PRESIDEN PADA PERINGATAN NUZULUL QUR’AN: SANGAT DIPERLUKAN, SIKAP OPTIMIS DALAM HADAPI BERBAGAI TANTANGAN
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto mengingatkan, sikap optimis dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan memang sangat diperlukan. Betapapun besarnya tantangan dan hambatan yang dihadapi, hal itu tidak boleh membuat kita semua kehilangan akal dan harapan. Justru adanya tantangan dan hambatan itu hendaknya membuat lebih bekerja keras.
Hal itu diingatkan Kepala Negara dalam sambutannya pada peringatan Nuzulul Qur’an di Mesjid Istiqlal Jakarta, Selasa malam. Dalam memperingati permulaan turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW itu, hadir pula Wapres dan Ny E.N. Sudharmono SH, para menteri dan pejabat lembaga tinggi/tertinggi negara, dubes dan kepala perwakilan negara sahabat, serta ribuan umat Islam dari Jakarta dan sekitamya.
Kepala Negara menegaskan, sejak semula disadari bahwa pembangunan bangsa bukanlah tugas yang ringan. Tantangan yang dihadapi tidak kecil, dan berbagai hambatan harus dilalui.
“Namun semuanya itu tidak pemah membuat kita kecil hati. Sebagai kaum muslimin kita perlu terus-menerus menghayati pesan Al-Qur’an yang melarang kita berputus asa terhadap rahmat Tuhan. la memberikan kabar gembira kepada kita, bahwa di balik kesukaran akan selalu ada kemudahan. Ia mengajarkan kita untuk selalu bersikap optimis,” tambah Presiden .
Menurut Presiden Soeharto, salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah kenyataan bahwa bangsa Indonesia berlomba dengan waktu. Waktu terasa berlalu dengan cepat. Bila tidak bisa menggunakannya dengan tepat. maka akan makin ketinggalan. Bangsa Indonesia akan makin ditinggalkan oleh kemajuan zaman. akan makin tertinggal dari bangsa-bangsa lain yang sudah lebih maju.
“Adalah Al-Quran sendiri yang mengingatkan agar kita menggunakan waktu sebaik-baiknya kalau kita tidak ingin ditimpa kerugian ,” tandasnya.
Memang Al-Quran mengajarkan untuk bekerja keras. Al-Quran mengingatkan bahwa tugas tidak akan pernah selesai. Satu pekerjaan akan selalu diikuti oleh pekerjaan lain. Dengan kata-kata yang jelas, Al-Quran menyadarkan bahwa bila berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan, kita harus bersiap-siap menghadapi pekerjaan baru. Sebagai bangsa yang membangun, kita harus menyadari hal ini, kata Presiden Soeharto.
Kemajemukan
Di bagian lain sambutannya, Kepala Negara mengingatkan pembangunan adalah ikhtiar terencana dan terarah untuk mengadakan perubahan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa. Pembangunan sama sekali bukan tugas suatu kelompok, suatu golongan atau suatu lapisan masyarakat saja. Pembangunan adalah tugas dan kewajiban semua. Pembangunan adalah dari kita semua, oleh kita semua dan untuk kita semua.
Al-Qur’an mengingatkan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu umat kecuali umat itu mengadakan perubahan pada diri mereka sendiri.
Karenanya, demikian Presiden Soeharto, kita semua harus mempertebal kesadaran mengenai tugas, fungsi, dan peranan masing-masing dalam membangun bangsa. Semua itu hendaknya dilakukan dalam semangat kebersamaan. Menurut Kepala Negara, hal ini sangat penting, sebab bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk, terdiri berbagai suku dan agama. Lebih jauh Presiden menilai, kemajemukan adalah kodrat yang disyukuri. Al-Qur’an sendiri mengingatkan bahwa umat manusia itu terdiri berbagai-macam kelompok. Dan hal itu dimaksudkan justru agar manusia berlomba-lomba dalam kebaikan.
Diingatkannya, dalam kemajemukan bangsa itu tentu wajar bila ada perbedaan kepentingan. Namun kepentingan bersama hams ditempatkan di atas kepentingan kelompok dan golongan. Di sinilah, menurut Kepala Negara, terletak artipenting dari penegasan Pancasila adalah satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ditegaskannya, menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok dan golongan tidak berarti bahwa kepentingan kelompok dan golongan itu dihilangkan atau dikalahkan.
“Sebab kepentingan bersama kita itu tidak lain adalah terjaminnya hak hidup setiap kelompok dan golongan agama secara penuh,” tambahnya.
Disiplin Nasional
Dalam peringatan yang berlangsung khidmat dan diliputi suasana keagamaan ini, Kepala Negara sekali lagi menilai pentingnya peningkatan disiplin nasional. “Saya rasa agama dapat berbuat banyak untuk meningkatkan kesadaran kita masing-masing tentang pentingnya disiplin dalam kehidupan bersama kita sebagai bangsa,” tuturnya.
Semua agama mengajarkan hidup yang berdisiplin. Setiap pemeluk agama dituntut mematuhi norma-norma yang diajarkan agama. “Karena itu penegakkan disiplin nasional dalam kehidupan bangsa kita yang religius ini sebenamya mempunyai akar akar yang kuat. Hal ini merupakan tantangan yang hams dijawab oleh para alim ulama, rohaniwan, dan semua pemuka agama ban gsa kita,” tegas Kepala Negara seraya
mengingatkan bahwa disiplin nasional merupak:an syarat mutlak: agar bangsa Indonesia benar- benar mampu memasuki proses tinggallandas dalam pembangunan.
Meneladani Al-Qur’an
Dalam sambutannya, Menteri Agama H Munawir Sjadzali mengatak:an, dalam Al-Quran dapat ditemukan banyak sekali contoh mengenai arti penting dan peranan disiplin. Karenanya, menteri menilai tepat sekali jika umat Islam meneladani disiplin seperti diamanatkan dalam Al-Qur’an.
Sementara dosen Universitas Sriwijaya Palembang. dr KHO. Gajah Nata dalam uraian hikmah Nuzulul Qur’an menggaris bawahi pentingnya disiplin dan kualitas bangsa dalam melaksanakan pembangunan nasional. “Dalam hal ini peranan agama besar sekali, termasuk Islam,” kata Lektor Kepala Biologi Medik Fakultas Kedokteran, Unsri itu.
Sumber : KOMPAS(04/05/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 475-477.