PRESIDEN PADA HARI ABRI KE 43: BANGSA INDONESIA HARUS BELAJAR DARI PENGALAMAN SEJARAH
Jakarta, Angkatan Bersenjata
PRESIDEN Soeharto menegaskan, Bangsa Indonesia harus mengambil pelajaran sebaik-baiknya dan sebijaksana-bijaksananya dari semua pengalaman sejarah Indonesia masa lampau.
“Kita harus berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah,” tegas Kepala Negara dalam amanatnya pada peringatan Hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta, Rabu kemarin.
Dengan mengatakan yang benar adalah benar, katanya, Bangsa Indonesia akan dapat terus melanjutkan kebenaran itu dengan penuh keyakinan. Sebaliknya, dengan mengatakan yang salah adalah salah maka bangsa Indonesia dapat menghindarkan kesalahan yang sama dengan penuh kesadaran.
“Dengan sikap itu, pelajaran yang kita petik dari sejarah masa lampau akan memberi makna positif bagi kita semua, bukan menjadi beban berkepanjangan,”
demikian Presiden dalam upacara yang menggelarkan sekitar 7.000 prajurit ABRI dengan berbagai persenjataan itu.
Sejarah, menurut Presiden, telah menunjukkan bahwa dengan berpegang teguh kepada Panca Marga, dengan kesetiaan bulat kepada Pancasila, dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, maka ABRI bersama kekuatan Pancasila lainnya berhasil menumpas pemberontakan G 30S/PKI pada akhir tahun 1965.
Sadar akan tanggungjawab sejarah bagi kebahagiaan dan ketentraman rakyat Indonesia di masa datang, ABRI mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk merenungkan ulang seluruh pengalaman sejarah sebelum tahun 1966 dan mengoreksinya.
“Inilah latar belakang lahirnya Orde Baru, yang sejak semula kita perjuangkan secara demokratis dan konstitusional,” ujar Presiden pada acara yang dihadiri Wakil Presiden Sudharmono, para pimpinan lembaga tertinggi/tinggi negara, para menteri kabinet, korps diplomatik, para pejabat sipil dan militer serta warga masyarakat Jakarta.
“Kita semua bertekad agar tragedi nasional yang berpuncak pada pemberontakan G-30-S/PKI itu merupakan pengalaman pahit yang terakhir dab tidak akan terulang kembali sepanjang zaman. Tekad ini harus kita pertebal lagi setiap kali kita memperingati Hari Kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober, yang berlangsung beberapa hari sebelum Hari ABRI,” lanjut Presiden.
Kebulatan tekad tersebut, menurut Kepala Negara, harus diwujudkan dengan mengamalkan Pancasila sebaik-baiknya dan melanjutkan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.
“Sesuai dengan Sapta Marga yang diyakini oleh setiap prajurit ABRI maka hidup dan matinya prajurit ABRI adalah untuk Pancasila,” tegas Presiden.
Bangsa Pejuang
Pada bagian lain Presiden mengamanatkan bahwa ABRI akan tetap menunjukkan dirinya sebagai kekuatan perjuangan terpercaya dalam menjaga keutuhan bangsa dan keamanan negara yang sedang membangun menuju masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila masyarakat yang menjadi cita-cita perjuangan ABRI sejak kelahirannya di tengah-tengah kancah revolusi untuk menegakkan kemerdekaan nasional dulu.
“Sebagai bangsa pejuang kita tidak gentar menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Kita siap berjuang sekuat tenaga untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang kita hadapi dengan semangat tinggi,” kata Kepala Negara.
Presiden yakin kita akan mengatasi segala ujian dan cobaan, karena kita akan terus meningkatkan semangat juang, menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, serta terus memperkokoh kemanunggalan ABRI dan rakyat. Perang kemerdekaan berhasil kita menangkan berkat semangat juang bangsa kita yang tinggi, persatuan bangsa dan kemanunggalan ABRI dan rakyat.
Setiap kali memperingati hari ulang tahunnya, ABRI hendaknya menyegarkan kembali jiwa dan semangat ABRI dan Prajurit ABRI. Dengan penyegaran ini, ABRI akan dapat memberikan jawaban yang setepat-tepatnya terhadap tantangan zaman yang terus bergerak dinamis, dengan tetap setia kepada dasar dan cita-cita perjuangan ABRI, yang tak lain adalah dasar dan cita-cita seluruh rakyat Indonesia .
Menurut Kepala Negara, ABRI memiliki tradisi sebagai prajurit-prajurit ABRI pertama-tama adalah pejuang. Tradisi keprajuritan bangsa kita adalah tradisi keprajuritan yang bersumber pada perjuangan untuk membebaskan tanah air dari cengkeraman penjajah. Karena itu ABRI akan selalu bekerja bahu-membahu dengan kekuatan perjuangan lainnya untuk mencapai kejayaan bangsa Indonesia.
Sebagaimana halnya dengan prajurit professional lainnya, ABRI harus terus meningkatkan profesionalisme militemya agar tidak ketinggalan oleh kemajuan zaman dan dapat melaksanakan tugasnya untuk mempertahankan kedaulatan negara. Namun peningkatan profesionalisme itu sendiri bukanlah tujuan, melainkan sebagai sarana untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai pejuang dengan sebaik-baiknya.“Karena itu dalam zaman apa pun Prajurit ABRI adalah Prajurit Pejuang,” tegas Kepala Negara.
Tugas Penting
Menurut Kepala Negara Hari ABRI kali ini berlangsung dalam suasana bangsa Indonesia baru saja menyelesaikan tugas sangat penting dalam sejarah kehidupannya, yaitu melaksanakan Sidang Umum tujuh bulan lalu.
Sejak lahirnya Orde Baru, Orde Pembangunan di segala bidang, secara teratur dan berkala kita telah menyelenggarakan Sidang Umum sesuai dengan ketentuan UUD ’45. Ini merupakan wujud dari usaha kita semua untuk melaksanakan Pancasila dan UUD ’45 secara mumi dan konsekuen yang menjadi tekad Orde Baru.
Sebagai kekuatan hankam dan kekuatan sospol, ABRI telah memberikan sumbangan yang tidak kecil dalam menyukseskan Sidang Umum MPR lalu.
Sebagai anak rakyat yang selalu manunggal dengan induknya, ABRI akan terus berjuang untuk ikut mengamankan dan menyukseskan pembangunan yang telah diberi arah dalam GBHN.
Presiden mengingatkan kurun waktu lima tahun mendatang merupakan kurun waktu yang sangat menentukan bagi pembangunan bangsa kita. Karena waktu itu kita akan melaksanakan Repelita V, yang merupakan Repelita terakhir dari Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama. Saat itulah kita meletakkan landasan pembangunan yang kuat agar dalam Repelita VI dapat memasuki proses lepas landas dalam Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua.
Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (08/10/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 431-434.