PRESIDEN SILATURAHMI DENGAN KYAI2/ULAMA ISLAM UMAT ISLAM JANGAN TERMAKAN OLEH ISYU-ISYU KRISTENISASI

PRESIDEN SILATURAHMI DENGAN KYAI2/ULAMA ISLAM UMAT ISLAM JANGAN TERMAKAN OLEH ISYU-ISYU KRISTENISASI [1]

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto ketika bersilaturahrni dengan 43 Kyai/Ulama yang tergabung dalam Islamic Center Indonesia, kemarin padi di Bina Graha mengharapkan agar ummat Islam tidak termakan oleh isyu2 yang tersiar di masyarakat yang dapat mengganggu ketenangan, seperti isyu Kristenisasi, dsb.

Dikatakan, kalau ummat Islam sampai termakan oleh isyu2 semacam itu, berarti ummat Islam tidak percaya atas kemampuannya sendiri.

“Untuk menghadapi isyu2 seperti itu, umat Islam harus memperkuat iman, sehingga merupakan kekuatan, dapat mempersatukan umat dan tidak terpengaruh oleh isyu yang dapat menggangu ketenangan ummat Islam sendiri,” kata Presiden.

Selanjutnya Kepala Negara mengharapkan agar para Kyai tidak hanya bertindak sebagai guru, yang digugu dan ditiru, tetapi juga dapat bertindak sebagai pemimpin (imam) bagi umatnya.

Presiden juga menyatakan rasa terima kasihnya atas kesediaan para ulama bekerjasama dengan Pemerintah membantu pelaksanaan pembangunan. Pembangunan bukan hanya di bidang materiil saja, tetapi juga di bidang non materil merupakan hal yang penting dalam mencapai masyarakat adil dan makmur. Untuk itu bantuan dari para ulama sangat penting artinya.

Menyinggung masalah bahaya komunis, Presiden Soeharto menyatakan bahwa satu2nya senjata untuk melawannya adalah Ketahanan Nasional.

Keserasian ketahanan nasional itu dapat dicapai dengan pembangunan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Hotel Bermanfaat bagi Petani

Menanggapi suara2 yang mengatakan bahwa pembangunan hotel2 mewah tidak ada manfaatnya bagi kaum tani, Presiden Soeharto mengatakan: “Memang hotel2 itu tidak diperuntukkan buat petani, tetapi untuk menampung para turis yang datang dari luar negeri dan para kontraktor asing yang bekerja di Indonesia.

Hotel ini banyak mendatangkan devisa yang selanjutnya dimanfaatkan juga untuk kepentingan para petani. Jadi membangun hotel bukan dimaksudkan agar para petani tidur di situ, bukan ini tujuannya”.

Presiden juga menjelaskan mengenai dana haji yang diambilkan dari Ongkos Naik Haji (ONH), dimana kelebihan atas dana haji tersebut telah dikembalikan kepada ummat Islam untuk membangun mesjid, madrasah, pondok pesantren.

Kepala negara mengemukakan pula rasa harunya melihat adanya orang miskin di jalan, seperti yang dilihatnya di jembatan2 Situduft antara Jakarta- Bogor. Hal ini telah menggugah hatinya untuk mendirikan yayasan pengumpul dana yang akan membantu mengurus orang2 miskin dengan cara memberikan bantuan kepada badan2 sosial, panti asuhan, dsb.

Perlu diketahui bahwa para kyai yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia menghadap Presiden Soeharto diantar oleh KH Mohammad Alhabsy dari Majlis Ta’lim Kwitang, Jakarta. Mereka datang ke Jakarta untuk menghadiri peringatan 7 tahun meninggalnya Al Habi Ali Alhabsyi. Mereka juga hadir dalam Puncak Peringatan HUT Proklamasi di Istana Merdeka, tanggal 17 Agustus yang lalu.

Sebagai Bapak dan Ibu

KH Mohammad Alhabsyi dalam sambutannya pada pertemuan antara Presiden Soeharto dengan para kyai tersebut menyatakan terima kasihnya sehubungan dengan pernyataan Presiden bahwa para kyai adalah “partner” bersama pemerintah dalam membina bangsa dan negara.

Sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing2, kami dari para Kyai akan menjadi partner yang baik bagi pemerintah,” katanya.

Diibaratkannya pemerintah sebagai Bapak yang berkewajiban mencurahkan segenap perhatian untuk kesejahteraan keluarganya, dan kyai2 sebagai Ibu yang berkewajiban mencurahkan cinta kasihnya kepada seluruh keluarga.

Dikatakan bahwa terjalinnya kerjasama antara Ibu dan Bapak, tercapainya saling pengertian di antara keduanya, akan menimbulkan suasana sejahtera dan damai dalam lingkungan keluarga.

Pertemuan ramah tamah antara Presiden Soeharto dengan para kyai itu dinyatakan sebagai suatu hal yang bersejarah, hari yang harus dicatat dengan tinta emas.

“Belum pernah hal ini terjadi selama 30 tahun kita merdeka, bam kali inilah para kyai dan Bapak Kepala Negara bertemu dari hati ke hati secara kekeluargaan dalam merayakan hari Kemerdekaan,” katanya. (DTS)

Sumber: Suara Karya (22/08/1975)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 789-790.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.