PERPUSTAKAAN NASIONAL KINI PUNYA GEDUNG BARU

PERPUSTAKAAN NASIONAL KINI PUNYA GEDUNG BARU

 

 

Jakarta, Antara

Perpustakaan Nasional, lembaga penting yang semula tempatnya terpencar dan menumpang pada instansi lain, kini punya gedung sendiri lengkap dengan fasilitas memadai bagi pemanfaatan maksimal koleksinya.

Gedung megah berwama coklat muda yang terletak di Jalan Matraman Raya 28A Jakarta itu, hari Sabtu diresmikan Presiden dan Ibu Negara Ny. Tien Soeharto dalam suatu upacara di mana hadir pula Wakil Presiden dan Ny. Sudharmono serta Ketua DPR/MPR M. Kharis Suhud.

Dalam upacara itu Ny. Tien Soeharto selaku Ketua Umum Yayasan Harapan Kita, penggagas dan pembangun gedung Perpustakaan Nasional itu, secara resmi menyerahkan hak pemilikan gedung itu berikut semua fasilitasnya kepada negara, dalam hal ini diwakili Presiden Soeharto.

Kompleks Perpustakaan Nasional yang baru itu terdiri atas dua bagian, yaitu gedung induk berbentuk joglo dengan arsitektur antik serta gedung perpustakaannya sendiri yang bertingkat tujuh dan terbagi dalam tiga blok.

Pada upacara itu tidak diungkapkan berapa biaya pembangunan gedung Perpustakaan Nasional, yang dibangun sejak 8 Desember 1985 dan selesai tahap I setahun kemudian dan tahap ll pada 5 Oktober 1988.

Koleksi yang ada di Perpustakaan Nasional kini mendekati 750.000 eksemplar, terdiri atas buku-buku, monograf, majalah, suratkabar, peta serta bahan pustaka nonĀ­buku.

Di antara koleksinya terdapat terbitan sangat langka dan tua antara lain Kisah Perjalanan Para Kapten Kapal Italia Yang Melewati Indonesia (terbitan Venesia tahun 1556), Kamus Melayu-Latin (terbitan Roma tahun 1631), Al-Qur’an terbitan Hamburg tahun 1694, Kitab lnjil dalam bahasa dan tulisan Batak (1859) dan Rumphius Gendenkboek (1902).

Sedang terbitan dalam negeri pertama yang dimiliki Perpustakaan Nasional antara lain buku filsafat Konghucu dalam bahasa Belanda Kuno terbitan Batavia (Jakarta) tahun 1675.

Fasilitas yang boleh dimanfaatkan para pengguna perpustakaan itu antara lain ruang baca yang luas dan tenang, jasa reproduksi (fotocopy, mikrofilm, mikrofis, pemotretan), pengiriman gambar naskah melalui facsimile, ruang suratkabar, ruang majalah ,ruang mikrofilm, ruang koleksi peta dan sebagainya.

Bahkan bagi penyandang cacat netra, Perpustakaan Nasional juga kini menyediakan sejumlah koleksi buku berhuruf braille.

 

Gagasan Ibu Negara

Pembangunan gedung khusus Perpustakaan Nasional dengan fasilitas lengkap itu bermula dari gagasan lbu Negara Ny. Tien Soeharto, ketika bulan Oktober 1968 menyaksikan betapa menyedihkan penyimpanan koleksi lama tak ternilai harganya yang ada di Perpustakaan Museum Nasional Jalan Merdeka Barat 12 Jakarta.

Ketua direksi proyek pembangunan gedung tersebut, Hedijanto, menceritakan bahwa setelah lbu Tien melihat koleksi itu tertumpuk di ruang yang pengap dan lembab, maka timbul gagasan untuk membangun gedung yang memadai.

Untuk meyakinkan betapa penting Perpustakaan Nasional memiliki gedung khusus, maka lbu Tien suatu saat mengajak Presiden Soeharto untuk melihat sendiri keadaan di Perpustakaan Museum Nasional.

“Kalau dibiarkan, maka koleksi yang sangat tinggi nilainya dan besar manfaatnya bagi generasi kini dan mendatang itu akan rusak,” kata Hedijanto mengungkapkan pikiran Ibu Tien.

Ny. Tien Soeharto sendiri mengakui, pembangunan gedung tersebut merupakan upaya menyelamatkan, memelihara serta memanfaatkan koleksi buku, suratkabar, majalah serta peta-peta yang dimiliki Perpustakaan Nasional.

 

Terpencar-Pencar

Lembaga Perpustakaan Nasional sendiri dibentuk 17 Mei 1980 yang merupakan penggabungan empat perpustakaan yang telah lama ada, yaitu Perpustakaan Museum Nasional di Jalan Merdeka Barat 12, Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial di Jalan Imam Bonjol 1, Perpustakaan Bidang Bibliografi dan Deposit Pusat Pembinaan Perpustakaan serta Perpustakaan Wilayah DKI Jakarta di Jalan merdeka Selatan 11.

Keempatnya merupakan lembaga di baw ah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Perpustakaan Museum Nasional, yang merupakan perpustakaan tertua di Indonesia, didirikan tahun 1778 atas prakarsa J.C.M. Rademacher.

Dimulai dengan koleksi enam lemari buku hasil sumbangan para pejabat Belanda ketika itu, perpustakaan yang terletak di bagian belakang Museum Nasional itu menghimpun terbitan sebelum Perang Dunia II terdiri atas buku, majalah, suratkabar, peta bahkan juga lukisan.

Perkembangan perpustakaan itu berkembang sangat pesat sehingga pada waktu itu dianggap sebagai perpustakaan terbesar di Asia.

 

 

Sumber : ANTARA(11/03/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 597-599.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.