PRESIDEN LANTIK PIMPINAN MA DAN 2 MENTERI: KITA SEMUA HARUS MAWAS DIRI [1]
Jakarta, Sinar Harapan
PRESIDEN SOEHARTO menyebut bahwa kerusuhan2 yang melanda ibukota tepat seminggu yang lalu, antara lain adalah penggunaan yang tidak berhati2 terhadap kebebasan dalam demokrasi. Tapi diingatkan bahwa kejadian itu harus membuat kita semua mawas diri.
Hal itu dikemukakan oleh Kepala Negara ketika melantik Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman dan Menteri Pendidikan & Kebudayaan Selasa pagi di Istana Negara.
Kepala Negara mengatakan mungkin saja kita berbeda pendapat, mengenai sesuatu masalah. Tapi itu harus diselesaikan secara dewasa, harus melalui lembaga perwakilan rakyat atau saluran2 demokrasi yang lain yang tersedia.
“Kita carikan penyelesaiannya melalui musyawarah dan mufakat. Untuk itu kita boleh beradu alasan! Dan bukannya beradu kekuatan!.”
“Karena itu untuk kesekian kalinya, saya mengajak kita semua agar berhati2 dalam menggunakan hak2 demokrasi. Demokrasi bukan hanya kebebasan mengeluarkan suara, sarna sekali bukan pula kebebasan melemparkan dakwaan, kata Kepala Negara.
Demokrasi adalah mengatur diri sendiri agar dapat hidup bermasyarakat secara tertib, Karena itu demokrasi mengandung tanggungjawab . “Tapi penggunaan hak demokrasi yang jelas2 akan mempunyai akibat negatif, yang merusak kehidupan bangsa yang tertib dan aman, jelas menodai arti demokrasi itu sendiri, pasti tidak boleh dibiarkan dan hams dihindari”.
Mawas Diri
Kepala Negara mengatakan demonstrasi minggu yl sebagai penggunaan yang tidak berhati2 terhadap kebebasan dalam demokrasi “menjadi tidak terkendali, langsung atau tidak langsung telah merangsang atau membuka peluang bagai timbulnya kerusuhan2, seperti pengrusakan2, pembakaran2 yangjelas merugikan rakyat”.
Selanjutnya dikatakan terhadap kerusuhan2 itu Pemerintah bertindak tegas, untuk dapat dibenarkan dan harus ditindak tegas. “Siapa yang bersalah harus dimintai tanggungjawabnya berdasarkan hukum”.
”Tetapi juga yang penting”, kata Kepala Negara, Bahwa dengan kejadian itu harus membuat kita semua – tanpa kecuali – mawas diri”. Harus dicegah peristiwa semacam itu tidak terulang lagi, termasuk meniadakan sebab musababnya”. Harus menahan diri agar kekerasan atau kerusuhan tidak menjadi kebiasaan, kata Kepala Negara.
Kepala Negara selanjutnya mengatakan demi tanggung jawab Pemerintah mengambil segala kebijaksanaan yg diperlukan untuk menjamin kehidupan bangsa yang bergairah dan tertib. “Apabila ada kebijaksanaan2 yang terasa keras seperti misalnya larangan demonstrasi, penertiban di kampus universitas dan lembaga pendidikan lain, penertiban pers dan lain2 awal dari matinya demokrasi”. Kebijaksanaan2 ini diambil justru untuk menyelamatkan kehidupan demokrasi yang bebas dan bertanggungjawab dan juta sebagai syarat mutlak berhasilnya Repelita II.
Bukan di Bawah Presiden
Pada permulaan pidatonya Kepala Negara mengingatkan bahwa pengambilan sumpah Ketua dan Wakil Ketua MAyang dilakukan di Istana Negara dan beruntun dengan pengambilan sumpah menteri tidaklah berarti Ketua dan Wakil Ketua MA dibawah Presiden. “Ini perlu saya jelaskan agar tidak timbul pengertian yang salah mengenai hal ini”.
Pelantikan pejabat2 tinggi ini dihadiri oleh Pimpinan lembaga2 tinggi negara, Menteri2 Kabinet Pembangunan dan pejabat2 tinggi militer. Selesai upacara hampir I jam, Presiden Soeharto serta Wakil Presiden Hamengku Buwono meninggalkan Istana Negara menuju Bina Graha untuk memimpin Sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi. (DTS)
SUMBER: SINAR HARAPAN (22/1/1974)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 501-502.