PRESIDEN MENILAI TAHUN SILAM

PRESIDEN MENILAI TAHUN SILAM [1]

 

Jakarta, Kompas

Disamping banyak hal yang membesarkan hati, tahun 1972 diwarnai oleh keadaan2 yang membuat kita prihatin, baik apabila kita menilai keadaan di dalam negeri maupun keadaan dunia pada umumnya,” dernikian Presiden Soeharto mengemukakan “neraca2 penilaian” keadaan tahun 1972.

Dalam pidato tutup tahun lewat RRI/TVRI Minggu malam, Kepala Negara menyebut keadaan keamanan dalam negeri, stabilitas nasional dan kemajuan2 usaha pembangunan sebagai “hal2 yang membesarkan hati”.

Tapi ia tetap memperingatkan agar bangsa Indonesia waspada terhadap bahaya sisa2 G30S/PKI, meskipun keadaan dan kekuatan fisik mereka dapat dikatakan “tidak berarti lagi”. Menurut Presiden mereka pasti akan “kehilangan dasar berpijak” manakala pembangunan sekarang mencapai hasil2 semakin baik. Dengan kata lain berhasilnya pembangunan punya arti penting bagi keselamatan Pancasila, khususnya terhadap bahaya2 yang dapat ditimbulkan sisa2 G30S/PKI.

MPR & Pengelompokan Partai2

Menyinggung soal terbentuknya MPR hasil pemilu Presiden menilainya sebagai “kemajuan penting” dalam kehidupan demokrasi dan konstitusi Indonesia. Ia mengharapkan MPR nanti dapat menetapkan Garis2 Besar Haluan Negara yang akan menjamin penerusan pembangunan dewasa ini. “Dan dalam rangka menegakkan kehidupan demokrasi, saya selaku Mandataris akan menyampaikan pertanggung­jawab mengenai pelaksanaan Haluan Negara yang telah ditugaskan MPRS pada saya.”

Menurut Presiden pendirian ini bertolak dari pengertian bahwa hubungan dan pertanggung-jawab diantara Lembaga2 Negara Tertinggi adalah “bersifat kelembagaan.”

Ia mengetengahkan pula, bahwa dalam kehidupan kepartaian, pertumbuhan kelompok2 “Persatuan Pembangunan” dan “Demokrasi Pembangunan” mulai meratakan jalan menuju penyederhanaan kepartaian seperti telah ditetapkan MPRS.

Ia menilai proses pertumbuhan kedua kelompok itu berjalan lambat. Namun pendapat2 lebih lanjut tidak ia berikan.

Kekerasan di Vietnam Bukan Penyelesaian

Menyoroti masalah2 dunia, Presiden berpendapat selama tahun 1972 makin banyak peristiwa2 penting yang mengarah pada perobahan tata-hubungan internasional. Sambil menyebut beberapa contoh seperti kunjungan Nixon ke Peking dan Moskwa, PM Tanaka ke Peking, pendekatan Jerman Barat-Jerman Timur dan Korut-Korsel, Jendral Soeharto berkesimpulan bahwa semuanya menunjukkan kecenderungan kearah “tumbuhnya toleransi” antara negara2 di dunia, khususnya antara negara2 besar.

Tapi Kepala Negara RI itu juga menunjukkan masih berkecamuknya pertentangan dan perang di Asia dan Timur Tengah. “Apabila beberapa bulan yang lalu harapan2 akan perdamaian di Vietnam makin cerah, maka dalam minggu2 terakhir ini perkembangannya kembali mencemaskan,” kata Presiden tanpa menyebut secara tegas gagalnya rencana gencatan senjata di Vietnam dan terputusnya sementara perundingan Paris.

Ia hanya menekankan, jika benar2 perdamaian dan pembangunan masyarakat yang diinginkan, maka semua pihak yang bersangkutan harus berusaha dengan jujur dan kesungguhan kearah itu.

“Usaha dan gerakan2 kekerasan untuk memaksa kehendak terhadap pihak lain, bukan merupakan penyelesaian. Hanya dengan kesadaran, kemauan baik serta kejujuran, pertemuan pendapat dan persetujuan dapat dicapai, dan usaha perdamaian dapat dilaksanakan.”

Ia memuji ASEAN yang terus mengembangkan kerjasama antara negara2 anggauta, dan dengan negara2 tetangga seperti Australia dan Selandia Baru. Dengan menunjuk contoh usaha bangsa2 di Eropa Barat, Presiden mengemukakan, jika bangsa2 di Asia Tenggara khususnya, dan negara2 PasifIk umumnya, dapat mengurus diri sendiri, maka perdamaian dan kemajuan wilayah ini bukan hal yang mustahil. (DTS)

Sumber: KOMPAS (02/01/1973)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 65-66.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.