANGSUNG SINGKAT DAN KHIDMAT [1]

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto kemarin pagi bertindak sebagai Inspektur Upacara dalam peringatan Hari Pancasila Sakti di Lapangan Upacara Monumen Pancasila Sakti Lobang Buaya.

Acara yang berlangsung singkat dan khidmat tersebut dihadiri pula oleh Ny. Tien Soeharto, Wakil Presiden Hamengkubuwono, para Menteri Kabinet Pembangunan, Duta Besar Negara-negara sahabat dan pejabat-pejabat teras ABRI serta sejumlah anggota DPR/MPR.

Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, sebagai acara pokok dalam peringatan tersebut adalah pembacaan Pancasila dan Mukadimah UUD’ 45, pembacaan dan penandatanganan ikrar, serta peninjauan ke Cungkup dimana terletak sumur Lobang Buaya tempat para Pahlawan Revolusi di buang secara kejam.

Dalam kesempatan itu pembacaan naskah Pancasila dilakukan oleh Wakil Ketua MPR/DPR Kartijo, Pembukaan UUD’ 45 oleh Menteri Sekneg Sudharmono, pembacaan dan penandatanganan ikrar oleh Wakil Ketua MPR/DPR Moh. Isnaeni dan pembacaan do’a oleh Menteri Agama Mukti Ali.

Selalu di Lobang Buaya, hari Peringatan Pancasila Sakti juga dilakukan di seluruh instansi khususnya di lingkungan Departemen Hankam.

Pahami, Hayati dan Amalkan Pancasila

Dalam peringatan yang berlangsung di Dep. Hankam, Kepala Staf Departemen Hankam Letjen Hasan Habib bertindak sebagai Inspektur Upacara.

Menhankam/Pangab lendral M. Panggabean dalam amanat tertulisnya, al. mengatakan: “Setelah belajar dari sejarah bangsa sendiri, maka makna Pancasila sebagai filsafat yang mengintegrasikan kehidupan.

Menurut Letjen Makmum Murod, letak Kesaktian Pancasila adalah pada nilai­ nilai yang dikandungnya.

“Setiap sila yang ada pada Pancasila mengandung nilai yang sudah seharusnya menjadi landasan filosofIs bagi setiap manusia, khususnya manusia Indonesia yang berusaha menyempurnakan dirinya lahir bathin,” katanya.

Dikatakannya bahwa Pancasila adalah unsur pemersatu segenap bangsa Indonesia, apapun Agama yang dianutnya, apapun latar belakang sosial budaya yang mempengaruhi perkembangan jiwanya, apapun suku Bangsa dan bagaimanapun tinggi atau rendah kecerdasannya.

Ibarat Pohon Tak Berakar

Sehubungan dengan peringatan Hapsak Pancasila, Kepala Pusat Sejarah ABRI Brigjen Drs. Nugroho Notosusanto dalam wawancara Televisi, Senen malam, menyatakan bahwa karena Pancasila merupakan nilai-nilai pokok, maka setiap generasi harus memperbaharui tekadnya dalam mengamalkan Pancasila. Hal ini dapat dicapai dengan jalan penerusan nilai tersebut.

Bahwa setiap masyarakat akan selalu mengalami perkembangan (social change), menurut Brigjen Nugroho, hal itu bisa dimengerti tetapi bagi suatu masyarakat yang sehat berlangsungnya perubahan masyarakat harus tetap berlandaskan pada nilai-nilai yang pokok tersebut. Dengan demikian masyarakat itu mengalami perkembangan stabil.

“Perubahan masyarakat yang tidak berlandaskan pada nilai-nilai pokok, saran halnya dengan pohon yang tumbuh tetapi tak berakar”, katanya. Mengenai rumusan Pancasila yang tepat, menurut KapusjarahABRI itu Pancasila yang sejati sebagai dasar filsafat Negara adalah rumusan yang tercantum dalam Pembukaan UUD’ 45.

Diingatkannya bahwa dalam mengamalkan Pancasila, kita tak perlu lagi mempersoalkan rumusan Pancasila, tetapi kita berpijak saja pada rumusan dalarn Pembukaan UUD’ 45 tersebut. (DTS).

SUMBER: SUARA KARYA (02/10/1974)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 522-524.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.