PRESIDEN SOEHARTO : PENGUSAHA INDONESIA KURANG ULET CARl PASARAN
Presiden Soeharto menilai para pengusaha Indonesia kurang ulet dalam mencari pasaran di luar negeri. Kesimpulan Kepala Negara itu disampaikan kepada Pimpinan DPA (Dewan Pertimbangan Agung) di Bina Graha Selasa kemarin dari hasil pembicaraannya dengan Raja Hussein dari Yordania pekan lalu.
Dalam pembicaraan itu, kata Ketua DPA M. Panggabean menjelaskan, Raja Hussein mengatakan bahwa Indonesia pernah mengimpor dari Yordania sebanyak 5.000 ton pupuk phospal, dan Yordania sebetulnya sering meminta, apa yang mereka bisa beli dari Indonesia.
“Tetapi rupanya pengusaha-pengusaha kita tidak begitu tertarik pikirannya untuk berkunjung dan mengadakan hubungan dengan pengusaha dan pemerintah Yordania.”
“Padahal menurut Bapak Presiden,” kata Panggabean. “dari hasil pembicaraannya dengan Raja Yordania itu, rupanya Yordania sangat membutuhkan teh, tekstil, kopi dan bahkan pakaian seragam angkatan bersenjata-nya. Sampai-sampai kepada plywood dan bahkan beras.” Mengenai beras, menurut Panggabean, Presiden Soeharto menyatakan akan dipertimbangkan sejauh mana Indonesia bisa mensuplainya.
Kabarnya, Yordania sangat membutuhkan beras sebagai bahan campuran sejenis makanan yang sangat digemari banyak rakyatnya.
Rancangan GBHN 1988-1993
Pimpinan DPA yang terdiri dari Ketua M Panggabean serta para wakil J. Naro, Sapardjo, dan Makmun Murad, ke Bina Graha menyampaikan kepada Presiden naskah Rancangan GBHN 1988-1993.
“Tentu menjadi harapan Dewan agar naskah rancangan ini dapat bermanfaat dalam membantu Bapak Presiden menyusun prasarana Rancangan GBHN,” kata Panggabean.
Presiden Soeharto dalam kesempatan itu kembali menjelaskan bahwa secara konstitusional MPR lah yang seharusnya menetapkan garis-garis besar haluan negara, dan sama sekali bukan menjadi tugas dan wewenang Presiden atau pemerintah.
Tapi sejarah menunjukkan, rupanya MPR belum mempunyai kesempatan secara mendalam untuk menyusun dan merumuskan suatu prasarana Rancangan GBHN. Karena itu Presiden, termasuk pemerintah mengambil prakarsa untuk berusaha membantu MPR.
Tapi bahan yang disampaikan itu tidak mutlak menentukan. Yang akhirnya menentukan adalah rakyat sendiri melalui wakil-wakilnya di Majelis, kata Panggabean.
Kepala Negara mengharapkan agar dalam GBHN yang akan datang sudah dicantumkan gambaran mengenai pola umum jangka panjang ke dua yang akan menjadi landasan pola umum pembangunan lima tahun keenam dan seterusnya.
“Sebab kalau belum lagi diberikan suatu gambaran, sekalipun barangkali masih dalam garis besarnya saja tentu timbul pertanyaan, begitu berakhir Pelita V yang merupakan akhir daripada pola umum jangka panjang yang pertama, apa lanjutannya dan apa pula landasan pola umum pembangunan lima tahun yang ke enam,” sambung ketua ”DPA.
Kunjungan Reagan
Dengan Kepala Negara, pimpinan DPA juga berkonsultasi mengenai rencana kunjungan Presiden AS Ronald Reagan ke Bali akhir April ini sebagai upaya mencari pasukan bagi KTT tujuh negara industri di Tokyo.
Presiden Soeharto dalam kesempatan ini kembali mengingatkan bahwa resesi ekonomi dunia sekarang tidak hanya dirasakan oleh negara-negara berkembang saja, tetapi juga negara-negara maju.
Untuk mengatasinya, negara-negara industri tidak bisa lagi hanya mementingkan diri sendiri. Karena dalam kehidupan dunia sekarang, negara-negara industri dan negara berkembang saling tergantung. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (09/04/1986)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 477-478.