PRESIDEN SOEHARTO KEPADA MENTERI MITI JEPANG: PERSYARATAN PERDAGANGAN JANGAN RUGlKAN NEGARA SEDANG BERKEMBANG

PRESIDEN SOEHARTO KEPADA MENTERI MITI JEPANG: PERSYARATAN PERDAGANGAN JANGAN RUGlKAN NEGARA SEDANG BERKEMBANG [1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto mengharapkan agar persyaratan perdagangan (terms of trade) negara-negara industri jangan sampai merugikan negara-negara sedang berkembang. Harapan itu dikemukakannya ketika menerima Menteri Perdagangan Internasional dan Industri (MITI) Jepang Toshio Komoto di Bina Graha, Rabu kemarin. Ditekankan, hendaknya harga ekspor dari negara-negara seperti Indonesia jangan ditekan terlalu rendah, dan sebaliknya jika negara-negara ini mengimpor dari negara-negara industri janganlah dikenakan harga terlalu tinggi.

Menteri Perdagangan RI Radius Prawiro selesai mengantar Komoto menjelaskan kepada pers, bahwa Menteri MITI Jepang itu membawa pesan PM Takeo Moo untuk Presiden Soeharto, yang pokoknya berisi harapan agar kerjasama ekonomi RI-Jepang dapat terns ditingkatkan.

“Presiden menyambut baik harapan Jepang ini, sebab bantuan keuangan yang diperoleh akan mempercepat pembangunan di Indonesia,” kata Radius.

Ia menambahkan, empat sumber pembiayaan yang diterima RI dari Jepang adalah melalui IGGI, melalui saluran bank Dunia dan ADB, lewat Bank Exim yang membantu pembiayaan ekspor barang-barang Jepang, dan lewat bank-bank umum komersil.

Menteri Komoto tiba di Jakarta, Selasa malam, untuk kunjungan satu hari, sebelum melanjutkan perjalanan ke Australia Rabu petang kemarin. Sebelumnya ia telah datang di Muangthai.

Proyek Asahan dan LNG

Menurut Menteri Radius, dengan presiden dibahas pula rencana pembangunan depot minyak (oil storage) di Indonesia, proyek Asahan dan proyek LNG (Liquified Natural Gas). Dijelaskan, survey tahap pertama untuk depot minyak telah dilaksanakan di tiga lokasi, yakni Sumatra Selatan, Lombok dan Sulawesi. Rencananya, Jepang akan membangun depot-depot yang mampu menampung 20 juta kiloliter minyak mentah.

Mengenai Asahan, Radius hanya mengatakan,

“Pemerintah Jepang bekerja keras untuk mensukseskan pembangunan proyek tersebut.”

Kini realisasi pembangunan proyek itu tinggal menunggu keputusan jaminan keuangan dari Pemerintah Jepang, yang batas waktunya akan berakhir 18 Juni mendatang. Sedang mengenai proyek LNG, hal itu akan dibahas tersendiri dengan pihak Pertamina. Karena pembahasan mendalam masih diperlukan sebelum dilakukan ekspor LNG itu ke Jepang.

Soal Dumping Tekstil

Menteri MITI Jepang kemarin juga bertemu dengan Menteri Perindustrian Jusuf, yang meminta perhatian Jepang mengenai “dumping tekstil” yang akhir-akhir ini banyak memperoleh reaksi dari Indonesia. Jusuf mengharapkan agar para pengusaha tekstil Jepang mau bekerja sama dengan pengusaha tekstil Indonesia dan tidak membanjiri pasaran Indonesia dengan tekstil harga dumping.

Kepada Menteri Komoto dijelaskan pula kebijaksanaan Indonesia dalam penanaman modal asing, serta usaha mengutamakan pertumbuhan industri yang dapat menyerap tenaga kerja guna menjamin peningkatan hidup rakyat, tanpa membiarkan diri ketinggalan dalam bidang kemajuan teknologi. Kedua menteri itu membahas berbagai soal kerjasama, seperti bidang pembuatan mobil, industri besi-baja. Krakatau Steel, alat-alat elektronik, mesin-mesin diesel, industri petrokimia, pabrik pupuk Cirebon, pabrik semen Cilacap dan sebagainya.

Menteri Komoto yang tampaknya menunjukkan pengertian baik terhadap usaha­usaha Indonesia itu ketika menanggapi permintaan Jusuf agar Asahan segera dapat direalisir mengatakan, bahwa pemerintah Jepang memang akan memperkuat jaminan yang diperlukan untuk pelaksanaan proyek tersebut. Kepada pers, Menteri Jepang itu sendiri menjelaskan bahwa soal proyek ini telah dibahasnya juga dengan Menteri Pertambangan Sadli, Menteri Perdagangan Radius dan Wakil Ketua BKPM Ir. Suhud.

“Proyek ini sekarang dalam tingkat penelitian terakhir oleh pemerintah kami, terutama untuk menentukan cara-cara pelaksanaannya,” katanya.

Khusus mengenai pembangunan depot-depot minyak raksasa di Indonesia, ia mengemukakan “telah memperoleh pandangan-pandangan spesifik dari pihak Indonesia”. Konon, proyek itu diusulkan oleh Indonesia ketika PM Tanaka datang di Jakarta awal tahun lalu. Usul itu dikemukakan dalam hubungan agar kapal-kapal tangki raksasa Jepang tidak lagi lewat Selat Malaka, tapi Selat Lombok. Sehingga kemungkinan depot-depot itu akan dibangun di sekitar selat tersebut. (DTS).

Sumber: KOMPAS (5/05/1975)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 714-716.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.