PRESIDEN SOEHARTO BERTOLAK KE INDIA 15 DESEMBER

PRESIDEN SOEHARTO BERTOLAK KE INDIA 15 DESEMBER[1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto akan berkunjung ke India 15- 17 Desember 1993. Selain menghadiri KIT Pendidikan untuk Semua (Education for All), Presiden juga mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan PM India.

Sementara wartawan Kompas Fitrisia M dari New Delhi (India) memberitakan, kendati KIT Kelompok 15 (G-15) tak jadi berlangsung 13-15 Desember, tetapi dipastikan tiga pemimpin negara G-15, yakni Indonesia, Malaysia dan Zimbabwe datang ke India. Kunjungan mereka tidak dalam kerangka KIT, melainkan dalam bentuk kunjungan bilateral.

Menurut Mensesneg Moerdiono di ruang kerjanya hari Jumat (10/12), pada kesempatan itu Presiden akan mengungkapkan pengalaman Indonesia di bidang pendidikan. Diakui masalah pendidikan di Indonesia memang masih banyak. Namun dibandingkan dengan tantangan yang dihadapi, pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan sangat besar.

Diharapkan, pengalaman itu berguna bagi negara-negara lain. Selain itu, lanjut Mensesneg, saat mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan PM India, kemungkinan besar Presiden akan menyinggung masalah G-15.

Dalam kunjungan itu, Presiden akan didampingi Menteri Luar Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mensesneg, dan beberapa pejabat tinggi terkait. Beberapa kalangan mengatakan, kunjungan Presiden Soeharto lebih didorong oleh rasa solidaritas Selatan, karena kemungkinan besar KIT Pendidikan tersebut hanya akan dihadiri dua kepala negara.

Mahathir Datang

Juru bicara Kemlu India SS Mukherjee hari Jumat (10/12) menegaskan, PM Malaysia Mahathir Mohamad dan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe akan tiba di New Delhi hari Minggu (12/12), atau sehari sebelum KTI seharusnya dibuka. Sedangkan Presiden Soeharto yang tiba hari Rabu (15/12) akan menghadiri KTI EPA (Education For All) keesokan harinya, Kamis (16/12). “Meskipun begitu, ketiga kepala pemerintahan itu pasti tetap akan membicarakan persoalan G-15,” kata Mukherjee. Semula, ada lima dari 15 pemirnpin negara G-15 yang memberikan konfirmasi kehadirannya. Masing-masing adalah Indonesia , Malaysia, Zimbabwe dan Meksiko, selain India sebagai tuan rumah. Tapi belakangan Presiden Meksiko Carlos Salinas de Gortari pun mengundurkan diri setelah pengumuman KTT tertunda dikeluarkan secara resrni oleh pemerintah India Selasa malam (7/12). Kedubes Indonesia di New Delhi yang mendengar informasi tersebut dari pihak Meksiko sempat mencek ke Kemlu India yang dijawab dengan belum ada konfirmasi.

Dengan ketidakhadiran Presiden Meksiko, berarti juga KTI EFA praktis hanya dihadiri dua pemimpin, yaitu Indonesia dan tuan rumah India. Semula diharapkan dengan hadirnya de Gortari, maka KTT EFA sekurangnya bisa dihadiri tiga dari sembilan pemimpin negara EFA. Sebab, sejak awal pekan ini hampir bisa dipastikan enam pemimpin negara yang lain (Bangladesh, Cina, Brasil, Mesir, Nigeria, dan Pakistan) tak bisa muncul di New Delhi.

Persiapan Berantakan

Tertundanya penyelenggaraan KTT G-15 keempat, yang ditunda sampai Maret 1994, mengakibatkan pula pertemuan persiapan KTT agak berantakan. Pertemuan tingkat menteri luar negeri Troika dari negara penyelenggara KTI ketiga (Senegal), KTT keempat (India), dan KTT kelima (Argentina) hari Jumat (10/12) akhirnya hanya dihadiri para wakil pribadi (PR Personal Representative) dari Senegal dan Argentina. Dalam pertemuan itu, mereka dipandu Sekjen Kernlu India JN Dixit. Menurut Mukherjee, tak ada pernyataan resmi apa pun dari Senegal maupun Argentina tentang ketidakhadiran para Menlu-nya .Bahkan Mukherjee memastikan, Menlu Argentina tidak bisa hadir dalam pertemuan tingkat menteri hari Sabtu (11/12). Padahal, Argentina adalah penyelenggara KTT G-15 berikutnya setelah India. Sedangkan Menlu Senegal diperkirakan baru datang hari Jumat (10/12), karena itu ia masih bisa bergabung dengan sepuluh Menlu lainnya dalam pertemuan hari ini. Tidak semua Menlu negara anggota G-15 hadir. Selain Menlu Argentina, yang juga tidak bisa hadir adalah Menlu Peru, Brasil, dan Venezuela . Jadi hanya 11 dari 15 Menlu yang muncul, yaitu Nigeria, Indonesia, Meksiko, Malaysia, Zimbabwe, Aljazair, Mesir, Cile, Jamaika, Senegal, dan tentu saja India.

Pertemuan Troika membahas soal penundaan KTT hingga Maret 1994. Selain itu, juga dibicarakan mengenai laporan para wakil pribadi menyangkut masalah administrasi keuangan, restrukturisasi, serta kriteria, keanggotaan TSF (Fasilitas Dukungan Teknis) dan pembahasan soal rancangan agenda untuk pertemuan para Menlu G-15 yang dijadwalkan hari Sabtu (11/12).

Menjelang makan siang, Dixit kembali mengadakan pertemuan dengan para wakil pribadi, namun kali ini berasal dari seluruh negara anggota dan bukan hanya dari Troika saja. Disitu dibicarakan soal rancangan komunike bersama, yang seharusnya dikeluarkan setelah berakhirnya KTT G-15 tanggal 15 Desember mendatang.

Wakil pribadi dari Mesir sempat mendesakkan keinginan negerinya agar proyek kerjasama minyak dan gas bisa digolkan dalam pertemuan kali itu. Namun wakil pribadi dari Malaysia segera menunjukkan perbedaan antara direkomendasikan untuk KTT bulan Maret mendatang dengan yang langsung disepakati saat ini.

Komunike  Bersama

Dalam rancangan komunike bersama terdapat 28 butir pernyataan. Meski dinilai cukup bagus, panjangnya komunike sekitar 6,5 halaman kertas folio ini sempat dipertanyakan para wakil pribadi. Ketua Kornite Rancangan Komunike lantas berjanji untuk memadatkannya kernbali tanpa harus mengembalikannya kepada TSF.

Seperti komunike-komunike sebelumnya, kali ini juga ditegaskan kembali tentang perlunya memperkuat konsultasi dan kerja sama Selatan-Selatan serta pentingnya meningkatkan hubungan antara negara G-15, diusulkan agar muncul keterlibatan aktif wiraswastawan perdagangan dan industri sektor swasta di dalam Forum Bisnis dan Pameran G-15, serta terlaksananya proyek kerjasama yang konkret.

Melalui cara tersebut, anggota G-15 diharapkan bisa saling memberi informasi berbagai hal satu sama lain guna menjadi katalisator aktual di bidang-bidang kritis seperti kerjasama perdagangan, teknologi, investasi, dan ekonomi. Diakui pula, adanya sejumah negara berkembang-termasuk yang berada di tubuh G-15- yang telah mencapai kemajuan mengagumkan. Kemajuan mereka ini semakin mendesakkan perlunya dilakukan kerjasama Selatan-Selatan.

Selain itu, juga disebutkan mengenai ketidakseirnbangan struktural dan gambaran tatanan ekonorni dunia yang semakin restriktif. Hal inimembuat negara-negara selatan perlu menilik sumber dayanya di dalam negerinya guna mendapatkan sinergi alternatif pembangunan.

Dalam perkembangan dunia saat ini, negara-negara anggota G-15 juga menyadari perlunya melakukan dialog konstruktif dengan negara-negara utara. Sedangkan menanggapi tentang perubahan politik pasca-Perang Dingin, diharapkan perlunya dibuat kerangka kerja internasional yang berdasarkan aturan hukum serta langkah internasional yang tidak pilih-pilih dan tidak diskriminatif. Negara G-15 juga menginginkan PBB untuk memainkan peran sentral untuk mendefinisikan kembali tatanan dunia baru guna merealisasikan tujuan pembangunan dan perdamaian. Masalah-masalah lain yang tak kurang pentingnya diajukan adalah soal perundingan Putaran Uruguay, beban utang, hak asasi manusia, terorisme, pengurangan persenjataan, lingkungan, serta pembangunan sosial. (osd/rle)

Sumber :KOMPAS ( 11/12/1993)

___________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 731-734.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.