PRESIDEN SOEHARTO MINTA PERS IKUT HINDARKAN KECEMBURUAN [1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto mengharapkan agar masyarakat pers nasional membantu pemerintah dalam menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan ikut menghindarkan mencuatnya kecemburuan sosial. Karena itu, Presiden mengharap agar saringan penerimaan wartawan dapat ditingkatkan dengan pendidikan serta ujian, di samping upaya menanamkan kode etik secara terus menerus.
Harapan Kepala Negara itu disampaikan saat menerima Pengurus Pusat Wartawan Indonesia (PWI) di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (3/2). Kepada Presiden, PP PWI melaporkan 15 keputusan Kongres PWI di Bandarl ampung (2-5 Desember 1993) dan memperkenalkan pengurus baru periode 1993-1998. Para pengurus itu adalah Ketua Umum Sofjan Lubis, Sekjen Pami Hadi, Bendahara Herry Komar, Ketua Bidang pendidikan RB Sugiantoro, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Tribuana Said, Ketua Bidang Organsisi/Daerah Atang Ruswita, Ketua Bidang, Kesejahteraan Sondang Meliata, dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Samsul Basri.
Presiden menyatakan menyambut baik program-program PWI, “yang kalau semua dilaksanakan, tentu akan sangat baik dan meringankan saya”. Yang penting bagaimana mengambil jiwa dari keputusan yang telah diambil, sehingga nanti wartawan dapat berpartisipasi dalam pembangunan dan menggairahkan partisipasi masyarakat. Presiden menunjuk misal, betapa banyak orang luar yang menilai positif hasil pembangunan, tapi dalam negeri ada orang-orang yang hanya melihat kekurangannya.,,Kekurangan memang masih ada. Namun bila tidak dapat melihat keberhasilannya maka sebagai orang beriman kita kurang dapat menempatkan diri,” ujar Presiden.
Kepala Negara juga mengingatkan, wartawan itu jangan mencari satu fakta hanya untuk memperkuat opini yang sudah dimiliki. Apalagi kalau itu sampai mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. “Kalau ini sampai terjadi, itu akan banyak mengganggu partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional,” kata Presiden seperti dikutip Lubis. Presiden mengharap pemberitaan pers tidak memancing kecemburuan sosial, misalnya dalam soalpemilikan usaha oleh mereka yang mampu, menggunakan kesempatan dalam pembangunan, yang lalu dinilai bisa menguasai ekonomi Indonesia.
Pers, kata Lubis, juga diminta untuk mengamati program Inpres Desa Tertinggal (IDT) serta memberikan saran mengenai prioritas yang haru dilakukan dalam upaya pengentasan kemiskinan itu di daerah-daerah. Kepala Negara menjelaskan bahwa sekarang ada IDT yang dimaksudkan untuk menggairahkan partisipasi masyarakat dalam membangun desa masing-masing. Dulu,bantuan pemerintah pusat untuk desa dalam kaitan dengan pengentasan kemiskinan itu hanya RplOO ribu/desa. Bantuan itu memang berhasil mengangkat kehidupan masyarakat. Namun masih ada juga masyarakat yang tertinggal. Karena itu, program IDT sekarang berpindah Rp20juta/ desa yang merupakan modal bagi desa itu.
Pendidikan Wartawan
“Presiden juga mengatakan perlunya pendidikan bagi wartawan ,Kepala Negara mengingatkan ,menjadi wartawan itu jangan seenaknya Karena itu perlu dilakukan testing bagi wartawan, “kata Lubis, “Ditekankan agar wartawan lebih mengerti, memahami, serta menghayati kode etikjurnalistik sehingga dalam menjalankan tugasnya selalu, memenuhi ketentuan, “tambahnya.
Sementara itu, ditanya adanya pejabat yang mengatakan wartawan itu sudah tidak dapat dipercaya lagi, Sofjan Lubis mengatakan, dalam pembicaraan dengan presiden hal itu tidak disinggung. “Hanya, saya kira beliau mengetahui ini semua. Presiden hanya mengingatkan bahwa untuk menjadi wartawan itu jangan seenaknyalah. Dan diingatkan wartawan itu perlu diuji,”katanya. Parni Hadi menyela dengan mengatakan,Presiden berpendapat sekarang banyak yang ingin menjadi wartawan hanya untuk sekadar menggunakan kebebasan dan keterbukaan. Menurut Sofjan Lubis, dalam program PWI, sebagian masalah sudah tercakup. Misalnya, masalah kemiskinan terdapat dalam deklarasi keterikatan wartawan kepada program pengentasan kemiskinan. Kode etik jurnalistik ,kata Sofjan Lubis,juga akan lebih dimasyarakatkan bukan hanya di lingkungan PWI, tapi juga bagi pihak luar PWI, mitra kerja PWI,agar mereka memaharni dunia wartawan. “Kalau ada kekurangan pemberitaan misalnya,gunakanlah hak jawab. Jadi nggak usah ribut-ribut,ada salurannya. Inibukan kepentingan kita saja, tapi kepentingan masyarakat,”katanya.(vikl/rie/rb).
Sumber: KOMPAS (04/02/1994)
______________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 693-694.