PRESIDEN: PENGUSAHA BESAR PANTAS LAKUKAN PEMBAYARAN KONTAN[1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto mengatakan, para pengusaha besar yang relatif lebih mudah memperoleh kredit seharusnya pantas membayar secara kontan terhadap pemasokan yang dilakukan pengusaha-pengusaha kecil.
Seusai melapor kepada Kepala Negara di Bina Graba, Rabu ten tang keluhan pengusaha kecil, Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Subiakto Tjakrawerdaya mengatakan kepada pers bahwa pembayaran oleh pengusaha besar kepada pengusaha kecil sering dilakukan dua hingga empat bulan setelah barang diserahkan.
Subiakto mengatakan, akibat pembayaran yang tertunda-tunda itu para pengusaha kecil yang menjadi pemasok pengusaha besar harus menanggung bunga bank yang besar sekali.
“Apalagi jika barang itu dijual secara konsinyasi(dititipkan, red). Jika barang itu tidak laku, maka harus dikembalikan kepada pengusaha kecil itu,” kata Subiakto. Karena itu, Menko Indag Hartarto dan para menteri bidang ekonomi terkait dalam waktu dekat akan mengadakan pertemuan untuk membahas berbagai langkah konkret untuk memecahkan kesulitan pengusaha kecil.
Menurut Subiakto, salah satujalan singkat yang bisa dilakukan untuk membantu para pengusaha kecil ini adalah dengan mewajibkan semua BUMN untuk melakukan pembayaran kontan kepada para pemasoknya. “BUMN kan di bawah pembinaan para menteri teknis sehingga Jebih mudah mengatur mereka,” kata Subiakto.
Kesulitan Dana
Ketika ditanya wartawan mengapa para pengusaha qesar termasuk BUMN sering menunda-nunda pembayaran terhadap barang yang mereka peroleh dari pengusaha kecil, Subiakto mengatakan penyebab masalah ini memang belum diketahui. Namun, ia memperkirakan bahwa para pengusaha besar inijuga memperoleh kesulitan keuangan.
Kepada Kepala Negarajuga dilaporkan tentang 120 perusahaan yang sudah menjual saharnnya lewat bursa (go public), namun belum juga mengalihkan sebagian saharnnya kepada koperasi dan pengusaha lemah.
Pengalihan saham oleh pengusaha mampu kepada koperasi ini pertama kali dikemukakan Kepala Negara di Tapos beberapa tahun lalu ketika menerima sejumlah pengusaha besar.
Setelah mendengar laporan tentang masih banyaknya pengusaha yang menjual sebagian sahamnya itu, Kepala Negara minta agar program ini dilanjutkan.
Subiakto juga melaporkan rencana penjualan 80.000 ton cengkeh yang dikuasai Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) kepada PT. Gudang Garam di Jakarta hari Rabu (15/9).
Ia mengatakan nilai penjualan ini sekitar Rp 1 triliun yang hasilnya akan digunakan untuk mengembalikan pinjaman BPPC kepada Bank Indonesia dalam bentuk Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI) sekitar Rp 780 miliar.
Cengkeh milik BPPC hanya akan tinggal150.000 ton lagi dan diharapkan bisa dijual juga kepada pabrik-pabrik rokok lainnya sehingga diharapkan pada tahun 1995, stok BPPC sudah habis, katanya. (T-EU02/EU05/15/09/93 13:13)
Sumber: ANTARA(lS/09/1993)
________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 598-599.