PRESIDEN: SEMUA NEGARA JAUHKAN DIRI DARI NAFSU EKPANSIONIS
Presiden Soeharto mengatakan sudah tiba saatnya dikembangkan kebudayaan dan kebiasaan yang positip dalam hubungan antar bangsa, perundingan dan persahabatan, kerjasama dan bantu membantu secara konstruktif.
Presiden mengemukakan hal itu dalam pidatonya pada pelantikan empat Duta Besar baru RI di Istana Negara hari Sabtu. Keempat Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh masing2 Drs. Djoko Juwono untuk Suriname, Laksamana Pertama TNI Sudarsono untuk Republik Sosialis Vietnam, Mayjen TNI (Purn) Soedharmo Djayadiwangsa untuk Demokrasi Sri Lanka merangkap Republik Maldive dan Laksamana Madya Ray Toto Prawira Supraja untuk Tahta Suci (Vatikan).
Hanya dengan mengembangkan kebudayaan yang demikian itulah cita-cita semua umat manusia akan dapat dicapai suatu kehidupan di dunia yang benar2 arti kemanusiaan, kata Presiden.
Kepala Negara mengatakan, sudah tentu usaha2 ke arah ini memerlukan usaha dan kemauan dari setiap bangsa, baik yang besar maupun yang kecil, yang telah maju atau yang sedang berkembang
"Untuk itu diperlukan prinsip2 bersama," kata Presiden.
Prinsip2 itu ialah semua negara hendaknya saling hormat menghormati kedaulatan penuh negara lain. Di dalamnya termasuk sikap tidak akan mencampuri urusan dalam negeri orang lain serta menghormati sistem sosial dan politik yang ditempuh bangsa lain untuk membangun masyarakatnya sendiri.
Semua negara hendaknya menjauhkan diri dari nafsu ekspansionis politik ekonomi maupun militer, kata Presiden. Ia mengatakan, bahwa dalam saling hormat menghormati itu, semua negara hendaknya memperhatikan kepentingan negara lain tanpa mengorbankan kepentingannya.
Selain itu dikembangkan pula keljasama untuk maksud2 damai dan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan lahir bathin semua umat manusia.
Prinsip2 itu akan gampang dikembangkan dan dilaksanakan apabila setiap bangsa mampu dan mau mengendalikan diri dan kepentingannya karena terpanggil oleh tugas kewajiban bersama yang luhur, ialah untuk dapat hidup merdeka, damai, adil dan makmur dalam lingkungan masyarakat2 di dunia.
Presiden menegaskan bahwa di atas prinsip2 itulah Rl melaksanakan politik yang bebas aktik dewasa ini, yang diletakkan titik beratnya pada prioritas nasional ialah pembangunan ekonomi.
Diplomasi Perjuangan
Pada awal pidatonya Presiden mengatakan, tugas seorang duta besar dan setiap diplomat Indonesia bukan semata2 bersifat teknis belaka dan rutin, tetapi adalah melaksanakan diplomasi perjuangan. Namun tidak boleh "hantam kromo" tanpa perhitungan dan mengindahkan kebiasaan dan kepantasan diplomatik dalamhubungan antar bangsa.
Seorang pejuang ialah yang yakin akan cita2 besar dan benar dan tanpa mengenal lelah memperjuangkan terwujudnya cita2 itu. Cita2 atau tujuan nasional bangsa Indonesia yang sudah jelas. Dalam melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Keluar, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tugas duta besar makin penting sekarang ini. Bila dulu orang mengatakan perang adalah kelanjutan .darijalan diplomasi, maka sekarang seyogyanya diplomasi alat untuk mengakhiri dan menghindari meletusnya peperangan, demikian amanat Presiden Soeharto.
Upacara pelantikan duta2 besar itu dihadiri pula oleh Wakil Presiden Adam Malik, sejumlah menteri dan para keluarga duta besar. Duta Besar Djoko Joewono, menggantikan Utoyo Sutoto, Sudarsono menggantikan Hardi SH, Soedharmo Djajadiwangsa mengantikan Adlinsyah Jenie dan Raymond Toto Prawira Supraja menggantikan R.M Soenarso. (DTS)
Jakarta, Antara
Sumber: ANTARA (19/01/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 525-526.