PRESIDEN: AGAMA MERUPAKAN URUSAN PRIBADI SESEORANG DENGAN TUHAN

PRESIDEN: AGAMA MERUPAKAN URUSAN PRIBADI SESEORANG DENGAN TUHAN[1]

 

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto mengharapkan agar bangsa Indonesia bersikap arif dalam menghadapi berbagai faham dan kelompok keagamaan yang berkembang dalam masyarakat yang sangat majemuk. Kearifan seperti ini sangatlah diperlukan karena hal ini menyangkut keyakinan batin manusia yang tidak mungkin dicampuri oleh orang lain termasuk negara. “Ia merupakan urusan pribadi Seseorang dengan Tuhan dan dirinya sendiri,” kata Kepala Negara pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di lstana Negara, Sabtu malam.

Presiden menyatakan, pengakuan dan jaminan  terhadap kebebasan beragama, membatasi negara dan pemerintah untuk tidak mencampuri masalah-masalah intern masing-masing agama baik pemahaman, tata cara peribadatan maupun bentuk pelembagaannya. Negara dan pemerintah tidak boleh terlibat dalam masalah-masalah intern agama.

Tuhan juga memerintahkan untuk bersikap adil terhadap penganut agama lain, bahkan Tuhan melarang mencerca sesembahan orang-orang yang masih dalam kemusyrikan. “Sebagai uswatun hasanah, teladan utama, Nabi kita telah memberi contoh bagaimana membangun yang mejemuk, teladan beliau itu harus kita hayati, sebab kita sendiri hidup sebagai bangsa yang sangat majemuk,”kata Presiden.

Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan itu, sehingga tercermin dalam tingkah laku baik sebagai orang seorang maupun sebagai bangsa. Keimanan dan ketaqwaan itu harus dilandasi oleh ketulusan hati. Tanpa ketulusan, yang muncul adalah kemunafikan.

Presiden juga mengingatkan sebagai umat beragama, perlu ternus menerus meningkatkan penghayatan keagamaan, sebab penghayatan keagamaan akan memberikan kekuatan batin untuk menghadapi pernbahan cepat yang terjadi, terutama perubahan tata nilai dalam masyarakat.

Diingatkan kembali, dalam perkembangan dunia sekarang ini, bangsa Indonesia tidak mungkin menghindar dari pengaruh perubahan yang melanda dunia.Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa umat manusia ke tingkat kemajuan. Kemajuan juga membawa akibat samping yang perlu diwaspadai. Banyak hal yang tidak diduga terjadi di luar keinginan, dan hal itu tidak mungkin membendung arus arus perubahan tadi. Menurut Presiden yang dapat dilakukan adalah mengurangi dampak negatif dari perubahan yang sering berlangsung di luar keinginan dan keku asaan dan memperkecil dampaknya bagi kehidupan masyarakat. “Nabi Muhammad SAW yang kita peringati kelahirannya malam ini diutus sebagai muzakir, pemberi ingat, bukan sebagai musafir, pemaksa. Beliau bahkan diingatkan Tuhan untuk bersikap Iemah Iembut agar masyarakat tidak menjauh darinya,” katanya.

Dalam kesempatan itu Presiden mengemukakan, melalui GBHN 1993, MPR mencantumkan keimanan dan ketaqwaan sebagai azas pertama pembangunan nasional. Pencantuman ini, bukan tanpa pertimbangan yang dalam.

Tidak Menentu

Sementara itu,  Menteri  Agama  Tarmizi  Taher  dalam  sambutannya mengemukakan, dalam kehidupan keagamaan, umat beragama di seluruh dunia dewasa ini dihinggapi oleh perasaan tidak menentu, berbaur antara harapan dan kerisauan.

Harapan muncul pada saat disaksikan gejala kebangkitan kembali agama-agama, bukan hanya di negara- negara yang masyarakatnya memelihara semangat keagamaannya, tetapi juga di negara-negara yang selama hampir satu abad terakhir agama dan manif estasi hidup beragama telah dilarang dengan keras.

Dewasa ini dimanapun juga di dunia bukan hanya orang yang sudah berusia tua yang tertarik kembali dengan ajaran agama, tetapi juga mereka yang berusia muda dan remaja. “Kebangkitan agama dewasa ini meru pakan gejala yang hampir tidak terbayangkan seperempat abad lalu, pada saat banyak pemikir dan pengamat khawatir akan kemunduran agama,” ujar Taher. Namun bersamaan dengan tumbuhnya harapan karena kebangkitan kembali

agama-agama, juga timbul kerisauan yang sangat mengingat besarnya tantangan yang harus dijawab dalam menyelamatkan masyarakat dari demikian besarnya masalah yang berasal dari dampak negatif kemajuan umat manusia selama ini. Manusia bagaikan disentakkan dengan keras oleh besarnya kerusakan hidup manusia oleh perkembangan zaman selama ini yang hampir tidak terkendalikan oleh moral dan iman.

Selain kerusakan lingkungan, yang di beberapa negara sudah mencapai tingkat yang amat parah, hidup umat manusia itu sendiri terancam oleh makin meluasnya jaringan penyebaran narkotika, kejahatan terorganisir, aborsi serta penyakit AlDS. Kini manusia telah mulai sadar akan kekhilafannya di masa lampau. Agama dapat dan perlu merangkul kembali umat manusia yang telah makin sadar akan kerusakan dirinya akibat ulahnya sendiri ini dengan menanamkan, menyegarkan, dan memperdalam pemahaman mereka terhadap makna yang tersirat dari ajaran-ajaran llahi yang disampaikan melalui demikian banyak rasul dan nabi.

Agama dan umat beragama juga perlu memperingatkan mereka yang belum mengalami kesengsaraan karena kealpaannya sendiri itu. Namun, agama dan umat beragama tidak perlu bekerja sendiri. Umat beragama, yang agamanya bersifat universal, hidup dalam ikatan negara kebangsaan, yang juga mempunyai keprihatinan yang sama besarnya terhadap kerusakan hidup warga negara itu.

Pemerataan

Drs. H. Abdurrahman Sajoeti, Gubernur Jambi, yang menyampaikan hikmah tauhid mengambil tema pendekatan pemerataan kesejahteraan. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajibannya dalam mewujudkan pembangunan di bumi dan mengentaskan kemiskinan, sebagai manifestasi pembenaran agama.

Kenyataan adanya perbedaan sosial, tidak mengharuskan adanya stratifikasi sosial yang memisahkan dari saling keterkaitan. Bahkan kelompok elit masyarakat, elit politik, elit administrasi, pemerintah, elit ilmuwan dan lain-lain memikul tanggungjawab yang lebih besar ketimbang orang awam dalam berkiprah membangun kemakmuran di bumi dan mengentaskan kemiskinan.

Pemerataan kesejahteraan masyarakat perlu diupayakan antara lain melalui zakat, sedekah, dan infak. Zakat, sedekah dan infak yang diperoleh, diarahkan penggunaannya kepada kegiatan produktif, bukan konsumtif. Ketika Nabi Muhammad memberikan zakat kepada salah seorang mustahik beliau berpesan: Sungguh jika seseorang kamu menggunakan basil zakatnya untuk membeli tali pengikat kayu bakar, lebih baik daripada terus menerus meminta, karena mungkin diberi atau tidaknya.

Hal ini mengisyaratkan bahwa ketergantungan hidup terus menerus kepada belas kasihan mernpakan sikap yang tak terpuji, karena menjadi beban pembangunan. Itulah antara lain masalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai upaya mewujudkan rahmat bagi alam semesta, mewujudkan kepentingan dan kesejahteraan umat.

Ia juga mengemukakan, ketaatan dan kesediaan umat untuk berpartisipasi dengan usaha keras terhadap pembangunan di bawah bimbingan dan dorongan pemerintah menjadi prasyarat utama dalam mencapai keberhasilan yang lebih besar di masa mendatang.

“Dari uraian ini jelas, perang melawan kemiskinan,kebodohan, keterbelakangan, dan ketertinggalan bukan saja menjadi kewajiban konstitusional, tetapi juga lebih dari itu adalah kewajiban agama.”

Karena itu pula, peningkatan peran serta seluruh lapisan masyarakat utamanya generasi muda dalam pembangunan bagi bangsa Indonesia harus diartikan sebagai peningkatan amal perbuatan, baik yang tergolong sunnah (diutamakan), mustahab (diharapkan), dan mandub (dianjurkan). Peningkatan alam perbuatan itu tidak lain dalam kerangka meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan. (A6)

Sumber: SUARAKARYA( 31/08/1993)

______________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 696-699.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.