PRESIDEN : EFISIENSI BUKAN HANYA UNTUK KEADAAN SEKARANG
Dip Untuk 4.223 Proyek Diserahkan :
Gerakan efisiensi nasional dalam suasana bidang, tidak hanya harus dilakukan dalam suasana keterbatasannya dana yang dialami sekarang, tetapi juga harus dilanjutkan dan ditingkatkan dalam suasana apapun.
Demikian amanat Presiden Soeharto yang dibacakan oleh 27 Menteri Kabinet Pembangunan IV, pada upacara penyerahan Daftar Isian Proyek (DIP) tahun 1986/1987 dari proyek-proyek pembangunan nasional yang ada di daerah-daerah, kepada Gubernur Kepala Daerah, bertepatan dengan hari Supersemar Selasa.
Nilai DIP yang diserahkan para Menteri keseluruh Indonesia adalah Rp 1,7 triliyun untuk 4223 proyek, masing-masing Rp 1,3 triliyun yang merupakan DIP berstatus daerah dan sisanya Rp 0,4 triliyun untuk DIP Pusat.
Dikatakan oleh Presiden Soeharto, walaupun jumlah-jumlah proyek pembangunan tidak lagi sebanyak tahun kedua Repelita IV dahulu, namun jangan di anggap tidak banyak lagi yang harus dikerjakan.
“Sebagai bangsa yang kuat rasa keagamaannya, maka kenyataan ini kita hadapi dengan penuh ketabahan. Sebagai bangsa pejuang, maka tantangan dan rintangan yang berada di hadapan kita akan dihadapi dengan semangat yang tinggi, demikian pula sebagai bangsa yang ingin maju, cobaan ini kita hadapi dengan sikap yang realistik,” kata Presiden.
Ia juga minta agar bangsa Indonesia pandai-pandai menggunakan sebaikbaiknya, setiap dana, peralatan, waktu, tenaga dan organisasi yang tersedia, dengan hasil yang sebesar besarnya.
“Karena itu, keharusan melakukan efisiensi perlu makin disadari. Dalam zaman kemajuan dunia sekarang dan dimasa yang akan datang, hanya bangsa yang dapat melaksanakan efisiensilah yang akan dapat tampil ke depan dalam pacuan kemajuan masyarakat bangsa di dunia,” tambahnya.
Bukan Ringan
Selanjutnya presiden juga menegaskan, proyek-proyek yang akan dibangun dalam tahun ketiga Repelita IV ini harus dilaksanakan sebaik-baiknya. “Ini bukanlah pekerjaan yang ringan yang boleh kita lakukan dengan sambillalu saja,” ujarnya.
Di samping itu anggaran negara untuk pembangunan daerah dan perkotaan tetap menduduki salah satu anggaran yang tetap besar. Semua itu jelas memerlukan kerja keras dari semuanya, mulai dari pemerintah daerah, aparatur di daerah dan masyarakat pada umumnya.
“Saya perlu mengulangi lagi apa yang telah saya katakan sejak lama, bahwa pembangunan yang kita laksanakan adalah pembangunan dari rakyat dan untuk rakyat. Saya juga beberapa kali mengingatkan, pembangunan bukanlah semata-mata urusan pemerintah belaka. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sendiri saja tidak mencerminkan watak kerakyatan dari pembangunan kita,” kata Presiden Soeharto.
Juga dikemukakan bahwa semua daerah mempunyai potensinya sendiri sendiri dan khas untuk membangun. Dengan prakarsa-prakarsa, dengan kemampuan mengembangkan sikap kreatif dan semangat mandiri, setiap daerah akan dapat mengembangkan sebesar-besarnya potensi yang dimiliki untuk menampilkan karya-karya pembangunan.
“Semua itu bukan pula mustahil,” ujarnya, “sebab bangsa Indonesia telah banyak mempunyai pengalaman bahwa dana Inpres yang digunakan sesuai dengan semangat dan tujuannya, temyata dapat membangkitkan potensipotensi masyarakat yang berlipat ganda dalam membangun daerahnya.
Sektor Tersebar
Dari DIP-DIP yang diserukan oleh para Menteri itu, temyata sektor pendidikan merupakan sektor yang paling besar dalam memperoleh dana APBN 1986/1937 yakni Rp 1.145 milyar.
Selanjutnya, sektor pertanian mendapat dana Rp 1.105,5 milyar. Sektor perhubungan dan pariwisata Rp 1.063 milyar dan pertambangan serta energi Rp 1.036,6 milyar.
Satu-satunya proyek yang tidak mengalami penurunan APBN yaitu proyek Inpres dan proyek pembangunan di daerah, terutama pedesaan yang secara keseluruhan berjumlah Rp 1.315,2 milyar.
Kemudian, dari nilai Rp 1,7 triliyun itu, Menteri Keuangan menyerahkan 158 DIP senilai Rp 30,59 milyar kepada Yogyakarta, yang antara lain untuk Depdikbud diberikan DIP terbesar yakni Rp 12,8milyar, untuk membiayai 12 proyek. (RA).
…
Jakarta, Merdeka
Sumber : MERDEKA (13/03/1986)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 475-477.