PRESIDEN AJAK MASYARAKAT LANJUTKAN PEMBANGUNAN DENGAN SIKAP REALISTIS

PRESIDEN AJAK MASYARAKAT LANJUTKAN PEMBANGUNAN DENGAN SIKAP REALISTIS [1]

Jakarta, Kompas

MESKIPUN merasa cukup optimis, tapi Presiden  Soeharto mengajak luruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama melanjutkan pembangunan ini dalam tahun 1993 dengan sikap realistis sehingga tidak terjebak dalam harapan yang muluk-muluk.

“Harapan muluk-muluk yang tidak akan menjadi kenyataan akan berakhir dengan kekecewaan dan keputusasaan. Bangsa yang berputus asa tidak mungkin dapat membangun, “tegas Kepala Negara.

Dalam pidato akhir tahun 1992-nya hari Kamis malam (31/12) sekaligus menyongsong tahun 1993 yang disiarkan secara nasional melalui TVRI itu, Kepala Negara juga berkali-kali mengajak seluruh rakyat untuk terus memperkuat persatuan dan kesatuan serta meningkatkan efisiensi di semua kegiatan sambil meningkatkan disiplin diri untuk menghadapi berbagai tantangan di tahun 1993 ini.

Usaha memperkuat kesatuan dan persatuan, meningkatkan efisiensi itu menurut Kepala Negara, harus dilakukan semua pihak mulai dari kalangan pemerintahan, dunia usaha hingga masyarakat umumnya. Ditegaskan, masa depan yang gemilang hanya akan terwujud jika rakyat mampu memelihara, menguatkan dan mendayagunakan kesatuan dan persatuan di antara mereka.

Cukup Optimis

Melihat keadaan bangsa sampai sekarang dan dengan memperhatikan perkembangan ekonomi dunia yang lebih baik dari tahun 1992, Presiden menegaskan, “Kita cukup mempunyai alasan untuk bersikap optimis hadapi tahun 1993.” Sambil mengajak untuk melihat perkembangan dan pertumbuhan dalam tahun 1992, Kepala Negara mengingatkan, sebagai karya manusia, pembangunan yang dilaksanakan itu tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Namun di lain tidak juga dirasakan membawa kemajuan-kemajuan.

Yang penting, lanjut Presiden adalah agar semua pihak belajar secara bijaksana dari segala kekurangan, kesalahan dan keberhasilan itu. “Kekurangannya kita isi, Kesalahannya kita perbaiki. Keberhasilannya kita mantapkan. Dengan begitu, kesalahannya kita hindari dengan penuh kesadaran, agar tidak terulang kembali dan keberhasilannya kita tingkatkan dengan penuh keyakinan.

“Menurut Presiden, keyakinan diri sebagai bangsa ini sangat penting, karena jalan yang akan ditempuh dalam melanjutkan pembangunan dimasamendatang masih akan panjang, tidak sepi dari tantangan dan hambatan. “Dengan begitu, kita akan melanjutkan pembangunan dengan sikap realistis dan berpengharapan. ” Tanpa sikap realistis, kata Presiden, “Kita akan tetjebak dalam harapan yang muluk-muluk.”

Rasa persatuan dan kesatuan, kata Presiden, juga harus digalang dengan semua bangsa di dunia, karena Indonesia sekarang hidup dalam dunia yang makin menjadi satu. Tidak ada bangsa dan negara yang dapat makmur dan sejahtera jika mengucilkan diri dari pergaulan internasional.

Karena itu pula Presiden menyatakan keprihatinannya atas kesengsaraan di Bosnia-Herzegovina, di daerah-daerah yang diduduki Israel, di Kamboja dan Somalia. Kepala Negara menunjukkan pula perlunya sikap hati-hati dan pandai-pandai memahami kecenderungan perkembangan sejarah umat manusia.

Berdoa Buat MPR

Pada bagian lain Presiden menyerukan kepada segenap bangsa Indonesia untuk berdoa bagi wakil-wakil yang duduk di MPR agar mereka tetap dijernihkan hatinya, dilapangkan dadanya dan diluaskan wawasannya. “Dengan demikian segala yang diputuskannya akan membuat bangsa kita bertambah kukuh serta dapat mengantarkan bangsa dan negara kita menuju era baru yang kita cita-citakan bersama.

“Seman dan harapan itu disampaikan sehubungan dengan keputusan MPR yang akan diambil di masa mendatang ini mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dikatakan, dewasa ini Badan Pekerja MPR sedang menyiapkan rancangan-rancangan keputusan yang akan diambil oleh MPR sebagai Lembaga Negara Tertinggi, penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, pemegang kedaulatan rakyat. Keputusan MPR yang sangat penting adalah mengenai GBHN dan GBHN mendatang akan memberi arah dan menunjukkan sasaran-sasaran strategis bagi bangsa Indonesia dalam kurun waktu 25 tahun mendatang dalam pembangunan jangka panjang tahap kedua (PJPT II).

Kepala negara dalam kesempatan tersebut mengulangi lagi rasa keprihatinan terhadap masyarakat dan keluarga-keluarga di Flores yang masih berada dalam duka karena kehilangan sanak saudaranya dan dalam keadaan kesulitan karena bencana gempa bumi yang dahsyat tanggal 13 November lalu.

Sekali lagi, Presiden menyerukan kepada seluruh kalangan, golongan dan umat semua agama untuk mengulurkan bantuan kepada mereka yang terkena musibah ini, sebagai wujud nyata dari rasa kemanusiaan dan rasa kesetiakawanan bangsa Indonesia. Selanjutnya, atas nama rakyat Indonesia, Presiden menyampaikan rasa terima kasih yang dalam atas ucapan belasungkawa, keprihatinan dan pemberian bantuan dari banyak sekali kepada negara, kepada pemerintahan dan badan-badan internasional.

Setelah memperlihatkan pentingnya Konferensi Tingkat Tinggi ke-10 Gerakan Non Blok bulan September lalu di Jakarta, Presiden menyinggung masalah demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Sebagai bangsa yang dijajah selama lebih dari 350 tahun oleh imperialisme, kata Presiden, Indonesia berhak menyatakan kepada dunia bahwa Indonesia tabu makna demokrasi dan hak-hak asasi manusia itu bahkan meresapi setiap kalimat dari UUD bangsa Indonesia yang lahir dalam perjuangan mencapai kemerdekaan nasional.

Paham mengenai demokrasi dan hak-hak asasi manusia itu berpangkal kesadaran bangsa Indonesia mengenai hakikat manusia sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Paham ini bersumber pada Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab yang diresapi oleh keempat sila lainnya dari Pancasila.

Tetap Waspada

Pada bagian akhir pidatonya, Presiden membeberkan kecerahan perkembangan ekonomi Indonesia. Namun ia juga mengingatkan perlunya kewaspadaan dan tetap berhati-hati.

Dikatakan, disiplin anggaran dan disiplin moneter perlu tetap dijaga. Sektor perbankan dan keuangan pada umumnya harus terus mengkonsolidasi diri, memusatkan perhatian pada pemantapan dan pembenahan ke dalam.

“Kita harus mengembangkan dunia perbankan yang lebih sehat, lebih efisien, lebih dapat dipercaya dan lebih andal, ” tegas Presiden.

Presiden juga menunjukkan, di sektor industri masih perlu ditingkatkan produktivitas, efisien dan daya saing. Sumber-sumber ekonomi biaya tinggi belum dapat dihilangkan selumhnya. “Karena itu kita akan tems dengan konsekuen melanjutkan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi,” kata Presiden.

Dikatakan, kendala dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah tertinggalnya prasarana ekonomi. Di masa datang, kata Presiden masih harus dibangun lebih banyak prasarana  listrik, jalan, pelabuhan  laut dan pelabuhan  udara, telekomunikasi  dan seterusnya. Dana yang eliperlukan untuk meningkatkan prasarana ekonomi itu sangat besar. Oleh karena itu Presiden masih menekankan pada pemberian kesempatan kepada dunia swasta dan masyarakat pada umumnya untuk ikut memikul biaya pembangunannya.

Kecerahan perkembangan ekonomi Indonesia dirinci oleh Presiden dengan produksi sektor pangan yang membesarkan hati. Tahun ini produksi padi, jagung dan kedelai naik dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi pangan ini memberi sumbangan besar bagi stabilitas ekonomi Indonesia. Selain itu di sektor industri, tahun ini banyak cabang industri yang produksinya meningkat. Menurut Presiden, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat membesarkan hati karena tetap berlangsung dalam suasana inflasi terkendali. Tingkat inflasi tahun ini berada di bawah lima persen.

Tingkat inflasi ini adalah yang terendah selama tujuh tahun terakhir. Tingkat inflasi yang cukup rendah ini merupakan sasaran utama dari pengetatan perkreditan yang telah dilakukan selama dua tahun terakhir ini. Suhu perekonomian yang semula terlalu panas, sekarang sudah menurun.

Kepala Negara mengatakan, tingkat inflasi yang cukup rendah berarti mantapnya pemerataan karena stabilnya harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat luas. Pada bagian lain Presiden mengatakan, saat ini cadangan devisa lebih dari 11 milyar dollar AS. “Angka ini membuat perekonomian kita cukup aman, “kata Presiden.

HKBP

Sementara itu Kamis pagi (31/12) Presiden Soeharto menerima Menteri Dalam Negeri Rudini yang datang melaporkan pelantikan Gubernur Sumatera Barat Hasan Basri Durin. Menjawab pertanyaan wartawan usai bertemu Kepala Negara, Mendagri mengatakan, pejabat pemerintah termasuk Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) Sumatera Bagian Utara tidak perlu ikut menyelesaikan kasus percekcokan di dalam gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) karena kasus itu seharusnya diselesaikan secara intern. “Saya sudah minta staf saya untuk menyampaikan sikap ini kepada Bakorstanasda Sumatera Bagian Utara, ” katanya.

Belum lama ini Bakorstanasda Sumut menunjuk pejabat sementara ephorus (pimpinan tertinggi) HKBP. Hal ini menimbulkan reaksi sebagian umat HKBP.

Sumber: KOMPAS (02/01/1993)

___________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 1-4.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.