PRESIDEN PADA SEMINAR PERBURUHAN PANCASILA JANGAN MEROSOTKAN MARTABAT MANUSIA SEJAJAR DENGAN MESIN [1]
Jakarta, Sinar Harapan
Buruh perlu mendapat perlindungan agar tidak mendapat perlakuan yang sewenang-wenang oleh perusahaan, sebaiknya ketenangan usaha dari perusahaanpun perlu dijamin dari tuntutan yang tidak masuk akal dari kaum buruh.
Pemilik dan pimpinan perusahaan dan buruh mempunyai tujuan akhir menaikkan produksi yang merupakan jalan utama yang harus kita tempuh agar segera tiba pada tujuan masyarakat yang kita cita-citakan.
Hal itu dikemukakan Presiden Soeharto dalam sambutannya pada pembukaan Seminar Nasional Hubungan Perburuhan berdasarkan Pancasila di Bina Graha Rabu pagi.
Nasib
“Merumuskan tata hubungan antara buruh dan perusahaan berdasarkan Pancasila saya anggap merupakan langkah penting dalam usaha terus menata kembali segala segi kehidupan agar semakin cocok dengan kebutuhan pembangunan”, demikian Presiden.
Banyak yang belum memahami betapa pentingnya hubungan Perburuhan dalam usaha meningkatkan produksi.
“Banyak dibicarakan upaya untuk memperbesar modal, memperbaiki tata-Iaksana dan penyempurnaan teknologi. Tetapi masalah lain yang sangat penting yang umumnya belum digarap dalam hubungan perburuhan adalah nasib jutaan kaum buruh, lebih-lebih karena pada umumnya mereka dalam kedudukan yang lemah, kata Presiden”.
Mesin
Berbicara mengenai nasib buruh pada hakekatnya berbicara mengenai manusia Indonesia yang menjadi pelaku pembangunan dan perbaikan nasibnya merupakan bagian dari tujuan pembangunan itu sendiri.
Karena itu tinjauan terhadap masalah ini tidak dapat hanya diteropong dari sudut produksi semata. Sebab akan dapat memerosotkan martabat manusia sejajar dengan mesin saja.
Hubungan Perburuhan harus ditempatkan dalam kerangka besar strategi dan tujuan pembangunan, yang dalam GBHN dijelaskan bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan membangun seluruh masyarakat Indonesia.
Sesuai dengan UUD ’45 kehidupan perekonomian Indonesia hams berdasarkan demokrasi ekonomi, yang berarti tata-perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam rangka ini harus diusahakan agar dapat ditumbuhkan tanggungjawab bersama dalam berproduksi sehingga hasilnya dapat dirasakan secara adil oleh semua pihak.
“Azas kekeluargaan dan tanggungjawab bersama dalam produksi inilah yang harus tampil dalam hubungan perburuhan berdasarkan Pancasila. Dalam membangun masyarakat berdasarkan Pancasila yang ingin membangun manusia secara utuh dan membangun seluruh masyarakat itu jelas nilai2 kemanusiaan mendapat tempat yang tinggi”.
Untuk ini perlu terus dipupuk sikap dasar bahwa bekerja bukanlah hanya sekedar kemajuan lahiriah, tetapi juga harus dirasakan sebagai gairah dan kepuasan rohaniah.
Bagaimana menempatkan kaum buruh dalam proses produksi sehingga dapat memainkan peranan dan memiliki perasaan serta kesadaran demikian, adalah jawaban utama terhadap hubungan perburuhan berdasarkan Pancasila. Apabila ini dapat diwujudkan, pemogokan yang sering dianggap sebagai senjata kaum buruh yang ampuh, bukan saja tidak perlu digunakan, melainkan malahan tidak cocok, tidak sesuai dengan hubungan perburuhan Pancasila itu sendiri.
Pemogokan sesungguhnya merupakan hasil dari tata perekonomian yang menempatkan buruh semata-mata sebagai faktor produksi semata, lahir dari tata hubungan yang bersifat saling berhadap-hadapan atau konfrontasi antara buruh dan perusahaan karena tidak terdapat kesesuaian pendapat antara keduanya.
Presiden Soeharto selanjutnya menganjurkan agar ajaran Tridharma dapat dijadikan pegangan dalam mengembangkan hubungan yang serasi antara buruh dan perusahaan. Dharma pertama Rumangsa Handuweni yaitu merasa memiliki.
Dharma kedua Melu Hangrungkebi, yaitu lahirnya tanggungjawab bersama untuk mempertahankan, memajukan dan memperkokoh apa yang dirasakan sebagai milik bersama tadi.
Dharma ketiga Mulat Sariro Hangroso Wani yaitu semua pihak berani terus-menerus meneliti diri sendiri sampai berapa jauh telah berbuat untuk mempertahankan dan memajukan milik dan kepentingan bersama tadi.
Dalam pengantamya Menteri Nakertranskop Subroto, para peserta seminar selama 4 hari ini akan berupaya menemukan, membahas dan menggali hubungan antara buruh perusahaan, pemerintah sesuai dengan Pancasila.
Juga akan berusaha menemukan fungsi dari masing-masing pihak di atas.
Seminar akan berlangsung di gedung CSIS diikuti oleh 50 peserta dari unsur buruh, pengusaha, pemerintah dan universitas, dan akan membahas 8 buah kertas kerja. (DTS)
SUMBER: SINAR HARAPAN (04/12/1974)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 527-529.