PIDATO PRESIDEN AKHIR TAHUN 1973

PIDATO PRESIDEN AKHIR TAHUN 1973 :

“Saya Tanggapi Suara-suara dalam Masyarakat Akhir-akhir Ini”

. Kekurangan2 Terang Ada, Tapi Kemajuan Juga Tidak Sedikit [1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto mengajak bangsa Indonesia memasuki tahun 1974 dengan semangat untuk meluruskan kembali hal-hal yang tampak bengkok-bengkok dalam Pelita I dan membuat lebih seimbang berbagai kepincangan yang masih ada. “Dengan kesadaran demikian, tidak berarti selama ini hanya kebutuhan dan kemunduran yang mengalungi kita. Kekurangan-kekurangan terang ada. Tapi kemajuan-kemajuan juga tidak sedikit. Dengan sikap demikian, marilah kita masuki tahun baru 1974”, kata Presiden dalam pidato akhir tahun 1973, yang disampaikan Senin malam lewat RRI dan TVRI.

Dalam pidato yang berisikan penilaian-penilaian terhadap apa yang tetjadi dan tercapai selama tahun 1973, Ia menekankan, bahwa dalam membuat “perhitungan nasional” itu, kita semua harus berani terus menerus mawas diri, mengoreksi diri dan mengakui kelemahan-kelemahan sendiri. Presiden mengatakan, bahwa perhitungan yang dibuatnya itu dilakukan secara jujur dan sewajarnya.

Pemberian Kritik dan Saran Masyarakat

Sebagian terbesar pidato tersebut bertekanan pada bidang ekonomi. Presiden menyatakan, penggarapan masalah-masalah ekonomi harus berarti perbaikan kehidupan kita semua. Betapa pentingnya arti perbaikan kehidupan itu, tampak dari suara-suara di kalangan masyarakat pada ujung akhir tahun ini, terutama dari kalangan mahasiswa. “Saya tegaskan di awal bahwa suara-suara itu saya perhatikan dan saya teliti dengan seksama. Juga sudah saya minta kepada semua Menteri untuk menyaring suara-suara itu”, kata Presiden.

Ia mengemukakan, gagasan-gagasan yang baik pasti diterima Pemerintah untuk membetulkan yang keliru. “Suara-suara atau lebih tepat saya sebut kritik -kritik tajam itu, setidak-tidaknya mencerminkan, bahwa masyarakat tetap merasa mempunyai tanggung jawab terhadap masalah-masalah bersama yang dihadapi. Ini sekaligus menunjukkan demokrasi memang ada dan terus tumbuh di negara ini. Akan tetapi, tanda-tanda demokrasi bukan hanya kritik-kritik belaka”. Demokrasi adalah tanggungjawab untuk bersama-sama mengatur diri secara tertib. Karena itu, di dalam kritik terkandung keharusan untuk menunjukkan apa yang lebih baik. Kritik juga harus jelas apa tujuan dan sasarannya. Tanpa unsur -unsur itu, kritik yang sehat tidak akan dapat dikembangkan dan demokrasi tidak akan mendapat tempat persemaian yang subur.

“Dengan semangat dan dasar yang demikian itulah, saya tanggapi suara-suara dalam masyarakat akhir-akhir ini”, kata Presiden.

Laju Inflasi 27 pCt

Jika akhir tahun 1972 laju Inflasi mencapai 25 pCt, maka akhir tahun 1973 menjadi 37 pCt. Menurut Presiden dalam menilai keadaan ekonomi ini, perlulah ditengok keadaan diluar pagar halaman sendiri. Yakni kenaikan harga-harga yang melanda dunia, termasuk di negara-negara yang kuat ekonominya. Krisis pangan dunia, krisis moneter Internasional dan kini krisis energi terutama minyak bumi, telah menyeret dunia keambang pintu keadaan serba tak pasti. Krisis minyak misalnya, mulai mengganggu kelancaran angkutan samudera dan industri negara-negara maju. Ini berarti naiknya harga, kelambatan angkutan dan ongkosnya bagi bahan-bahan yang masih perlu diimpor.

Inilah salah satu akibat buruk, yang menyebabkan mahalnya berbagai jenis barang di dalam negeri yang mempengaruhi tingkat laju inflasi dewasa ini. Sekalipun demikian, Presiden menyatakan agar keadaan itu ditanggapi secara positif Yakni dengan mendorong produksi dalam negeri dan tidak mencerminkan pemborosan-pemborosan.

Ia mengatakan, setidaknya terdapat tiga petunjuk bahwa ekonomi Indonesia selama tahun 1973 tetap bergerak “kearah yang baik”, yaitu kenaikan ekspor dan impor, meningkatnya investasi dan kenaikan-kenaikan produksi umumnya. Ekspor bebas itu mencapai 2,9 milyar dollar, suatu kenaikan sekitar 1,2 milyar dibanding tahun sebelumnya. Impor 2,7 milyar, sedangkan tahun lalu 1,6 milyar dollar. Dalam impor ini, impor barang konsumsi bertambah kecil, sedangkan bahan baku barang modal dan bahan penolong meningkat.

Investasi

Dibidang Investasi juga terdapat kenaikan. Presiden mengatakan, Investasi Pemerintah dicurahkan bagi pembangunan pariwisata. Sedang swasta, terutama dalam bidang pembangunan, pertanian, industri dsb. Sampai September 1973, proyek PMDN yang disetujui 1.500 buah dengan nilai investasi lebih dari satu trilyun rupiah (seribu milyar). Sedang PMA sekitar 660 proyek dengan nilai modal sekitar 2,7 milyar rupiah.

Tanpa menyebut angka-angkanya, Presiden mengatakan, tahun 1973, kenaikan PMDN jauh lebih besar dari pada PMA. Selain itu sejak th 1973 boleh dikata tidak ada lagi proyek PMA yang berdiri sendiri sepenuhnya tanpa, “partner” modal dalam negeri. Sedangkan bidang investasinya-pun mulai dibatasi secara terpilih.

Dalam kesempatan itu, ia menginginkan kembali usaha2 Pemerintah selama tahun lalu dalam mendorong berkembangnya produksi dalam negeri dengan memberi ruang gerak lebih dahulu dan daya-saling lebih besar. Misalnya dengan penurunan2 bea dan pajak, tindakan2 dibidang perkreditan bank, kredit bagi pengusaha2 kecil dsb.

Presiden menambahkan, tambahan2 investasi telah menaikkan produksi, baik dalam pertambangan, pertanian maupun industri. Misalnya produksi2 tekstil, semen, kabel listrik, pipa baja dsb naik 10 pet atau lebih di tahun 1973, disamping mutunya kian baik.

Menyinggung pembangunan pedesaan Presiden berjanji bahwa bantuan dan dorongan Pemerintah tetap akan dilanjutkan. Malahan bantuan2 untuk desa, kabupaten dan propinsi tahun mendatang ini akan diperbesar lagi, sepadan dengan kemampuan negara yang bertambah besar, akibat meningkatnya pertumbuhan ekonomi. “Jadi jelas, gambaran umum keadaan ekonomi dan pembangunan tahun 1973, menunjukkan garis naik dibanding tahun 1972. Tapi yang lebih penting, apakah perkembangan itu punya arti bagi perbaikan kehidupan masyarakat umumnya dan bertambah baiknya tingkat kesejahteraan”.

Demikian Presiden. Dan ia pun menunjukkan misalnya perluasan kesempatan kerja, dana2 lebih besar untuk menyediakan fasilitas bagi kesejahteraan rakyat, pemberian kredit golongan ekonomi lemah terutama pengusaha2 pribumi dsb.

Soal Bantuan Luar Negeri Masih berkaitan dengan soal investasi, Kepala Negara menegaskan bahwa bantuan luar negeri yang harus dibayar kembali, bukanlah “pengendalian diri” ! Alasannya: Pinjaman2 tsb diterima sejauh sesuai dengan kebijaksanaan Indonesia. Syarat-syarat pinjamannyapun adalah “yang paling lunak di dunia”.

Menurut Presiden, masa pengembalian betjangka panjang misalnya, justru merupakan pelaksanaan strategi bahwa pengembalian pinjaman itu “pasti akan terbayar” dari hasil2 investasi yang kita tanamkan dari pinjaman itu sendiri. Sejak tahun 1988, seluruh bantuan luar negeri kita gunakan sepenuhnya untuk pembiayaan pembangunan. Dan tidak satu sen dollar-pun yang kita gunakan untuk keperluan2 lain.

“Juga tidak untuk memberi kredit kepada swasta !”, kata Soeharto. Ia mencoba menunjukkan, misalnya tahun ’68 Anggaran Pembangunan yang berjumlah Rp. 35,5 milyar sepenuhnya berasal dari bantuan LN. Tahun 1969/70. Bantuan itu tinggal 77 pCt, karena yang 23 pCt mulai dapat dibiayai sendiri. Tahun 1973/74, bantuan LN untuk anggaran tsb hanya 55 pCt, meski jumlah anggaran itu sendiri meningkat jauh.

“Sehingga pasti akan tiba saatnya, bantuan2 tsb tidak akan kita perlukan lagi”, katanya tanpa menyebut ancer2 waktunya.

Bidang Politik

Menilai bidang politik Presiden menyebut tahun 1973 sebagai “tahun terkonsolidasinya kehidupan konstitusionil”, berdasarkan UUD 1945 yang tidak boleh dirongrong oleh siapapun dan dengan dalih apapun. Ia mengemukakan, dalam tahun itu MPR hasil pemilu telah melaksanakan tugas dan wewenang pokoknya secara tertib dan konstitusionil : membuat GBHN dan mengangkat Presiden seta Wakil Presiden.

Dan pelaksanaan kehidupan bertentangan berdasar kon ketatanegaraan berdasar kon ketatanegaraan berdasar konstitusi tampak pula dari terbentuknya DPR, BPK, dan Mahkamah Agung Soeharto menyatakan, tata kehidupan konstitusionil harus dibina terus, dan setiap usaha mengingkarinya harus dihadapi secara berani. “Sekali saja kehidupan konstitusionil ini diabaikan, maka berarti kita telah mulai menggali sendiri lobang bagi kehancuran kehidupan bangsa dan negara kita di masa datang”, katanya.

Ia memperingatkan, sekalipun keamanan terus membaik, tapi tidak boleh lengah terhadap bahwa sisa2 G-30-S/PKI.

“Apabila saya mengingatkan kewaspadaan ini, saya tidaklah mengada-ada. Peristiwa Bandung bulan Agustus merupakan bukti. Karena itu saya ajak seluruh masyarakat untuk menahan diri. Jangan berbuat atau bersikap yang dapat memperuncing ketegangan dalam bidang politik ekonomi maupun sosial”, kata Soeharto. (DTS)

SUMBER: KOMPAS (02/01/1974)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 390-393.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.