PRESIDEN SOEHARTO PADA HUT KE-25 GAMA:
PEMBANGKANGAN TERHADAP KONSTITUSI AWAL KEKALUTAN KENEGARAAN [1]
Jakarta, Angkatan Bersenjata
Presiden Soeharto menegaskan bahwa pembangkangan terhadap konstitusi jelas merupakan awal dari rangkaian kekalutan kehidupan kenegaraan kita di masa nanti.
Ditegaskan pula, dengan adanya kesatuan tafsir mengenai Pancasila yang seh usnya merupakan satu pandangan hidup yang bulat dari seluruh bangsa Indonesia, maka dapatlah dihindarkan penafsiran Pancasila yang beraneka ragam menurut selera dan kepentingan pribadi atau golongan.
Menegasan kepala negara itu dilantunkan pada upacara peringatan ulang tahun ke25 Universitas Gajah Mada di Yogyakarta, yang jatuh hari Kamis tanggal 19 Desember 1974.
Menurut presiden, dengan adanya kesatuan tafsir Pancasila, juga dapat dihindarkan penggunaan yang salah daripada Paneasila, ialah hanya sebagai “cantolan” untuk kepentingan ideologi golongan seperti dalam masa “nasakom” di jaman Orde Lama, jaman bangsa kita terkotak2 dalam kesempitan faham atau ideologi golongan seperti masa lampau tidak boleh berulang kembali, katanya mengingatkan.
Di hadapan Rektor, segenap Civitas Akademika Universitas Gama dan para undangan. Presiden mengetengahkan bahwa untuk membuat kesatuan tafsir mengenai Pancasila dan pola pengetrapannya yangjelas diperlukan penelitian dan tempatnya yang paling cocok adalah perguruan tinggi. Karena pengujiannya dapat dilakukan seeara ilmiah dan jujur, sehingga nilai kebenarannya akan mencapai derajat yang tinggi.
Lebih lanjut Presiden menuturkan bahwa penelitian ilmiah akan memungkinkan penyusunan Pancasila misalnya sebagai suatu sistim filsafat, yang mempunyai posisi dan sikap sendiri yangjelas terhadap berbagai maeam sistim yang berlaku, dan oleh karena itu laku di dunia pada waktu sekarang. “Pancasila sebagai suatu sistim filsafat juga akan merupakan ilmu induk sebagai pangkal dan landasan bagi pengembangan ilmu2 khusus lainnya”, demikian Presiden.
Dalam kesempatan itu, kepala negara mengajak Universitas Gama untuk mengadakan penelitian ilmiah itu, lebih2 karena dalam status pembentukannya Universitas Gajah Mada paling banyak menghasilkan seeara ilmiah hal ikhwal Paneasila. Dan saya harapkan usaha yang mulia itu dapat dilanjutkan”, harap Presiden.
Revolusi Damai
Mengawali pidatonya, Presiden secara gamblang telah membeberkan perkembangan ilmu pengetahuan yang telah sedemikian erat hubungannya dengan nasib manusia dan hubungan antar manusia dengan masyarakatnya. “Pembangunan adalah untuk manusia dan bukan manusia untuk pembangunan”, kata Kepala Negara dengan tandas.
Lembaga2 pendidikan tinggi harus memupuk pertumbuhan watak dan moral yang baik sarna besamya dengan usaha menyuburkan kemampuan intelektual para ealon sarjana.
Selanjutnya diharapkan, apabila pemecahan masalah2 pembangunan itu harus memanfaatkan ilmu pengetahuan agar dapat mengantarkan masyarakat kita makin cepat dan lancar kearah tujuan yang dicita2kan, maka pendekatannya juga harus dari berbagai sudut dan menserasikan berbagai disiplin ilmu, yang sangat dikenal sebagai pendekatan interdislipiner. Hal ini terang merupakan tantangan dari dunia ilmu pengetahuan, para cerdik eendikiawan dan masyarakat perguruan tinggi pada umumnya.
“Jika harus dikatakan bahwa pernbangunan rnerupakan “revolusi”, rnaka “revolusi damai”lah yang kita inginkan agar pembangunan kita benar2 dapat segera menaikkan tingkat kesejahteraan umum” kata kepala Negara.
Menyinggung tentang masyarakat yang ingin kita bangun itu, Presiden menyatakan bahwa masyarakat maju dan sejahtera yang ingin kita bangun itu haruslah tetap rnasyarakat Indonesia juga yang terus tumbuh bertambah kokoh diatas kepribadiannya sendiri.
Dan jika dikatakan bahwa pembangunan memerlukan pembaharuan, demikian Presiden melanjutkan, maka pembaharuan ini sarna sekali bukan “pembaratan” (westemisasi), yang berarti pengetrapan kebudayaan lain yang asing bagi kita.
Disiplin Melaksanakan UUD 45
Bicara tentang hubungan disiplin rnelaksanakan UUD dengan stabilitas nasional, dengan tandas Presiden mengemukakan, bahwa disiplin dalam melaksanakan UUD ini perlu kita tegakkan, baik oleh lembaga2 tinggi negara maupun oleh kekuatan2 sosial dalam masyarakat. Tanpa itu stabilitas nasional yang menjadi prasarat berhasilnya pembangunan dan pelaksanaan pembangunan itu sendiri akan terganggu. “Pengertian tentang tata kehidupan kenegaraan kita berdasarkan UUD45 ini perlu diturnbuhkan dalarn kalangan perguruan tinggi dan di kalangan mahasiswa sebagai calon2 pemimpin bangsa di masa depan.”
“Janganlah hendaknya dari rnasyarakat khususnya di kalangan mahasiswa atau kaum intelektual kita ada yang bertanya2, akan dibawa kemana bangsa kita. Padahal perjoangan kita, perjoangan Orde Baru sudah jelas ialah melaksanakan kemurnian Pancasila dan UUD 45”, kata Presiden.
Dengan jelas Presiden telah mengemukakan mengenai kedudukan MPR, DPR, Presiden, Menteri2 serta Garis2 Besar Haluan Negara. “Perangkat UUD 45 memberi kerangka kehidupan ketatanegaraan yang stabil, dengan arah yang jelas”, tutur Presiden menegaskan lagi.
“Yang harus diperhatikan, rnalahan harus kita patuhi bersarna, kata kepala negara mengingatkan lagi, adalah cara2 untuk menyalurkan pendapat dan keinginan kita. Orang boleh mempunyai fikiran rnengenai GBHN yang dianggap baik, akan tetapi hal itu harus diperjoangkan dalarn MPR, bukan diperjoangkan di jalan2 atau menyusun kekuatan untuk rnernaksakan kehendaknya”.
Bicara mengenai pelaksanaan UUD 45 ini, kepala negara rnenegaskan serta mengingatkan bahwa cara2 yang lain yang menyimpang dari ketentuan UUD 45 tidak dapat diterima dan tidak dapat dibiarkan, karena pasti akan menimbulkan kegoncangan2 dalam masyarakat yang jelas tidak menguntungkan bagi usaha pembangunan.
“Lebih dari akibatnya masa kini, pembangkangan terhadap konstitusi jelas merupakan awal dari rangkaian kekalutan kehidupan kenegaraan kita di masa nanti”.
Dapatlah dirumuskan, bahwa sikap hidup manusia Pancasila adalah: bahwa kepentingan pribadinya tak dapat dilepaskan dari kewajibannya sebagai makhluk sosial dalam kehidupan masyarakat, kewajibannya terhadap masyarakat harus lebih besar dari kepentingan pribadinya, kepentingan pribadi akan berakhir untuk memulai melaksanakan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Demikian antara lain Presiden. (DTS)
SUMBER : ANGKATAN BERSENJATA (20/12/1974)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 474-477.