PERTUMBUHAN ANGGARAN SEKTOR AGAMA PADA RAPBN 1994/95 TERBESAR[1]
Jakarta, Antara
Pertumbuhan anggaran sektor agama pada RAPBN 1994/95 terbesar dibandingkan pertumbuhan anggaran sektor lain, dengan peningkatan 50,4 persen dari anggaran tahun lalu. Lampiran nota keuangan dan RAPBN 1995/96 yang disampaikan Presiden Soeharto pada sidang paripurna DPR di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, pertumbuhan anggaran subsektor pembinaan pendidikan agama meningkat terbesar yakni 61,1 persen, sementara anggaran subsektor pelayanan kehidupan beragama hanya 3,1 persen. Dalam nota keuangan dan RAPBN 1995196, anggaran subsektor pembinaan pendidikan agama Rp 160,1 miliar, sementara tahun lalu hanya Rp99,4 miliar, dan anggaran subsektor pelayanan kehidupan beragama Rp23,2 miliar, sementara tahun lalu sebesar Rp22,5 miliar.
“Menyadari bahwa pengembangan sumber daya manusia pada dasamya tidak hanya bersifat material semata, maka pembangunan dan pembinaan berbagai aspek yang menyentuh sendi-sendi kehidupan keagamaan juga senantiasa diupayakan peningkatannya,” kata Presiden Soeharto.
Pertumbuhan anggaran terbesar pada RAPBN itu diraih oleh sektor pariwisata, pos dan telekomunikasi yakni 39,3 persen dengan nilai Rp 1,005 triliun, disusul oleh sektor ilmu pengetahuan dan teknologi sebesar 34,2 persen dengan nilai Rp711 , miliar. Sementara anggaran terbesar pada RAPBN 1995/96 masih bertahan pada sektor pembangunan daerah dan transmigrasi dengan nilai Rp6,139 triliun, disusul sektor transportasi, meteorologi, dan geofisika dengan nilai Rp5,897 triliun, dan sektor pertambahan dan energi dengan nilai Rp3,894 triliun. Selain sektor yang anggarannya meningkat, juga terdapat sektor-sektor yang anggarannya menyusut. Anggaran sektor perdagangan, pengembangan usaha nasional, keuangan dan koperasi menyusut 27,5 persen dengan nilai Rp533 miliar (tahun lalu Rp736,3 miliar). Disusul sektor politik,hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa menyusut tiga persen dengan nilai Rp 152,7 milyar sementara tahun lalu Rp 157,4milyar. Dalam nota keuangan itu, Presiden mengatakan, dengan mengacu kepada arah kebijaksanaan keuangan negara yang ditetapkan dalam Repelita VI, rencana alokasi anggaran belanja pembangunan dalam RAPBN 1995/96 diarahkan terutama untuk menunjang pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi, dengan memberikan aksentuasi kepada pembangunan daerah dalam rangka pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, serta pembangunan prasarana dan sarana dasar untuk mendukung pembangunan ekonomi. Pemberian prioritas alokasi anggaran pada pembangunan daerah selain dimaksud untuk memperluas peningkatan otonomi daerah yang semakin nyata, dinamis, dan bertanggungjawab, sekaligus diarahkan untuk mempersempit kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah, antara perkotaan dan perdesaan, serta antar kawasan, terutama kawasan Timur Indonesia, dan mempercepat pengentasan kemiskinan, khususnya di desa-desa tertinggal, daerah terpencil serta daerah perbatasan, ujar Presiden. Pengutamaan alokasi anggaran pembangunan pada pengembangan prasarana dan sarana ekonomi, seperti perhubungan dan transportasi, pos dan telekomunikasi, penyediaan energi, serta pengairan, yang mendukung pembangunan sektor-sektor prioritas di bidang ekonomi, selain akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga mendukung pemerataan pembangunan.
Selanjutnya, sesuai dengan arahan GBHN 1993 dan Repelita VI, di samping pembangunan di bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian, prioritas pembangunan juga diletakkan pada upaya peningkatan sumber daya manusia. Dalam RAPBN 1995/96, prioritas alokasi anggaran pembangunan juga diarahkan untuk menunjang upaya pengembangan sumber daya manusia dengan memberi penekanan pada sektor tenaga kerja, pendidikan, kebudayaan nasional, pemuda dan olahraga, peranan wanita, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sektor agama, kata Presiden. (T.PE-07/2: 18AM/B/Ln09/ 5/01195 08:50/ru2).
Sumber:ANTARA(l2 /0I/1995)
____________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 51-53.