PRESIDEN SOEHARTO BERDIALOG DENGAN NELAYAN PULAU SERIBU

PRESIDEN SOEHARTO BERDIALOG DENGAN NELAYAN PULAU SERIBU

 

 

Presiden Soeharto mengatakan, pemerintah akan menghimbau para pengusaha untuk ikut memperhatikan perbaikan nasib para nelayan.

Presiden mengatakan hal itu dalam temu wicara dengan para nelayan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, di Pulau Bulat, Minggu pagi.

Presiden, yang baru kembali memancing ikan di perairan sekitar pulau itu mengharapkan, para pengusaha baik yang tergabung dalam himpunan­himpunan pengusaha ataupun ikatan wanita pengusaha, untuk ikut menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi para nelayan dalam meningkatkan taraf hidup mereka.

Presiden yang mengenakan celana pendek hijau muda dan kaos lengan pendek warna abu-abu dalam dialognya dengan para nelayan itu mengatakan, para nelayan hanya dapat menghasilkan ikan, tetapi untuk proses selanjutnya seperti pengeringan ikan, pernasaran hasil tangkap.

Dalam percakapan dengan sekitar 20 orang nelayan yang rnewakili para nelayan di Kepulauan Seribu itu, Presiden menekankan pentingnya para nelayan itu menjadi anggota koperasi.

Dengan kerja sama secara gotong-royong melalui koperasi ini maka kesulitan yang dihadapi oleh para nelayan dalam masa-masa paceklik dapat diatasi, kata Kepala Negara.

Ia mengingatkan, koperasi harus diurus oleh anggota koperasi itu sendiri. Jangan diserahkan pengurusnya kepada pemerintah, karena pemerintah hanya membimbing.

Rumpon

Temu wicara dengan para nelayan itu dilangsungkan setelah Presiden dengan perahu motornya “Semar” sejak pk. 06.00 WIB Minggu pagi memancing ikan di beberapa rumpon (sarang ikan) selama sekitar tiga jam. Presiden berada di Pulau Bulat sejak Sabtu sore dan langsung memancing ikan hingga petang hari itu.

Presiden, apakah sudah dirasakan manfaat dari rumpon tersebut. Seorang nelayan menjawab bahwa para nelayan di daerah ini berterima kasih kepada pemerintah karena rumpon-rumpon tersebut sangat membantu para nelayan mendapatkan ikan.

Rumpon-rumpun itu dibuat dari becak-becak atau bis-bis kota yang sudah tak dipakai lagi dan dibuang ke laut untuk dijadikan sarang ikan.

Presiden mengatakan, rumpon-rumpon ini bukan hal yang baru, karena di daerah Sulawesi dan di Pasifik Selatan para nelayan juga telah memanfaatkan sarang ikan buatan ini.

Namun Presiden mengingatkan agar para nelayan disiplin dalam memanfaatkan rumpon ini. Karena rumpon ini seharusnya digunakan pada musim-musim paceklik (musim barat) di mana para nelayan tidak dapat melaut lebih jauh dari pantai. Rumpon-rumpon dibuat hanya sekitar 4-5 mil dari pantai.

Presiden minta agar nelayan ikut menjaga rumpon-rumpon tersebut, jangan sampai ada yang meledakkannya. Dalam temu wicara itu Presiden menyerukan kepada para nelayan untuk menanam rumput laut karena hasilnya dapat diekspor.

Presiden memberikan contoh, Pulau Nusa Penida di Bali juga kondisinya berkarang, tandus. Penduduk hanya mengambil batu karang. Kegiatan ini merusak lingkungan dan hasilnya tidak seberapa, karena itu Gubernur Bali melarang penduduk mengambil batu karang di Pulau Nusa Penida dan menganjurkan penduduk untuk menanam rumput laut. Ternyata hasilnya baik dan sekarang hasil rumput laut bisa diekspor yang mendatangkan devisa, sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan, kata Kepala Negara.

Presiden mengatakan, kalau para nelayan melaut, isteri-isteri mereka juga harus melakukan kegiatan di rumah, misalnya membuat terasi agar pendapatan keluarga nelayan bertambah. “Jangan hanya mencari kutu,” kelakar Presiden.

Para nelayan yang mendapat nasehat-nasehat dari Kepala Negara yang mempunyai kegemaran memancing ikan itu, memohon agar lebih banyak lagi becak-becak dan bis-bis dibuang ke laut untuk dijadikan rumpon.

Dalam hubungan ini presiden minta pemerintah daerah DKI Jakarta agar memperhatikan hal ini. Dalam temu wicara itu, Presiden didampingi oleh Wali kota Jakarta Utara dan Kepala Dinas Perikanan DKI Soemario.

Ikan kakap

Sebelum mengakhiri pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit dengan para nelayan itu, Presiden menanyakan berapa banyak ikan yang diperoleh para nelayan pada hari itu. Karena baru beberapa jam mancing, para nelayan hanya mendapat beberapa ekor yang beratnya sekitar dua sampai tiga kilogram per ekor ikan kakap.

Pada Minggu pagi itu, Presiden menunjukkan kepada para nelayan hasil pancingannya sekitar tujuh ekor ikan kakap yang paling besar beratnya mencapai sebelas kilogram.

“Ini saya dapat ketika mancing di rumpon tempat bis-bis kota yang dibuang ke laut,” kata Kepala Negara.

“Kemarin saya mancing di rumpon becak, namun ikannya tidak sebesar sekarang ini,” kata Presiden kepada para nelayan dalam temu wicara itu yang banyak diselingi gelak tawa.

Sabtu sore selama lebih kurang dua jam Presiden memancing dengan hasil sekitar 48 ekor ikan kakap merah yang beratnya 2-3 kg per ekor.

“Rupanya kalau di rumpon becak, walau jumlahnya banyak tapi ikannya lebih kecil dibanding di rumpon bis kota,” ujar Presiden sambil tersenyum.

Walaupun temu wicara itu diikuti oleh 20 nelayan namun di sekitar dermaga Pulau Bulat sekitar 40 perahu nelayan yang baru kembali dari laut ikut menyaksikan kehadiran Presiden di tengah-tengah mereka di pagi yang cerah dan laut yang tenang.

Presiden dan keluarga kembali ke Jakarta Minggu siang setelah beristirahat semalam di Kepulauan Serihu yang dihuni sekitar 13.000 jiwa. (RA)

 

 

Jakarta, Prioritas

Sumber : PRTORITAS (24/11/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 729-732.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.