PRESIDEN DAN MUSPIDA DKI
Presiden Soeharto penduduk Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Dari sebab itu ia tidak hanya mengetahui permasalahannya, tetapi juga melihat dan merasakannya langsung setiap hari.
Kita tidak tahu persis dan lengkap, apa saja yang dibicarakan Presiden dengan Muspida DKI Jaya hari Kamis di Bina Graha. Yang kita ketahui dari pembicaraan itu hanyalah yang dikemukakan beberapa anggota Muspida kepada pers, dan yang selanjutnya dimuat di surat kabar.
Kiranya Presiden tidak hanya mengutarakan apa yang diketahuinya mengenai DKI Jaya, tetapi juga yang langsung dirasakannya.
Ditegaskan oleh Presiden perlunya koordinasi dan pembahasan bersama para anggota Muspida dalam menghadapi permasalahan Jakarta. Dan dalam usaha menciptakan keadaan yang tertib serta serasi, masyarakat hendaknya diajak serta, dengan diberi pengertian mengenai permasalahan yang dihadapi. Dengan adanya pengertian ini, akan terbukalah kesediaan berpartisipasi.
Persoalan-persoalan yang dihadapi Jakarta, menurut penilaian Gubernur Soeprapto, saling kait-mengkait. Kita setuju penilaian ini. Masalah becak dan rumahrumah liar misalnya, tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan urbanisasi, yang bersumber dari problema kependudukan dan sosial-ekonomi negara kita.
Penanganan permasalahan itu dengan gegabah, tanpa melihat dimensinya, memang dapat menimbulkan gejolak sosial yang berbahaya. Di lain pihak, keadaannya dapat menjadi lebih parah, lebih sulit diatasi, apabila usaha untuk mencarikan pemecahannya tidak segera dilakukan.
Permasalahannya dibiarkan berlarut-larut. Makin lama dibiarkan, permukiman liar misalnya, akan menimbulkan komplikasi dalam usaha penyelesaiannya. Demikian pula masalah perbecakan.
Karena kompleksnya permasalahan Jakarta itu, kerja sama dan koordinasi antara para anggota Muspida sangat perlu. Dan mereka juga diharapkan cepat tanggap terhadap persoalan yang timbul, mengingat betapa dinamisnya perkembangan, dan betapa cepat suatu situasi menjadi kompleks. Keadaan demikian tidak dapat ditangani hanya dari belakang meja.
Diperlukan pula pengenalan langsung, peninjauan di tempat. Tidak saja supaya problemanya dapat dilihat dengan lebih jelas, tetapi juga supaya manusia-manusianya yang terbelit problema itu pun dapat disadap masukannya.
Lebih lagi, karena penduduk Jakarta sangat heterogen dengan berbagai macam sub kulturnya. Dan setiap pemimpin, setiap pengelola suatu daerah, memang perlu menjalin hubungan, perlu setiap kali berdialog dengan orang-orang yang dipimpinnya, dengan orangorang yang menjadi para warga daerahnya.
Bertemu muka dan berdialog itu tidak saja untuk mendapatkan masukan, tetapi juga untuk menanamkan pengertian mengenai problema yang dihadapi bersama. Dengan demikian partisipasi dapat dibangkitkan.
Tidak saja pengertian dari pihak masyarakat yang kita perlukan untuk membangkitkan partisipasi, tetapi juga kegesitan para pernimpin dan aparatnya untuk menanggapi problema masyarakat. Dan ini termasuk kategori pelayanan.
Jika penyelenggaraan bidang-bidang pelayanan kepada masyarakat kurang baik jalannya, partisipasi masyarakat juga akan sulit dibangkitkan. Mereka mudah menjadi masa bodoh, karena kepentingan mereka pun kurang diperhatikan.
Di sinilah letak pentingnya Pemda DKI Jaya dan aparatnya meningkatkan mutu pelayanannya kepada masyarakat. Demikian pula aparat para anggota Muspida yang lain.
Wakil-wakil rakyat di DPRD-DKI pun diandalkan selalu cepat tanggap terhadap permasalahan dan kepentingan masyarakat. Sebagai wakil-wakil rakyat Jakarta, mereka mestinya memahami seluk-beluk permasalahan Ibu kota dan penduduknya. Mereka pun hendaknya diberi kesempatan dan mampu mengutarakan serta mencarikan pemecahan permasalahan itu.
Memang tidak mudah mengelola Jakarta. Diperlukan pandangan luas dengan penglihatan ke depan, di samping kemampuan berpikir komprehensif, sikap tegas tanpa meninggalkan sama sekali "compassion" terbuka terhadap masukan-masukan dari masyarakat, serta kegesitan bertindak. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (22/01/1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 16-17.