PIDATO PRESIDEN PADA KTT KE-6 OKI: MINORITAS ISLAM MASIH MERASAKAN DISKRIMINASI
Dakar, Pelita
Presiden Soeharto dalam pidatonya pada acara perdebatan umum Konferensi Tingkat Tinggi ke-6 Organisasi Konferensi Islam di Dakar, Senegal, Selasa 10/ 12 kemarin mengingatkan, OKI selalu mencurahkan perhatian khusus terhadap masalah perlindungan hak, kebebasan, dan martabat minoritas Islam yang menetap di negara bukan anggota. Namun, tidak adanya toleransi dan terus berlangsungnya diskriminasi atas dasar perbedaan agama masih juga terjadi di mana-mana.
“Karena itu, menjadi tangungjawab moral kita bersama untuk menegakkan kebebasan melakukan ibadah, hak hak sosial dan budaya kaurn minoritas Islam serta melindungi tempat ternpat ibadah mereka di bawah naungan undang-undang dan hukum di negara-negara tempat mereka menetap dan berkewarganegaraan. Dalam kaitan ini kami menyambut inisiatif Arab Saudi untuk menyelenggarakan konferensi internasional di Mekkah tentang masyarakat dan minoritas islam,” ujar Presiden Soeharto, seperti dilaporkan wartawan Pelita H. Azkarmin Zaini dari Dakar semalam.
Tawaran Indonesia
Pada bagian lain pidatonya, Presiden Soeharto menawarkan kesediaan Indonesia untuk berbagi pengalaman dalam bidang pertanian, khususnya produksi pangan, dengan negara-negara OKI yang masih mengimpor pangan.
“Delegasi Indonesia akan menyambut segala inisiatif untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang ini. Indonesia merasa beruntung bahwa sejak tahun 1984 telah dapat mencapai swasembada beras bagi 180 juta penduduknya. Dalam kaitan ini kami telah memiliki berbagai pengalaman dalam mengembangkankan pengalaman metode produksi beras. Kami akan dengan senang hati memberikan pengalaman kami itu kepada sesama anggota OKI lainnya”.
Selanjutnya diungkapkan, Indonesia bersama dengan Universitas Al-Azhar Kairo pada 19-24 Pebruari 1990 telah mengadakan Kongres Internasional tentang Islam dan Kebijaksanaan Kependudukan, di Lhok Seumawe, Aceh, dengan sukses. “Dalam konferensi itu telah diterima Deklarasi Aceh. Alangkah baiknya apabila dalam KIT OKl sekarang ini Deklarasi Aceh dapat disahkan sebagai dokumen resmi keijasama antar-negara anggota OKl dalam bidang kependudukan dan keluarga berencana.”
Sebagai tindak lanjut Deklarasi Aceh, demikian Kepala Negara, pada akhir 1990 Indonesia telah menyelenggarakan lokakarya tentang Keluarga Berencana, Menurut pendekatan dan tuntunan Islam. Lokakarya tersebut telah menghasilkan buku panduan untuk menyelenggarakan keluarga berencana di lingkungan masyarakat muslim.
“Kiranya KTT OKl sekarang ini dapat memberikan rekomendasi kepada para anggota OKl untuk mempergunakan buku panduan tersebut dalam penyelenggaraan program dan kegiatan keluarga berencana eli masing-masing negara anggota.”
Selain itu, Presiden Soeharto juga menyatakan kesiapan Indonesia untuk menyeeliakan Pusat Latihan Telekomunikasi di Bandung sebagai fasilitas latihan bagi negara-negara anggota OKl, sebagai bagian dari Kerjasama Teknik Antar negara-negara Berkembang.
Merosot Lagi
Sebelumnya, Presiden Soeharto mengutarakan, perkembangan dunia dibidang ekonorni merasa sangat lamban dengan keadaan tak menentu sebagai ciri utamanya. Sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa “dividen perdamaian” (peace dividend) telah terwujud, apalagi menyumbang pada pertumbuhan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan antara Utara-Selatan.
Meskipun negara-negara maju telah mengulangi janjinya untuk menciptakan suasana ekonorni yang menguntungkan, pertumbuhan ekonomi dunia merosot dari 3,2 persen menjadi 1,8 persen tahun lalu, dan diperkirakan akan menurun lagi sampai 0,7 persen tahun ini kita membuang-buang waktu dalam melaksanakan kerjasama Selatan-Selatan berdasarkan kemandirian dan kenyataan praktis.”
Dalam hubungan ini Kepala Negara menyarankan untuk menggali dan meningkatkan semua sarana dan kerjasama melalui perangkat Komite Tetap untuk Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan (COMSEC). Juga mendukung upaya untuk meninjau kembali dan menyesuaikan Rencana Aksi OKI agar COMSEC mengusahakan perumusan dan pelaksanaan strategi dalam kerangka perencanaan, sejalan dengan perubahan tatanan ekonomi internasional baru.
Selain itu, meningkatkan dan memperbarui kerja sama dalam badan-badan OKI yang telah ada, misalnya Bank Pembangunan Islam. Jaringan kerja sama informasi perdagangan di antara negara-negara Islam (TINIC) hendaknya dijadikan sarana untuk meningkatkan perdagangan.
Kecongkakan Israel
Tentang perkembangan politik dunia di berbagai kawasan, Presiden Soeharto dalam pidatonya sepanjang 37 halaman memberi porsi paling besar pada masalah Timur Tengah. “Di tengah-tengah terjadinya transformasi positif dalam percaturan politik intemasional dan penyelesaian damai berbagai konflik regional, kawasan Timur tengah secara keseluruhan masih tetap merupakan ajang sengketa, kegoyahan , dan ketidak-amanan ,”ujarnya.
Dikatakan, kegetiran di wilayah-wilayah pendudukan Israel menuntut seluruh umat Islam untuk mengakhiri penindasan Israel terhadap Bangsa Arab. Peristiwa-peristiwa tahun lalu telah menunjukkan betapa Israel berkeras mempertahankan politik ekspansi dan agresinya, tanpa mengindahkan keamanan dunia.
“Tindakan Israel yang membiarkan kaum imigran Yahudi bermukim di wilayah yang didudukinya, merupakan langkah sombong yang dapat berakibat sangat buruk. Israel malahan menempuh sikap lebih keras, yang memperkuat kecurigaan terhadap niatnya untuk terus menduduki wilayah-wilayah Arab.
Semuanya tadi mengakibatkan prospek penyelesaian damai konflik Timur Tengah dan masalah Palestina tetap gelap,” ujar Presiden, yang menyatakan Indonesia menyambut baik berlangsungnya Konferensi Madrid yang diprakarsai bersama AS dan Uni Soviet.
Dikatakan, kita mungkin telah mencapai titik balik yang penting dalam proses konferensi damai Madrid. “Tanpa mempertimbangkan kecongkakan Israel dalam penentuan corak dan susunan delegasi Palestina, sudah jelas bahwa konferensi damai Madrid merupakan peristiwa penting bersejarah. Setelah berkorban dan berjuang bertahun-tahun rakyat Palestina diakui dan diterima sebagai suatu bangsa yang telah mencanangkan landasan kokoh bagi pelaksanaan kedaulatan mereka atas negara Palestina yang merdeka,”ujar Presiden.
Persatuan dan Solidaritas
Pada bagian lain pidatonya, Presiden Soeharto mengupas perkembangan politik di berbagai bagian dunia. Di Eropa,runtuhnya komunisme dan berlangsungnya proses integrasi mulai menunjukkan wajah baru yang akan menimbulkan pengaruh besar bagi dunia.
Di Afrika dan Asia terjadi perkembangan-perkembangan yang membesarkan hati, khususnya di negara-negara Islam atau negara-negara yang sebagian besar masyarakatnya beragama Islam.
Dikatakan, kemerdekaan Namibia telah memberi dampak positif terhadap situasi di Afrika Selatan, hapusnya sendi-sendi legislatif apartheid, dan mendorong disiapkannya konstitusi yang baru.
“Negara-negara Islam telah memainkan peranan utama dalam menengahi perselisihan antara berbagai kelompok Somalia, dalam rangka memulihkan perdamaian di kawasan Tanduk Afrika. Demikian pula, tercapainya perdamaian di Ethiopia telah membuka pintu ke arah rekonsilisasi nasional dan pembangunan di negara tersebut. Perkembangan menggembirakan telah pula dicapai dalam upaya mencari penyelesaian terhadap masalah Sahara Barat.”
Presiden Soeharto selanjutnya menyatakan lega dengan telah berakhirnya perang Iran-Irak, penyatuan kembali kedua Yaman secara damai, dan tercapainya Persetujuan Thaif yang telah memulihkan keadaan dan ketenangan serta memperkokoh wibawa pemerintah pusat di Lebanon.
“Yang paling disyukuri umat Islam adalah berakhirnya Perang Teluk sebagai akibat invasi Irak terhadap Kuwait,” ujar Kepala Negara.
“Sekarang kita hams memusatkan perhatian pada pembinaan persatuan dan solidaritas umat Islam dalam menghadapi berbagai masalah dan akibat-akibat perang termasuk aspek-aspek kemanusiaannya. Telah tiba waktunya bagi kita untuk menyembuhkan luka-luka perang mengesampingkan permusuhan dan rasa sating tak percaya serta mengerahkan segala upaya untuk membina kembali kemkunan sesuai dengan semangat ukhuwah Islamiyah,” demikian Presiden Soeharto. (SA)
Sumber : PELITA (11/12/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 365-368.