PRESIDEN :
ANCAMAN BESAR TERHADAP PANCASILA BUKAN BERASAL DARI LUAR
Presiden Soeharto mengingatkan, “ancaman terbesar terhadap Pancasila bukan berasal dari luar, tetapi justru datang diri kita masing-masing, yang tidak konsekuen baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan seusai dengan Pancasila itu sendiri.”
Kepala Negara mengungkapkan hal itu dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora) Abdul Gafur, pada Peringatan Puncak Tritura Ke-22, di Balai Sidang Senayan, Jakarta, Minggu.
Dikatakan bahwa masalah ancaman terhadap Pancasila itu perlu ditekankan, karena para pencetus Tritura 22 tahun yang lalu dewasa ini sudah banyak menduduki posisi penting di masyarakat.
“Dengan posisinya itu maka masyarakat dan generasi muda saat ini akan menilai secara kritis, apakah para pencetus Tritura itu dalam pikiran, perkataan dan perbuatannya tetap sesuai dengan apa yang diperjuangkan 22 tahun yang lalu,” katanya.
Presiden Soeharto menekankan bahwa melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bangsa bukan pekerjaan yang mudah, dan tidak semudah dari sekedar mengucapkannya bahkan menghancurkannya.
Untuk melestarikannya perlu penghayatan dan pengamalan secara konsekuen, yang dimulai dari diri setiap bangsa Indonesia, khususnya diri setiap generasi bangsa Indonesia sebagai calon pemimpin di masa mendatang.
Tidak Boleh
Presiden Soeharto dalam kesempatan itu menek:ankan bahwa Tritura yang dicetuskan 22 tahun yang lalu itu tidak boleh dipahami terbatas pada rumusannya yang tersurat saja.
Tritura, kata Kepala Negara, merupakan cetusan hati nurani rakyat Indonesia yang merasakan kegetiran yang mencekam, ketika melihat idiologi nasional diselewengkan, untuk ditampilkan menurut kerangka pikir idiologi asing, yang bertentangan dengan falsafah hidup serta kepribadian bangsa Indonesia.
Untuk itu Presiden Soeharto menyerukan kepada seluruh bangsa Indonesia utamanya generasi mudanya, agar merenungkan, menghayati dan mengamalkan Pancasila secara seutuhnya sesuai dengan ketiga tuntutan rakyat tersebut.
Dikatakan bahwa pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia juga bukan sekedar membangun, tetapi memiliki cita-cita yang luhur yaitu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UndangUdang Dasar 1945.
“Kita bisa membangun karena kita bersatu, dan kita bersatu karena kita memiliki idiologi yang sama yaitu Pancasila, danPancasila itu sendiri bangsa khususnya generasi muda,” Kata Presiden.
Fahami Makna
Menteri Muda Sekretaris Kabinet, Drs Moerdiono, selaku Penasehat Yayasan Pembangunan Pemuda Indonesia, dalam sambutannya minta agar peringatan Tritura bukan sekedar hura-hura, tetapi harus digunakan untuk mamahami makna dari ke tiga tuntutan rakyat tersebut.
Secara luas Menmud Sekkab menjelaskan mengenai Tritura dilihat dari aspek politik, idiologi dan ekonomi, karena ketiga tuntutan rakyat itu pada hakekatnya adalah berisikan tuntutan mengenai pelurusan politik, idiologi dan perbaikan ekonomi.
Khusus menyangkut segi perekonomian, dikatakan meskipun menghadapi berbagai tantangan berat tetapi bangsa Indonesia sudah berhasil mencapai banyak kemajuan, untuk lebih dirnantapkan lagi di masa-masa mendatang.
Dikatakan bangsa Indonesia masih memiliki waktu lima tahun lagi untuk merangkum hasil dari program pembangunan jangka panjang, guna dirnantapkan untuk dapat tinggal landas pada Pelita VI mendatang.
Mawas Diri
Sementara itu Ketua Umum DPP KNPI, Didiet Haryadi, minta agar generasi muda lebih mawas diri dan merenungkan apa yang telah generasi diperbuat dan dilakukan bagi pembangunan bangsanya selama ini.
Dikatakan bangsa Indonesia yang sedang membangun memerlukan buah pikiran dan hasil karya generasi muda sebagai calon pemimpin dimasa mendatang, agar cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secepatnya menjadi kenyataan.
Dalam Peringatan Puncak Tritura ke 22 itu juga dibacakan Deklarasi 88 sebagai hasil dari Saresehan Eksponen 66 yang berlangsung di Jakarta tanggal 8 dan 9 Januari lalu.
Peringatan puncak Tritura ke 22 itu selain dihadiri tokoh-tokoh eksponen 66 seperti Menpera Drs. Cosmos Batubara, para pelajar, mahasiswa dan organisasi pemuda lainnya, juga dihadiri oleh perutusan pemuda dari negara sahabat yaitu Brunei Darussalam dan Malaysia. (RA)
…
Jakarta, Antara
Sumber : ANTARA (11/01/1988)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 11-13.