PIDATO PRESIDEN DI DEPAN SU-PBB DAN TRADISI KEPEMIMPINAN INDONESIA
Jakarta, Pelita
PRESIDEN Soeharto dijadwalkan akan menyampaikan pidato di depan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, 24 September. Presiden akan berbicara dalam kedudukannya sebagai Ketua Gerakan Non Blok.
GNB baru saja menyelesaikan KTT X di Jakarta, karena itu pidato di forum SU-PBB tersebut akan menjadi sarana untuk menyampaikan berbagai pendirian GNB sebagaimana telah ditekadkan dalam pertemuan puncak Gerakan itu.
Dengan demikian kehadiran Presiden Soeharto di sana akan berarti sebagai langkah-langkah awal dari u saha untuk melaksanakan hasil-hasil KTT Jakarta. Kegiatan ini merupakan bagian dari keseriusan usaha Indonesia untuk menjalankan amanat KTT.
Keseriusan, inilah istilah yang rasanya tepat untuk: melihat berbagai langkah yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam menindak lanjuti KTT yang berlangsung 1-6 September lalu.
Keseriusan itu antara lain ditunjukkan melalui penugasan Presiden kepada beberapa menteri maupun tokoh untuk: menjabarkan hasil-hasil KTT agar lebih bersifat operasional. Presiden juga telah menetapkan Sekretaris Jenderal KTT Nana Sutresna sebagai Duta Besar Keliling untuk: Gerakan Non Blok.
Semua yang dipersiapkan oleh Indonesia pasca KIT merupakan isyarat, bahwa Jakarta benar-benar menginginkan agar GNB dalam tahun-tahun mendatang dapat ikut memberi warna dalam percaturan internasional. Indonesia sebagai Ketua GNB tidak ingin keadaan dimana GNB hanya pandai menghasilkan rumusan resolusi, tetapi tidak pernah mampu melaksanakannya, terulang kembali. Ketua GNB tidak lagi mau mendengar keluhan bahwa GNB hanya berbunyi di saat ada KTT, tetapi setelah itu tidak ada apa-apanya.
Dengan demikian pidato Presiden Soeharto, selaku Ketua GNB nanti akan menyampaikan apa yang menjadi kesepakatan di Jakarta. Kesempatan tersebut tentu akan menjadi menarik. Bagaimana tidak menarik, karena apa yang disampaikan Pak Harto di forum PBB itu antara lain adalah suara GNB yang menggugat PBB itu sendiri.
GNB dalam KTT Jakarta secara nyaring telah mempersoalkan berbagai ketimpangan dunia. Ketimpangan antara Utara dan Selatan. Ketimpangan antara negara kaya dantniskin. ltu saja, kalau digelar kembali di PBB, dengan pendengar yang antara lain juga terdiri dari negara-negara Utara, pasti akan melahirkan suasana yang sangat menarik.
Presiden Soeharto, dengan demikian akan berdiri di mimbar sebagai juru bicara dari negara-negara berkembang. Negara-negara Selatan yang dewasa ini masih merasakan ketidakadilan dan ketidakberdayaan di bidang politik, ekonomi, sosial dan militer sebagai akibat dari berbagai kebijakan negara-negara maju di Utara.
Di mimbar PBB itu pula Presiden Soeharto akan menyampaikan isi “The Jakarta Message” yang antara lain menghendaki adanya demokratisasi, revitalisasi, dan restrukturisasi PBB.
Tidak bisa dipungkiri, aspirasi GNB untuk melakukan demokratisasi, revitalisasi dan restrukturisasi PBB adalah merupakan gugatan langsung atas tidak demokratik serta kurang efektifnya organisasi dunia itu.
Diantara sebabnya adalah oleh karena struktur organisasi PBB dalam dirinya mengandung elemen yang membuat organisasi tersebut tidak mencerminkan keinginan masyarakat dunia, tetapi sebaliknya lebih sering menjadi wahana dari tindakan ademokratik dari sementara negara-negara kuat.
Struktur PBB yang antara lain mempunyai Dewan Keamanan PBB yang memiliki anggota tetap dengan hak vetonya, selama inimenjadi biang keladi dari impotensinya organisasi dunia ini dalam menegakkan cita-citanya sendiri. Kasus bagaimana PBB tidak mampu berbuat apa-apa terhadap Israel yang menolak dilaksanakannya berbagai resolusi, adalah salah satu contoh.
D sisi lain, struktur PBB itu juga melahirkan tindakan sewenang-wenang dari sementara anggota DKK-PBB yang sering mengatasnamakan PBB untuk kepentingannya sendiri. Tindakan AS-Inggris-Perancis di Irak Selatan adalah contoh bagaimana sementara anggota DK-PBB telah bertindak dengan pertimbangannya sendiri, sambil melakukan klaim sebagai pelaksana mandat PBB.
GNB menginginkan struktur PBB yang seperti itu diubah. Lalu lahirlah keinginan untuk melakukan demokratisasi, revitalisasi dan restrukturisasi organisasi dunia itu.
Di New York, Presiden Soeharto akan berpidato untuk menyuarakan itu semua. Kita bangsa Indonesia merasa bangga, karena Presiden kita akan menyuarakan aspirasi bangsa-bangsa baru yang ingin mengubah nasibnya.
Kita percaya, inilah peran terhormat yang memang merupakan tradisi kepemimpinan dan kepeloporan Indonesia sejak lama. Dan oleh karena itu, rakyat Indonesia akan menyertai perjalanan Pak Harto dengan dukungan dan doa.
Sumber : PELITA (11/09/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 194-196.