PRESIDEN SOEHARTO: IPTEK TIDAK SULIT[1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto menegaskan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni manajemen yang baik, sesungguhnya tidak terlalu sulit. Yang jauh lebih sulit adalah membangun dan mengembangkan watak dan kebiasaan masyarakat yang dibutuhkan masyarakat industri. Kesulitan itu terutama terletak pada upaya membuang jauh-jauh berbagai kebiasaan lama yang merugikan kemajuan bangsa Indonesia. Penegasan Kepala Negara itu disampaikan saat menerima peserta Kursus Reguler Angkatan XXVIII Lemhannas, di Bina Graha, Jakarta, Rabu (6112).
“Untuk itu, pemerintah telah melancarkan berbagai program, seperti gerakan hidup hemat atau menabung. Bahkan secara khusus dikampanyekan untuk menghapus kebiasaan yang merusak, seperti berjudi atau hidup boros,” kata Kepala Negara.
Presiden juga menegaskan, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pemerintah telah melancarkan berbagai program seperti menabung, Keluarga Berencana, atau gerakan disiplin nasional, serta kampanye menghapuskan kebiasaan merusak, seperti berjudi dan hidup boros. Langkah ini penting, karena, membangun dan mengembangkan watak dan kebiasaan masyarakat sesuai dengan kebutuhan perkembangan, yaitu masyarakat industri, kenyataannyaja uh lebih sulit.
Tangan Budayawan
Namun, ditegaskan Presiden, berhasil atau tidaknya program tersebut tergantung sepenuhnya pada dukungan warga masyarakat,”Sedangkan tugas dan kehorrnatan untuk memilah mana kebiasaan lama yang haruskita buang dan kebiasaan baru yang harus kita kembangkan, pada dasamya terletak dalam tangan para budayawan dan pemimpin masyarakat itu sendiri, yang hidup tersebar di seluruh kepulauan kita yang luas ini,” tegas Kepala Negara. Karena itu, Presiden meminta kepada seluruh tokoh kebudayaan daerah dan para pemimpin masyarakat, baik di daerah maupun di rantau, untuk terus menelaah warisan kebudayaan masyarakat masing-masing. “Unsur-unsur budaya masyarakat yang mendukung berkembangnya masyarakat industri di masa datang perlu didorong maju dan dikembangkan, sedangkan unsur-unsur yang dapat merugikan diusahakan untuk dikurangi pengaruhnya yang negatif itu,” kata Presiden. Diakui, tugas memilahkan unsur budaya asing yang memperkaya atau yang merugikan memang tidak mudah. Terutama, karenan melalui tayangan media elektronik, seluruh kebudayaan asing telah memasuki rumah hingga ke desa terpencil. Dikatakan, sebagian dari kebudayaan asing tersebut memang berguna, namun sebagian lainjuga merusak. Walau begitu, ditekankan, bangsa Indonesia tidak perlu menolak masuknya kebudayaan asing, terutama yang dapat mengembangkan dan memperkaya kebudayaan dan mempert inggi derajat bangsa.”Kita dapat mengambil unsur-unsur yang terbaik. Tentu saja kita harus secara aktif memilah dan memilih, mengambil makna yang kita butuhkan dan bila perlu menolak unsur-unsur budaya asing yang merugikan kebudayaan kita sendiri,” tutur Kepala Negara.
“Jangan lupa bahwa kebudayaan masyarakat kita sudah lama terbuka terhadap unsur-unsur kebudayaan dari luar ini. Semangat nasionalisme serta struktur negara dan pemer intahan kita diilhami oleh pemikiran-pemikiran politik dunia. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita miliki juga kita pelajari dari luar,”kata Presiden. (rie/osd)
Sumber: KOMPAS ( 07I12/1995)
____________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 617-618