PRESIDEN: PERAN BESI BAJA PENTING UNTUK PERKUAT KETAHANAN NASIONAL [1]
Jakarta, Merdeka
Presiden Soeharto pagi ini mengatakan peranan besi dan baja, karena dengan menghasilkan sendiri berbagai macam baja akan meningkatkan kemampuan untuk menghasilkan barang dan peralatan yang sangat diperlukan untuk memperkuat ketahanan nasional.
Penegasan Presiden Soeharto itu dikemukakan pagi ini di Cilegon ketika meresmikan pabrik baja P.T. Krakatau Steel.
Untuk dapat memiliki industri yang maju, harus memiliki pabrik baja.
“Tanpa memiliki sendiri pabrik baja, pembangunan industri besar-besaran adalah sulit atau kita harus tergantung dari luar,” kata Presiden.
Menurut Presiden berproduksinya pabrik baja Cilegon baru merupakan langkah awal dari perjalanan sejarah industri baja di Indonesia. Pabrik baja Cilegon dijadikan awal tolak dari rangkaian pembangunan pabrik-pabrik baja selanjutnya, yang akan merupakan inti dari industri baja dan industri berat Indonesia dimasa datang. Industri baja diharapkan menjadi tulang punggung pembangunan industri besar-besaran dimasa nanti.
Dikatakan arti penting lainnya dari pabrik baja Cilegon untuk meratakan dan membuat makin seimbang pembangunan disemua daerah. Pabrik ini terletak di bagian barat pulau Jawa dimana pertanian kurang dapat berkembang.
Presiden mengharapkan dengan adanya pabrik yang besar ini, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah daerah untuk menggerakkan roda-roda ekonomi daerah. Batu pertama pabrik ini diletakkan 15 tahun yang lalu dan pernah mengalami saat-saat yang amat sulit, dan nyaris terbengkalai.
Pabrik Krakatau Steel yang diresmikan dalam tahap pertama oleh Presiden ini adalah pabrik besi beton yang berproduksi 100.000 ton setahun, serta pelabuhan khusus Cigading, 7 KM dari pabrik. Pengguntingan pita dilakukan oleh Ny. Tien Soeharto.
Biaya pembangunan tahap pertama, menurut Direktur Utama Krakatau Steel Ariwibowo, untuk dua pabrik itu sebesar 85 juta dollar AS dan untuk pelabuhan 60 juta dollar AS.
Biaya yang berasal dari Uni Soviet untuk Pabrik Baja Cilegon tahun 1962 hingga 1966 tidak disebutkan. Hanya disebutkan oleh Ariwibowo peralatan dari Uni Soviet semuanya sudah datang, tinggal pasang saja.
Menurut sumber lain bantuan Uni Soviet bernilai 10 juta dollar AS dengan nilai kurs pada waktu itu.
Demikian pula Menteri Perindustrian M Jusuf dalam sambutannya tidak menyinggung-nyinggung biaya seluruhnya dari pembangunan tahap I sampai dengan tahap IV tahun 1985.
Dari sumber lain menyatakan bahwa biaya seluruhnya bisa mencapai 3 milyar dollar AS.
Tahap kedua yang sedang dalam penyelesaian adalah pabrik billet (bahan baku besi beton dan besi siku) dan pabrik besi spons (bahan baku sebelum jadi billet, dari bijih besi langsung menjadi spon-dulu). (DTS)
Sumber: MERDEKA (20/07/1977)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 474-476.