PRESIDEN SAMBUT BAlK TEKAD NU

PRESIDEN SAMBUT BAlK TEKAD NU

 

 

Jakarta, Angkatan Bersenjata

Muktamar NU ke-28 tanggal25- 28 Nopember 1989 di PesantrenAl Munawir Krapyak Yogyakarta akan merumuskan barisan pengertian tentang umat Islam. Sebab selama ini dikesankan pada sikap eksklusifisme jadi untuk itu perlu konsep persaudaraan Islam yang tidak boleh lepas dari ikatan kebangsaan Indonesia.

Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid mengatakan itu setelah bersama Rois Aam PB Syuriah NU KH. Ahmad Siddiq melaporkan persiapan Muktamar itu kepada Presiden Soeharto di Bina Graha Senin pagi.

Kepada wartawan dikatakan Muktamar juga akan mencari konsep manusia NU yang berkualitas pada era tinggal landas mendatang, sejalan dengan tekad NU untuk kembali ke Khitah 1926, yang menekankan pentingnya peningkatan pendidikan, dakwah dan mutu kehidupan warga NU.

Dalam rangka pengembangan masyarakat itu NU melalui kegiatan fatayatnya berhasil bekerjasama dengan Unicef dan departemen agama melatih 5000 motivator gizi dan kesehatan ibu dan anak.

Menghadapi Muktamar nanti menurutnya kondisi umum-NU kini sudah lepas dari perbedaan baik tekad NU pandangan dan kesenjangan akibat terlalu aktif berpolitik pada masa lalu. Kubu-kubu yang tadinya timbul kini tidak ada lagi.

Bila dalam Pemilu 1987 banyak ulama NU yang belum biasa melakukan pilihan sendiri-sendiri, menyebabkan terjadinya pertentangan intern, maka kini hal itu berhasil ditiadakan dan kembali pada sikap semula berkat adanya silaturahmi dan saresehan diantara sesama warga NU.

Presiden Soeharto menyambut baik tekad NU terutama dalam membuat konsep balasan umat Islam Indonesia, karena dengan makin luasnya jangkauan umat Islam maka kiprah mereka dalam pembangunan juga akan makin luas.

Ditanya tentang sikap NU terhadap buku The Satanic Verses Abdurrahman Wahid mengatakan NU tetap patuh pada putusan pemerintah yang melarang masuk dan beredarnya buku tersebut. Jadi organisasi ini tidak perlu ikut hingar bingar menanggapi buku itu, karena hingar bingar itu hanya akan mengejutkan umat Islam di Indonesia saja. Pada dasamya sikap NU sama dengan yang lainnya, cuma cara menyampaikannya tidak terbuka.

Dalam masalah taqwa itu, Tabrani Azis mengatakan banyak kasus termasuk penyelundupan terjadi akibat adanya kelemahan jiwa dan kosongnya iman.

Seorang yang bertaqwa, katanya, tidak akan mengorbankan jabatannya untuk kepentingan pribadi, sementara negara dirugikan miliaran rupiah.

“Bagi seseorang yang jiwanya lemah dan iman-nya kosong, maka taqwa hanya merupakan permainan kata dan hasilnya pun hanya akan berupa permainan,” demikian Tabrani.

 

Kesulitan

Masyarakat Kotif Depok, yang beberapa tahun terakhir ini penduduknya melonjak drastis berkat dibangunnya tiga lokasi Perumnas dan sejumlah real estate dan komplek perumahan lainnya, umumnya bersembah yang led di masjid-masjid di setiap kampung dan blok Perumnas.

Mereka yang biasa bersembah yang di lapangan terbuka agak kesulitan. Sebab, kini hampir setiap area yang tadinya merupakan lapangan rumput atau lapangan olahraga sudah berubah menjadi lokasi bangunan. Hal itu terutama terlihat di Perumnas Depok Dua Tengah dan Depok Timur.

Beberapa tahun lalu penghuni Perumnas ini masih memiliki sejumlah tanah lapang yang bisa dijadikan sarana olahraga dan di saat lebaran bisa dipakai untuk sembahyang led. Tapi lapangan itu kini sudah tiada. Juga beberapa meter tanah lowong yang berada di kiri-kanan jalan raya sudah tertutup oleh bangunan. Kini para penghuni Perumnas itu tidak cuma kesulitan berolahraga, tapi juga tak punya lapangan untuk sembahyang led.

Kendati begitu di Jl. Proklamasi Depok Tengah misalnya, umat Islam berusaha juga bisa sembahyang di lapangan terbuka di jalan raya tersebut walaupun lokasi itu sebenarnya tidak lagi memenuhi syarat.

Selain kiri kanan sudah dipenuhi rumah, dijalur pemisah juga sudah ditumbuhi berbagai tanaman. Karena itu dengan bersempit-sempit, bahkan ada yang membuka pagar pekarangan rumah orang, para jamaah dapat juga bersembahyang.

Jamaah yang ribuan jumlahnya itu membuat syafbukan memanjang secara horizontal, melainkan secara vertikal. Maklum, jalan raya Proklamasi itu memanjang dari barat ke timur. Yang menjadi khotib di situ adalah Nusirwan Zein, yang sehari sebelumnya baru saja kematian ibu kandungnya.

Dalam khotbahnya Nusirwan Zein, yang sehari-harinya menjabat sebagai Sekjen Departemen Pertanian itu mengemukakan berbagai ajaran Islam, yang tidak saja amat cocok bagi bangsa Indonesia yang berideologi Pancasila, tapi juga menyelamatkan dan memperlancar usaha pembangunan dan menghindarkan anggaran pembangunan itu dari kebocoran-kebocoran.

Salah satu ajaran itu misalnya berasal dari perilaku seorang budak belian yang sedang menggembalakan kambing kepunyaan majikannya.

Suatu ketika si gembala berpapasan dengan Syaidina Umar bin Khattab. Dan Khalifah itu tergoda untuk menguji mental sang budak. Umar merayunya agar mau menjual salah seekor kambingnya. Si budak menolak karena kambing itu bukan kepunyaannya. Umar bilang tak usah takut karena toh majikannya pasti tidak akan tahu.

Apa jawaban sang budak. “Tapi Allah tahu.”

Umar, yang terperangah kagum mendengar jawaban yang begitu mantap kemudian membebaskan sang budak dari ikatannya dengan majikannya sambil berkata, “Kejujuran dan imanmu telah membebaskanmu di dunia dan mudah-mudahan membebaskanmu pula di akhirat dari azab neraka.”

Tabrani Azis dalam khotbahnya di lapangan Masjid Al-Hikmah, Bekasi misalnya, mengatakan sikap ummat Islam sekarang terlalu lemah atau hanya menerim apa adanya.

“Keberanian untuk menyampaikan yang benar (haq) pun bilang, padahal sikap itu dibutuhkan negara kita yang tengah membangun ini,”katanya.

Dalam khotbah yang dipersiapkannya dengan judul “Menggalang Ukhuwah Islamiah itu, Tabrani mengutip sebuah ayat Al Qur’an yang mengingatkan agar umat Islam tidak mengutip sebuah ayatA l-Qur’an” yang mengingatkan agar umat Islam tidak bersedih hati atau apatis.

“Kalau melihat kelemahan dalam berbagai sektor, yang akan mendatangkan malapetaka, bangkitlah sebagai pelapor dan jangan bersikap masa bodoh atau apatis terhadap keadaan itu,” kata Tabrani.

 

Sejarah

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasan Basri mengajak seluruh ummat Islam supaya belajar dari sejarah. “Dengan belajar dari sejarah tersebut kita diharapkan dapat membangun masa depan yang lebih baik,” tandas tokoh ulama Indonesia itu dalam khotbah Idul Fitri 1409 Hijrah di pelabuhan lama Banjarmasin.

Menurut tokoh agama asal Kalsel itu, dengan belajar dari sejarah cukup banyak pengalaman dan hikmah yang bisa dipetik dalam menata masa depan kehidupan yang lebih baik.

“Terlebih lagi bagi Bangsa Indonesia yang sedang membangun mengisi kemerdekaan hendaknya jangan lupa belajar dari sejarah,” demikian diingatkannya.

Dalam khotbah Ketua Umum MUI yang berjudul “belajar dari sejarah” itu, secara sekilas dan umum diungkapkan sejarah Nabi Muhammad SAW yang sarat dengan keteladanan.

Oleh karena itu seorang ummat Islam yang benar-benar bertaqwa kepadaAllah SWT, selain patuh dengan perintahnya juga hams berupaya semaksimal mungkin mengikuti keteladanan Rasul Muhammad SAW.

Ketika menyinggung hikmah puasa Ramadhan, dia mengatakan, bagi seseorang yang berhasil melaksanakannya, dengan baik dan benar, serta ditambah dengan berbagai amal ibadah lainnya sesuai ketentuan agama, berarti yang bersangkutan itu kembali kepada kesucian fitrahNya.

Oleh sebab itu keberhasilan mencapai fitrah tersebut hendaknya tetap terus dipelihara agar tidak membuat perjuangan dan pengorbanan yang sia-sia, demikian Hasan Basri.

 

Pangkal Persatuan

Sementara itu, Pangkalan Kodam VI/Tanjung pura, Mayjen TNI H.Z.A. Maulani dalam khotbah Idul Fitri di Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin tahun ini mengingatkan, mencintai sesamanya adalah pangkal persatuan dan kesatuan yang menjadi landasan untuk membina kekuatan dalam usaha mencapai kehidupan bahagia dan sejahtera.

Oleh karena itu jadikanlah Idul Fitri sebagai momentum untuk mewujudkan kasih sayang serta rasa saling mencintai antar sesama, pesan jenderal berbintang dua tersebut.

Pangdam Tanjung pura dalam khotbahnya juga mengajak umat Islam untuk lebih meningkatkan peran serta dalam pembangunan bangsa dan negara guna mencapai cita-cita bersama yaitu masyarakat Indonesia yang berkeadilan sosial dan berkemakmuran di bawah ridha serta ampunan lliahi Rabbi.

“Untuk itu semua marilah kita melakukan karya-karya positif serta amal kebajikan yang bermanfaat dalam mencapai cita-cita tersebut,”katanya.

Sembahyang Idul Fitri dl Banjarmasin tahun ini tersebar di 59 tempat, semuanya dibanjiri umat Islam dengan dimeriahkan takbir dan takhmid memuji kebesaran Allah SWT.

Khusus di Masjid Raya Sabilah Muhtadin Banjarmasin sejak selesai sholat subuh, umat Islam mulai berdatangan untuk bisa mendapatkan tempat lebih awal, karena kalau datang sekitar pukul 07.00 Wita berarti hanya bisa mendapat tempat di halaman dan jalan raya depan masjid.

 

Lembaga Pemasyarakatan

Dari Medan wartawan Merdeka melaporkan, para keluarga yang ingin membesuk para narapidana dan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan dikenakan “ongkos administrasi” oleh para petugas pada hari lebaran tahun ini.

Orang yang ingin membesuk umumnya memberikan antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 untuk setiap rombongan. Tercatat ratusan rombongan, masing-masing satu rombongan antara lima sampai 10 orang membesuk pada hari pertama dan kedua lebaran.

Sementara itu, kepala LP Tanjung Gusta, Drs. Sudjoko Budisanto ketika ingin ditemui, menurut petugas jaga tidak berada di tempat.

“Bapak sejak beberapa hari lalu berada di Jakarta untuk berlebaran karena isterinya di Jakarta,” katanya tanpa menyebutkan, apakah kepala LP Tanjung Gusta itu, berada di Jakarta dalam rangka cuti atau tidak.

Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta berlokasi sekitar lima kilometer dari kota Medan, dihuni oleh narapidana dan tahanan sekitar 700 orang dengan berbagai kejahatan. Sedangkan rombongan yang membesuk sebagian besar wanita dengan anak-anak.

Para anggota keluarga yang bersilaturahmi dengan Napi dan tahanan, ditempatkan di sebuah aula. Di situ mereka duduk di lantai menggunakan tikar. Bagi anggota keluarga yang tidak membawa tikar, terpaksa harus berdiri atau duduk tanpa alas.

Suasana di tempat pertemuan silaturahmi ini, mirip pasar.Beberapa narapidana dan tahanan aktif berjualan minuman yang dibungkus dalam plastik dan berbagai macam rokok.

Perihal masalah pengamanan dalam kunjungan keluarga sangat lemah.Petugas pintu atau pendaftaran tidak memeriksa identitas para keluarga yang berkunjun g, kecuali hanya memberikan kupon berkunjung yang akan bisa dipergunakan untuk keluar dan masuk LP tersebut.

Pemeriksaan terhadap bungkusan atau makanan hanya dilakukan sepintas. Sesudah itu dengan seulas senyum, petugas mengharuskan pengunjung untuk memberikan ongkos administrasi.

“Masukkan uang administrasi ke laci ini,” kata seorang tugas pintu kepada Mereka yang berkunjung ke LP Tanjung Gusta.

Dalam kunjungan ke LP Tanjung Gusta yang merupakan LP terbesar Sumatera Utara,juga tidak terlihat petugas jaga di pos pengawasan sebagaimana mestinya. Di samping itu lebih banyak para napinya tugas mengatur kunjungan keluarga dibandingkan dengan petugas resmi sendiri.

 

 

Sumber : ANGKATAN BERSENJATA(21/03/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 86-91.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.