PRESIDEN: PENDIDIKAN AGAMA, PMP JANGAN SALING MENIADAKAN[1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto menegaskan pendidikan agama dan pendidikan moral Pancasila (PMP) harus berlangsung secara serasi dan saling melengkapi, dan bukannya justru saling meniadakan. “Sungguh akan sangat besar bahayanya apabila kedua duanya justru saling meniadakan satu sama lain,” kata Presiden di Mesjid Istiqlal Jakarta, Kamis malam pada acara peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Pada acata yang dihadiri pula Wakil Presiden Try Sutrisno dan Menteri Agama Tarmizi Taher serta belasan ribu muslirnin dan muslirnat, Kepala Negara menyebutkan pula “jangan sampai yang satu mengajarkan sikap toleran, sedangkan yang lain mengajarkan fanatisme.” Diingatkan pula, pengajaran kedua hal itu tidak boleh saling bertentangan sehingga yang satu mengajarkan semangat kebersamaan, sedangkan yang lainnya mengajarkan pementingan golongan sendiri. Kepada ummat Islam di tanah air serta bangsa Indonesia pada umumnya, Presiden mengatakan, jika pendidikan agama dan pendidikan moral Pancasila saling bertentangan maka hal itu bukan saja akan menimbulkan konflik batin pada anak-anak tapi juga konflik sosial. Ketika menekankan arti penting pendidikan, dengan tegas Kepala Negara menyatakan bahwa pendidikan memang sangat penting, terutama di tengah-tengah hiruk pikuknya pembangunan.
“Dunia pendidikan memang harus mampu menyiapkan insan-insan pembangunan yang merniliki kecerdasan dan keterampilan. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa kita juga memerlukan insan-insan berakhlak dan beradab, insan yang berkepribadian,” tegas Presiden.
Karena itulah, Presiden kemudian berkata :”Saya mengajak para tokoh agama dan pendidikan kita untuk terus-menerus berpikir dan bekerja demi tetap tercapainya cita-cita pembangunan kita, terciptanya manusia Indonesia seutuhnya.”
Mawas Diri
Kepada setumh ummat Islam, Presiden Soeharto mengajak mereka untuk mawas diri, bertanya pada diri masing-masing apakah mereka sudah memahami ajaran- ajaran agamanya.
“Apakah kita sudah meresapi dan menghayati nilai akhlak yang diajarkan dan diteladankan Nabi Muhammad, anutan dan ikutan kita,”kata Presiden.
Nabi Muhammad sendiri, kata Kepala Negara, menegaskan bahwa ia diutus Allah SWT tidak lain kecuali untuk menyempurnakan keluhuran akhlak manusia.
“Peristiwa Isra Mi’raj Nabi yang kita peringati malam ini justru mengandung berbagai tamsil yang mengingatkan kita untuk selalu memelihara etika dan moral kita sebagai mahluk yang beradab dan berakhlak,”kata Presiden.
Pada kesempatan ini, Kepala Negara mengulangi kembali seruannya agar ummat Islam di tanah air ikut mengatasi berbagai masalah akibat kemajemukan.
“Bukankah AI Quran sendiri mengajarkan bahwa ummat manusia pada hakekatnya adalah ummatan wahidah, ummat yang bersatu? Nabi Muhammad sendiri menegaskan bahwa seluruh umat manusia itu sebenarnya merupakan iyalullah, sebuah keluarga Illahi,” kata Presiden. Diingatkannya, agama perlu terns diresapi agar ummatnya tidak terjerumus ke dalam pandangan, sikap dan tindakan yang berbau rasialisme, nasionalisme sempitdan pementingan golongan sendiri.
Hikmah peristiwa Isra Mi ‘raj disampaikan oleh Kiai Haji Ilyas Ruchiyat, Rois A’am Nadhlatul Ulama yang baru- baru ini menjadi tuan rumah Muktamar NU di Tasikmalaya yang dibuka Presiden dan ditutup Wapres. (T-EU02/B/PU01/19:50/RE2/29/ 12/94 20:47)
Sumber: ANTARA ( 10/01/1995)
_______________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 460-461.