PRESIDEN: MASUKI TAHUN 1989 DENGAN MEMPERTINGGI PRODUKTIVITAS

PRESIDEN: MASUKI TAHUN 1989 DENGAN MEMPERTINGGI PRODUKTIVITAS

 

 

Jakarta, Angkatan Bersenjata

PRESIDEN Soeharto mengajak seluruh masyarakat dalam memasuki tahun 1989 membulatkan tekad bekerja sebaik-baiknya dan dengan tanggung jawab yang sebesar-besamya untuk mempertinggi efisiensi dan produktivitas, untuk meningkatkan disiplin nasional serta untuk mengembangkan dan mempertebal rasa kesetiakawanan sosial.

“Marilah kita masuki tahun 1989 dengan tekad untuk menanggulangi bersama masalah yang akan kita hadapi,” kata Kepala Negara dalam pidato akhir tahun, yang disiarkan melalui TVRI dan RRI, Sabtu malam tanggal 31 Desember 1988.

Presiden menilai dalam tahun 1989 kita masih tetap akan menghadapi berbagai masalah sosial ekonomi yang besar dan tantangan-tantangannya yang berat. Kita memang telah mengambil serangkaian langkah penyesuaian, sehingga struktur ekonomi kita makin sehat dan kuat dengan topangan kekuatan sendiri yang makin luas.

Dengan demikian kita bertambah tangguh dalam meredam berbagai goncangan yang datang dari luar. Namun kita harus siap siaga berjaga-jaga dan waspada, sebab pukulan dan goncangan ekonomi dunia, bila nanti muncul, masih akan terasa berat hati kita.

Kita bersyukur telah tercapai kesepatan OPEC, tapi kita belum dapat memastikan bahwa tingkat harga rata-rata minyak bumi di tahun yang akan datang tidak lebih rendah dari pada tahun 1988. Perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang asing yang kuat di dunia juga masih belum menentu.

Ditahun lalu kita berhasil menganekaragamkan pelbagai sumber penerimaan negara dan devisa negara dalam era pasca minyak.Penerimaan negara ekspor non migas makin besar, melampaui penerimaan negara dan ekspor migas. Tapi pengaruh migas masih besar dalam perekonomian negara kita.

“Setiap satu dolar penurunan harga minyak bumi berakibat besar bagi anggaran negara dan penerimaan devisa,” kata Presiden mengingatkan.

 

Penuh Kewaspadaan

Karena, belum ada jaminan mantapnya harga minyak bumi dan karena belum ada tanda-tanda mantapnya nilai tukar sejumlah mata uang asing yang kuat di dunia, kita harus selalu menjaga anggaran negara dan neraca pembayaran dengan penuh kewaspadaan.

Tahun ini rnempunyai makna khusus bagi perjalanan bangsa dan negara kita.

Diuraikan Presiden beberapa bulan kita akan merampungkan peletakan kerangka landasan pernbangunan. Setelah itu kita sambung dengan pelaksanaan Repelita V yang akan merupakan pemantapan kerangka landasan yang telah kita letakkan dalam Repelita IV.

Repelita V rnenurut Kepala Negara merupakan tahap penutup bagi Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertarna, sekaligus ancang-ancang persiapan era tinggat landas yang menjembatani pelbagai tahap pembangunan berikutnya.

Sehubungan dengan itu kita sudah mernpunyai garnbaran akan dapat menyelesaikan tugas bersarna dalam melaksanakan Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama.

Pembangunan kita khususnya dan semua bangsa umumnya memerlukan suasana yang damai. Harapan perdamaian dikawasan kita nampak lebih terang dengan pendekatan masalah Kamboja. Namun diberbagai bagian dunia lainnya, masih terjadi ketegangan yang tak habis-habisnya terutama di Timur Tengah.

Kita berharap pendekatan ke arah perdamaian akan mernbawa hasil. Sementara itu kita boleh berlega hati karena terdapat saling pendekatan antara negara-negara adi kuasa.

Meskipun mendung perekonornian masih menggantung di akhir tahun lalu, tapi tahun depan mestinya tidak suram dan gelap, karena kita sudah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Bahkan kalau angin segar sempat menghalau awan gelap perekonornian dunia, kita dapat mengaharapkan masa yang cerah.

 

Berhasil

Dalam melaksanakan pembangunan nasional yang harus selalu berlandaskan Pancasila, tahun 1988, kita tinggalkan, dengan rasa lega. Karena setelah dua dasawarsa membangun, ada tanda-tanda yang jelas bahwa kita akan berhasil meletakkan kerangka landasan pembangunan dalam Repelita IV yang akan berakhir beberapa bulan lagi.

Dengan keberhasilan peletakan kerangka landasan di bidang ideologi dan politik, misalnya, maka tingkah laku dan budaya politik lama telah dapat kita gantikan dengan yang baru.

Tingkah laku budaya politik lama, yang didasarkan pada anggapan bahwa politik adalah pembentukan dan pengerahan kekuatan untuk memenangkan diri dalam adu kekuatan, terbukti mengandung benih-benih yang dapat memecah belah, serta menimbulkan ketegangan, pertentangan dan pergolakan bangsa.

Sebaliknya dalam tingkah laku dan budaya politik baru, pengerahan kekuatan sosial politik dapat kita pusatkan untuk bersama-sama memberikan sumbangan sebesar-besarnya bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang sebaik-baiknya, dalam rangka persatuan dan kesatuan dalam suasana kekeluargaan.

Dengan kerangka landasan politik yang kita letakkan, mekanisme kepemirnpinan nasional dapat kita pelihara sesuai dengan aturan-aturan konstitusional, proses regenerasi terns berlangsung secara wajar dan alamiah dalam suasana kekeluargaan secara tertib, teratur, lancar dan penuh pengertian.

Generasi Pembebas dan Generasi Penerus telah bekerja sama bahu membahu dengan penuh rasa tanggung jawab bersama, untuk melangsungkan regenerasi secara baik. Kedua generasi itu berjuang berdampingan karena memiliki konsepsi, persepsi dan pegangan serta tolok ukur yang sama mengenai pembangunan nasional.

Semua itu berhasil dicapai karena kekokohan bangun politik yang kita susun, kemantapan ketahamin nasional yang kita kembangkan dan keberhasilan pembangunan di semua bidang yang kita capai.

“Semua perkembangan dan pertumbuhan bangsa kita yang terjadi di akhir tahun 1988 telah memberikan keyakinan kepada kita bahwa proses peralihan ke tahap pemantapan kerangka landasan serta era tinggal landas, dan proses regenerasi dalam kehidupan bangsa dan negara, akan dapat berlangsung tertib, lancar dan teratur. Keyakinan inilah yang menjadi bekal dan kekuatan kita dalam menyongsong tahun 1989,” kata Presiden Soeharto.

 

Rasa Keprihatinan

Pada bagian lain pidatonya Presiden Soeharto mengatakan menjelang akhir tahun lalu kita diliputi keprihatinan dan kesedihan, karena terjadinya bencana alam yang melanda beberapa wilayah Tanah Air kita, dan beberapa negara lain, yang telah merenggut nyawa manusia dan kerusakan harta benda.

Walaupun keadaan kita masih terbatas, namun panggilan kemanusiaan telah mendorong kita mengulurkan tangan meringankan beban penderitaan bangsa lain dan sebagai ungkapan rasa keprihatinan bangsa Indonesia.

 

 

Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (02/01/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 10-13.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.