PERJALANAN PRESIDEN KE TUNISIA, IRAN DAN SEATTLE, AMERIKA SERIKAT

PERJALANAN PRESIDEN KE TUNISIA, IRAN DAN SEATTLE, AMERIKA SERIKAT[1]

Jakarta, Kompas

Jika Presiden Soeharto melakukan peljalanan panjang seperti sekarang ini, ke Tunisia, ke pertemuan APEC eli Seattle Amerika Serikat dan ke Iran, kesan kita setiap kali adalah bagaimana pemimpin bangsa Indonesia yang berusia 72 tahun itu memandang tugas kewajibannya dan bagaimana ia mengemban tugas kewajiban tersebut. Inilah salah satu warisan dari Generasi 45 yang kita tangkap dan kita wajib memeliharanya kukuhnya kesadaran dan komitmen akan tugas yang dipikulnya.

Kecuali sebagai Kepala Negara, Presiden Soeharto sejak konferensi puncak negara-negara Gerakan Non Blok di Jakarta tahun 93 yang lalu, juga Ketua Gerakan Non Blok. Lawatan keluar negeri, seperti ke Tunisia, ke Iran bahkan juga ke sidang APEC di Seattle, tidaklah dapat dilepaskan dari tugasnya yang ganda sebagai pemimpin Indonesia dan sebagai pemimpin Gerakan Non Blok, yang beranggotakan 110 negara.

Tunisia, salah satu negara Magribi di Afrika Utara dan Iran, suatu negara Islam militan yang lahir dari kancah revolusi melawan Shah Pahlevi, merupakan dua negara yang berbeda pandangan dan sikapnya yang pertama termasuk moderat bahkan misalnya menjadi tempat tinggal pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat, sedangkan Iran adalah pengikut garis keras yang di antaranya melawan perjanjian damai antara Presiden Yasser Arafat dan PM Yizhak Rabin.

Dengan kedua negara yang berbeda pandangan dan sikap politiknya, Indonesia mempunyai hubungan baik, memelihara hubungan baik tersebut bahkan berusaha rneningkatkan untuk kepentingan bilateral, untuk kepentingan Gerakan Non Blok dan untuk kepentingan isu-isu bersama seperti perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina.

Demonstrasi dari pandangan luas dan khas Indonesia itulah yang diantaranya tampak dari muhibah Presiden ke Tunisia dan ke Iran karena ideologi dan pandangan politiknya yang bersumber pada jati diri Indonesia. Kita berada dalam posisi yang lebih leluasa, lebih luwes dan karena itu juga secara potensial lebih kreatif dan produktif untuk memberikan sumbangan bagi pemecahan masalah-masalah internasional.

Sekalipun pada tingkat pertama, kunjungan ke Tunisia dan ke Iran adalah muhibah bilateral, masuk akal, manakala persoalan-persoalan yang menjadi urusan negara­ negara sedang berkembang dibicarakan, terutama dari perspektif Gerakan Non Blok.

Bahkan sekiranya persoalan perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina diangkat sebagai agenda pertemuan, hal itu tidak mengherankan. Hal itu bahkan sangat masuk akal dan sudah semestinya, mengingat posisi khas Indonesia, sebaliknya juga mengingat pandangan berbeda yang diambil oleh Tunisia dan oleh Iran, khususnya mengenai pendekatan damai antara Palestina dan Israel. Tentang isu-isu lain pun, lazim terjadi, kecuali substansi persoalannya secara obyektif dimanfaatkan juga kaitan permasalahannya secara subyektif. Perjuangan bangsa Palestina untuk mencapai kemerdekaan dan wilayah yang berdaulat tidak bebas kerumitan permasalahan seperti itu. Padahal untuk jalan damai pun, perjuangan itu memerlukan mobilisasi serta dukungan semua negara, terutama negara-negara di kawasan Timur Tengah. Yang harus diusahakan oleh perjuangan negara-negara berkembang yang identik dengan negara-negara Gerakan Non Blok dalam bidang politik maupun ekonomi bukanlah jalan radikal atau jalan moderat, jalan konfrontasi atau jalan dialog, akan tetapi jalan yang paling efektif dan efisien untuk memenangkan perjuangan.

Keakraban hubungan Indonesia dengan Tunisia, tetapi lebih-lebih lagi dengan Iran sebaliknya juga ikut memperkukuh posisi dan ruang gerak diplomasi yang diusahakan secara sungguh-sungguh oleh Presiden Soeharto selaku Ketua Gerakan Non Blok.

Sesungguhnya bukanlah suatu basa-basi atau atribut yang berlebihan, jika berkembang penilaian bahwa dinamika di dalam negeri maupun pada panggung dunia menempatkan Presiden Republik Indonesia sebagai Pemimpin Negara-Negara Gerakan Non Blok. Hal itu tampak secara mencolok dalam dialog yang terselenggara antara Ketua Gerakan Non Blok dengan forum G-7, forum 7 negara industri Barat di Tokyo beberapa waktu yang lalu.

Sumber : KOMPAS (16/01/1993)

___________________________________________

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 13-15.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.