Ambon, 25 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak Jend H.M. Soeharto
Jl. Cendana No.2
Jakarta
PERLU FIGUR MUMPUNI [1]
Assalamu’alaikum wr. wb. Dengan hormat,
Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila penyampaian ini tidak berkenan di hati yang saya hormati.
Saya sungguh merasa takut sekali menyaksikan Bumi Pertiwi dilanda susah, dari krisis moneter sampai krisis politik. Krisis moneter menyebabkan banyak pekerja kehilangan mata pencaharian. Krisis politik mengancam ketenangan bernegara dan berbangsa serta persatuan bangsa.
Mengapa Bapak tinggalkan kami, di saat kami sedang mengalami gejolak yang maha hebat ini. Seandainya anak saya sudah tahu yang terjadi di Republik ini, tentu mereka menanyakan hal itu juga.
Tentu saya kecewa, karena untuk memimpin negara yang sedang kacau dibutuhkan seorang figur yang mumpuni.
Saya merasa putus asa menyongsong masa depan karena tidak ada figur pengganti Bapak yang memadai. Walaupun, saya mendukung Bapak Habibie sebagai Presiden RI.
Bapak telah mengalami ujian yang jauh lebih berat, dan Bapak mampu menanganinya. Hal itu tidak perlu dibuktikan lagi. Tentu Bapak punya kiat-kiat berharga. Apakah saya harus merenung setiap hari memikirkan nasib Ibu Pertiwi, sedangkan saya harus bergelut dengan badai kehidupan.
Akhirnya saya ucapkan terima kasih atas bakti Bapak kepada Ibu Pertiwi. Semoga Allah Swt memberikan lindungan kepada Bapak dan keluarga serta kerabatnya. Amien. …. (DTS)
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat saya,
Umar Kayam
Kebon Cengkeh Ambon
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 656-657. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.