PRESIDEN: AGAMA DAPAT SADARKAN RAKYAT AKAN PENTINGNYA DISIPLIN Peringatan Nuzulul Qur’an

PRESIDEN: AGAMA DAPAT SADARKAN RAKYAT AKAN PENTINGNYA DISIPLIN Peringatan

  • Nuzulul Qur’an

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto mengemukakan agama dapat berbuat banyak untuk meningkatkan keadaan rakyat tentang pentingnya disiplin dalam kehidupan bersama sebagai bangsa. “Sebab, semua agama mengajarkan hidup berdisiplin dan setiap pemeluk agama dituntut untuk mematuhi norma-norma yang diajarkan agama,” kata Presiden dalam sambutannya pada peringatan Nuzulul Qur’an, di Masjid Istiqlal, Selasa malam.

Kepala Negara mengingatkan, penegakan disiplin nasional dalam kehidupan bangsa Indonesia yang religius sebenamya mempunyai akar-akar yang kuat. Hal ini merupakan tantangan yang harus dijawab oleh para alim ulama, rohaniawan dan semua pemuka agama bangsa Indonesia.

Disiplin nasional, menurut Presiden, merupakan syarat mutlak agar bangsa Indonesia benar-benar mampu memasuki proses tinggal landas dalam pembangunan mulai Repelita VI mendatang.

Presiden mengatakan, pembangunan adalah ikhtiar terencana dan terarah untuk mengadakan perubahan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa. Pembangunan sama sekali bukan tugas suatu kelompok, suatu golongan atau suatu lapisan masyarakat saja. Pembangunan adalah tugas dan kewajiban bangsa Indonesia.

Al Qur’an mengingatkan, Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu umat kecuali umat itu mengadakan perubahan pada diri mereka sendiri. Karena itu Presiden mengajak semua rakyat untuk mempertebal kesadaran tentang tugas, fungsi dan peranan masing-masing dalam membangun bangsa. Semua itu hendaknya dilakukan dalam semangat kebersamaan.

Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk karena terdiri atas berbagai suku dan menganut berbagai agama. Kemajemukan itu adalah kodrat yang harus disyukuri. Al Qur’an sendiri mengingatkan bahwa umat manusia terdiri dari bermacam-macam kelompok. Dan hal itu dimaksudkan justru agar manusia berlomba-}omba dalam kebaikan. Dengan berlomba-lomba berbuat kebaikan itulah manusia akan mencapai kemajuan demi kemajuan, meraih kebahagiaan demi kebahagiaan.

 

Kepentingan Bersama

Presiden mengatakan, dalam kemajemukan bangsa itu, tentu wajar apabila ada perbedaan kepentingan. “Namun kita harus menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok dan kepentingan golongan,” kata Presiden.

Menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok dan golongan tidak berarti bahwa kepentingan kelompok dan golongan itu dihilangkan atau dikalahkan. Sebab, menurut Presiden, kepentingan bersama itu tidak lain adalah terjaminnya hak hidup setiap kelompok dan golongan agama secara penuh.

Undang-undang Dasar dengan tegas menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kebebasan beragama adalah salah satu hak yang paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Presiden mengemukakan, dengan kemerdekaan memeluk agama yang diyakini diharapkan kehidupan beragama di negeri ini benar-benar makin semarak dan sekaligus makin rukun. “Kita mengharapkan seluruh umat beragama berlomba-lomba dalam memajukan bangsa, meningkatkan kualitas kehidupan bangsa,” kata Presiden.

 

Air Laut

Sementara itu, Menteri Agama H Munawir Sjadzali MA dalam sambutannya banyak menyinggung masalah penegakan disiplin. Ia mengatakan, dalam kitab suci Al Quran banyak ditemukan contoh tentang betapa besamya arti dan peranan disiplin bagi keberhasilan dari suatu usaha atau petjuangan besar.

Menurut Munawir, contoh-contoh yang ada dalam AI Qur’an itu memberikan pelajaran yang amat berharga yakni, ternyata hanya orang-orang yang memiliki tingkat disiplin yang tinggi, yang mampu mengendalikan diri dan kuat mengendalikan nafsulah yang akhirnya sanggup menyelesaikan tugas-tugas raksasa. Sebaliknya mereka yang lemah iman, yang mudah goyah oleh godaan dan tarikan kebendaan akan kehilangan daya juang dan semangat pengabdian, dengan akibat akan tertinggal di tengah jalan.

Lebih-lebih, kata Munawir, kalau ketamakan dan kerakusan mereka sedemikian besar, sehingga tidak lagi memperdulikan apakah yang mereka nikmati itu halal atau haram. Mengutip hikayat Kalilah dan Dimnah, Munawir mengatakan, rezeki yang tidak halal itu ibarat air laut. Makin banyak seseorang minum darinya, ia akan merasa makin haus. “Marilah dalam melanjutkan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, kita meneladani contoh-contoh Qurani tersebut,” kata Munawir.

 

Andil

Dr KHO Gajahnata yang menguraikan hikmah Nuzulul Qur’an mengemukakan bahwa agama mempunyai peran yang sangat besar dalam menegakkan disiplin dan kualitas bangsa. Islam, sebagai agama samawi terakhir yang dianut oleh sebagian besar penduduk negeri ini, jelas akan memberikan andil besar dalam mewujudkan cita-cita.

“Upacara peringatan Nuzulul Qur’an dan sejumlah besar program keagamaan lainnya merupakan upaya yang bermakna dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur,” katanya.”

Lektor Kepala Biologi Medik FK Unsri Palembang itu selanjutnya mengemukakan, sikap disiplin yang sangat diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan itu tercakup dalam ajaran AI Quran. AI Quran mengajarkan disiplin yang berarti memperbaiki akhlak dan taqwa.

Disiplin yang dimaksud dalam ajaran Al Quran antara lain: berjalan di bumi dengan rendah hati, senantiasa menebarkan salam, selalu berkomunikasi kepada Tuhan di kala orang lain tidur, menjauhkan diri dari perbuatan yang membawa azab, selalu hemat dalam mengelola keuangan dan tidak kikir, tidak mau menyembah kepada tuhan selain Allah, gemar bertaubat, gemar beramal saleh, tidak suka menjadi saksi palsu, bila diperingatkan dengan ayat-ayat Allah tidak menunjukkan sikap jemu seperti orang tuli dan buta, dan selalu memohon kepada Allah mengenai pasangan dan generasi penerus agar dijadikan teladan bagi orang­ orang yang taqwa.

 

 

Sumber : SUARA KARYA(04/05/1988)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 469-471.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.