PRESIDEN SOEHARTO MENYERUKAN
TEKANAN INTERNASIONAL SEBESAR-BESARNYA TERHADAP REJIM APARTHEID
Dalam mendukung hari anti-rasisme PBB
Presiden Soeharto dalam pesan untuk memperingati Hari Internasional untuk penghapusan diskriminasi rasial, menyerukan kepada seluruh dunia untuk “menerapkan tekanan internasional sebesar-besarnya” terhadap rejim apartheid pretoria dan menekankan bahwa penerapan sanksi-sanksi “wajib dan efektip” untuk mengakhiri politik diskriminasi rasialnya.
Apartheid merupakan “kejahatan terhadap suara hati nurani umat manusia secara keseluruhan,” katanya. “Bersama-sama masyarakat internasional lainnya kami mengulangi tekad kami untuk turut berjuang bagi penghapusan pembedaan warna kulit secara menyeluruh.”
Presiden menekankan perlunya peningkatan tekanan internasional untuk mengubah sikap dasar rejim Pretoria terhadap mayoritas kulit hitam Afrika Selatan yang tertindas. Tekanan internasional yang bertambah besar “lebih dari yang pernah dilakukan sebelumnya sangat diperlukan sekarang ini” sehubungan dengan perintahperintah yang dikeluarkan oleh penguasa Afrika Selatan “untuk membatasi lebih Ianjut kegiatan-kegiatan anti apartheid secara damai.”
Pesan Presiden Soeharto tersebut diumumkan di New York tanggal 21 Maret pada pertemuan Komite Khusus PBB anti Apartheid ketika memperingati Hari Internasional untuk penghapusan diskriminasi rasial. Peringatan tersebut menandai pembantaian polisi bersenjata terhadap sekitar 70 orang Afrika hitam yang memprotes apartheis di Sharperville dekat Johannesburg tanggal 21 Maret 1960.
Peringatan tersebut ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada bulan Oktober 1966 sebagai peringatan tahunan sedunia.
Presiden Soeharto dalam pesannya itu juga menyatakan dukungan Indonesia “yang tegas” terhadap tugas Komite Khusus anti Apartheid yang dikatakannya penting dalam mengerahkan kesetiakawanan internasional bagi perjuangan rakyat tertindas Afrika Selatan guna memperoleh keadilan, kemerdekaan dan persamaan ras.
Ia menyesalkan bahwa praktek-praktek apartheid rejim pretoria yang telah bertambah, “Ini jelas, katanya, dari pembunuhan-pembunuhan yang mencapai tingkat yang tak dapat dibiarkan lagi, penangkapan-penangkapan sewenang-wenang, penahan tanpa peradilan, penyiksaan-penyiksaan dan intimidasi serta tindakan-tindakan kekerasan lain yang dilindungi negara.”
Menurut pengamatan Presiden, “sekalipun kemarahan dan kekejaman rejim rasial meningkat, pemberontakan rakyat semakin keras dan terus membesar dan meluas mencapai seluruh lapisan masyarakat hitam.” Ketergantungan Pretoria terhadap kekuatan militer yang kejam “tidak dapat lagi menundukkan semangat revolusioner hitam Afrika Selatan.”
Peringatan tahunan Hari Internasional tanggal 21 Maret membuahkan peringatan lain, yakni Pekan Solidaritas dengan rakyat yang berjuang menghadapi rasisme dan diskriminasi rasial, mulai dari 21 hingga 27 Maret”. Majelis Umum menyerukan peringatan Pekan ini di tahun 1979.
“Indonesia bertekad untuk bekerja bersama-sama dengan masyarakat internasional bagi pengucilan sepenuhnya rejim Pretoria,” kata Presiden lebih lanjut.
Kemudian dia menyimpulkan : “Indonesia tetap berkeyakinan bahwa dengan dukungan, baik moral maupun materiil semua rakyat yang cinta damai, rakyat Afrika Selatan yang gagah berani itu pada akhirnya akan menang dalam perjuangan untuk memerdekakan mereka dari kezaliman rasialisme, dan terhadap pembangkangan serta kebencian yang dilambangkan oleh apartheid.” (RA)
…
Jakarta, Angkatan Bersenjata
Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (22/03/1988)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 84-85.