PRESIDEN MINTA KREDIT BIMAS TIDAK BERSIFAT PEMAKSAAN

PRESIDEN MINTA KREDIT BIMAS TIDAK BERSIFAT PEMAKSAAN

Presiden Soeharto mengingatkan, pemberian kredit kepada para petani dalam rangka Bimas tidak perlu dipaksakan, sebab kalau hal ini dilakukan, kemungkinan yang akan memperoleh kredit Bimas itu bukan petaninya, melainkan orang lain dan lagi pengembalian kreditnya juga akan sulit.

"Kalau petani maupinjam silahkan, tapi kalau tidak, maka tidak usah dipaksa­paksa", demikian petunjuk Presiden Soeharto kepada Gubernur Bengkulu Soeprapto dan Wakilnya Sofjan Jusuf Kamis kemarin di Cendana.

Kepala Daerah Tingkat I Bengkulu itu melaporkan kepada Presiden mengenai perkembangan pelaksanaan pembangunan di daerah Bengkulu termasuk masalah produksi pangan, Bimas serta Inmas.

Memberi keterangan kepada pers selesai pertemuan dengan Presiden, lebih lanjut Gubernur Soeprapto menyatakan, yang penting produksi pangan terus naik.

Kalau perlu setelah Bimas maju, secara lambat laun Bimas itu dikurangi, sehingga akhirnya Bimas itu tidak ada lagi dan yang menonjol adalah Inmas.

Ditangani Serius

Dalam hubungan ini Gubernur Soeprapto menyatakan bahwa pemerintah daerah Bengkulu menangani masalah tunggakan kredit Bimas dengan serius dan dari jumlah tunggakan kredit sebesar Rp. 1 milyar lebih, maka sejak dikeluarkannya Inpres 10 mengenai penagihan kredit itu sampai sekarang tunggakan kredit Bimas didaerah Bengkulu tinggal Rp.750,-juta.

Tugas pengembalian tunggakan kredit Bimas itu seluruhnya di bebankan kepada Kepala Desa atau Lurah. Oleh karena itu tugas seorang Kepala Desa itu sangat kompleks dan luas, sehingga mereka terpaksa membagi mana tugasnya yang harus mendapat prioritas.

Gubernur mungkin bisanya hanya memerintah seolah-olah tugas negara ini semuanya "tumpleg bleg" ditangan lurah, padahal kadang-kadang lurah itu hanya lulusan SD, anggaran belanjanya tidak ada, sedangkan perintah datang bertubi-tubi. Kalau gubernur mengadakan perjalanan ada uang jalannya.

Menurut Soeprapto dalam pelaksanaan Inmas pertanian, kalau perlu kios pengadaan dan penjualan pupuk diperbanyak jumlahnya, sehingga para petani yang sudah mampu membeli pupuk itu bisa mudah memperoleh pupuk.

Cengkeh

Mengenai masalah cengkeh, Gubernur Soeprapto menegaskan kembali anjuran Kepala Negara supaya para petani tidak menjual seluruh produksi cengkehnya dan menjualnya seperlunya saja.

Anjuran ini juga dilaksanakan di Bengkulu, meskipun separuh dari hasil panen cengkeh di Bengkulu sudah terjual.

Panen raya cengkeh tahun ini di Bengkulu diperkirakan mencapai 2000 ton dan untuk melaksanakan panen raya tersebut sekitar 3000 orang tenaga kerja dari daerah Lampung Utara berdatangan ke Bengkulu.

Sayangnya, para petani didaerah Bengkulu itu merupakan petani konsumtif, sebab ketika terjadi panen cengkeb mereka membeli barang-barang yang dijual para pedagang yang datang ke desa-desa.

Para pedagang itu datang dengan truk-truk, seolah-olah "mengiming-imingi" para petani terbadap barang-barang yang dijual itu. Seolah-olah seperti pasar malam saja, tidak saja para penjual dagangan, tapi juga para pedagang soto dan sate ikut masuk ke desa-desa, kata Gubernur Suprapto.

Menghadapi panen raya cengkeh di daerah Bengkulu, pihak KUD memang agak repot karena untuk pembelian cengkeh itu dana yang diperlakukan KUD sekitar Rp.3 milyar, tapi sampai sekarang ini dari Bulog baru didrop Rp.600 juta. Sementara dari PT Kertaniaga sebagai instansi pengumpul cengkeh baru mengedrop dana Rp.1 milyar.

Waktu pelelangan cengkeh, para pembeli cengkeh tidak ada yang mau hadir, karena barganya terlalu tinggi yaitu sekitar Rp. 7500,- per kg dan para pembeli tidak mampu membeli, sebingga akibatnya KUD macet.

Meskipun tidak hadir dalam pelelangan, tapi para pembeli cengkeh itu dapat membeli langsung kepada para petani dengan harga di bawah harga dasar yakni antara Rp. 3000,- sampai Rp. 4000,- per kg.

"Ini sangat menyedihkan, padahal Bengkulu sudah termasuk dalam jangkauan sistim tata niaga cengkeh.

Kalau orang luar membeli cengkeh langsung kepada petani, kan namanya melanggar Kepres no. 8, tapi kalau cengkeh para petani itu tidak bisa dijual, kan kasihan juga kepada para petaninya," kata Gubernur.

Mengenai masalah transmigrasi, Gubernur Soeprapto menyatakan, daerah Bengkulu masih ada tanah yang luas untuk menerima transmigran, karena didaerah itu akan dibangun bendungan yang nantinya akan dapat mengairi persawahan untuk 10.000 KK.

Jumlah transmigran yang ada di daerah Bengkulu sampai Pelita III jumlah 22.500 KK, sedangkan transmigran swakarsa sudah mencapai 50.000 KK.

Dalam pertemuan itu juga dilaporkan mengenai pelaksanaan pembangunan pelabuhan Baai di Bengkulu dimana dibarapkan tahun 1984 pelabuhan itu sudah bisa berfungsi.

Presiden Soeharto telah menyetujui untuk meresmikannya dan sekaligus memberangkatkan kapal pertama dari pelabuban baru itu yang akan mengangkut hasil­hasil bumi daerah Bengkulu. (RA)

Jakarta, Pelita

Sumber : PELITA (16/09/1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 313-315.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.