PRESIDEN SOEHARTO PADA PERAYAAN DHARMA SANTI WAISAK[1]

PRESIDEN SOEHARTO PADA PERAYAAN DHARMA SANTI WAISAK[1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto mengingatkan agar semua pihak sadar bahwa kendala pembangunan tidak jarang terdapat dalam sikap dan tindakan pelaksana pembangunan sendiri. Sebab, sesungguhnya makin jauh bangsa Indonesia berjalan dalam Sebab, kata Kepala Negara dalam sambutannya pada perayaan Dharma Santi Waisak di Jakarta Convention Center Selasa (12/7) malam, hanya dengan kemampuan mengendalikan diri itulah akan terjelma disiplin pribadi dalam diri setiap warga negara. Disiplin pribadi inilah landasan bagi tegaknya disiplin nasional. Untuk mewujudkan disiplin pribadi itu peranan agama sangat penting.

“ltulah sebabnya, kita perlu terus membangun kehidupan keagamaan agar bangsa kita menyadari sepenuhnya apa yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang berguna dan apa yang membawa bencana, apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak sepantasnya kita lakukan,”demikian Presiden.

Acara semalam dihadiri Wakil Presiden dan Ny Tuti Try Sutrisno, Ny Tien Soeharto, para ketua/kepala lembaga tinggi/ tertinggi negara, para menteri Kabinet Pembangunan VI, pejabat tinggi sipil dan militer, duta besar negara-negara sahabat, para tokoh agama dan sekitar 10.000 umat Buddha yang memenuhi ruang dalam dan luar Balai Sidang. Drama musik tari kolosal berwarna khas budaya Indonesia mengisahkan kelahiran sampai wafatnya Pangeran Siddharta. Sinopsis sendratari ini ditulis sendiri oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perwalian Umat Buddha Indonesia (DPP Walubi) Bhikkhu Girirakkhito Mahatera.

Satu hal yang perlu disadari bersama, tambah Kepala Negara, adalah bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sangat majemuk. Tapi, kemajemukan merupakan hal kodrati dan alarni sehingga hendaknya justru mendorong bangsa ini untuk saling menghormati dan menghargai dalam pergaulan. “Inilah salah satu ukuran kedewasaan dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara “.

Bangsa Indonesia, tidak mempunyai pilihan lain, kecuali memupuk semangat kebersamaan agar kemajemukan bisa menjadi kekuatan dinamis dalam mengejar kemajuan bangsa. “Semangat kebersamaan penting untuk menggalang solidaritas sosial dan nasional, menjaga persaudaraan dan kemajemukan bangsa. Kita bersyukur memiliki ideologi nasional, yaitu Pancasila,”katanya.

Adalah tugas semua pihak, katanya, untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila secara terus-menerus. “Dengan demikian kita memperkuat tali pengikat bangsa kita yang sangat majemuk, baik dalam kehidupan sosial politik maupun sosial budaya. Kitajuga bersyukur dengan menegaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita telah merasakan angin segar dalam kehidupan beragama di negeri kita”.

Kesejahteraan  Masyarakat

Menurut Presiden, sebagai bangsa yang religius, setiap pihak tidak boleh hidup untuk mengejar dan mementingkan kesejahteraan diri sendiri. Sebaliknya, perhatian yang utama harus untuk kesejahteraan masyarakat banyak. “Kita haru s ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kita yang masih menderita kemiskinan. Karena itu kita harus aktif dalam memberantas kemiskinan. Itulah cita-cita kita. Itulah tekad kita. Kita akan berusaha mewujudkannya dengan daya upaya yang dapat kita lakukan. Untuk itulah kita membangun, “katanya.

“Saya percaya umat Buddha belajar sungguh-sungguh dari kehidupan Pangeran Sidharta Gautama mengenai bagaimana harus menghadapi halangan dan rintangan yang beliau alami sehingga berhasil mencapai pencerahan menjadi Buddha sekitar 1500 tahun yang lalu,”katanya.

Umat Buddha Indonesia yang hidup jauh di belakang beliau, kata Presiden, hendaknya mampu mengambil suri tauladan dari Pangeran Sidharta Gautama yang mampu dan berhasil mengatasi segala godaan dan rintangan. Beliau tidak pemah goyah dan terus berjuang untuk mewujudkan cita-citanya.

Semua agama, tidak membolehkan umatnya berputus asa. Semua agama mendorong umatnya untuk bekerja keras membangun kehidupan lahir batin yang sesuai dengan martabat manusia. Karena itu, Presiden mengajak semua umat beragama bekeija bahu-membahu membangun masyarakat maju, sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Untuk Merenung

Ketika mengawali sambutannya, Presiden mengemukakan, bangsa Indonesia yang kuat rasa keagamaann ya selalu memperingati hari-hari besar keagamaan masing­ masing. Itu merupakan kebiasaan baik untuk merenung dan memahami makna dari hari besar yang diperingati.

“Pada hari Waisak, umat Buddha memperingati tiga peristiwa penting yang terjadi secara bersamaan, tepat pada saat Purnama Sidhi. Pertama, lahirnya Pangeran Sidharta Gautama. Kedua, tercapainya penerangan sempuma oleh Pangeran Sidharta Gautama sehingga beliau menjadi Sang Buddha. Ketiga, wafatnya Sang Buddha Gautama. Ketiga peristiwa besar itu membawa pesan khusus bagi segenap umat Bud­dha,”katanya.

Dengan merenungkan dan menghayati peristiwa besar yang dialami Sang Bud­dha, Presiden percaya umat Buddha bisa mengambil makna yang terkandung di dalamnya. “Dengan demikian umat Buddha dapat terbebas dari dukkha dan berhasil mencapai nirwana .Tentu saja ini memerlukan perjuangan yang tidak ringan . Umat Buddha harus berjuang menundukkan Tanha dalam dirinya,”kata Presiden.

Peristiwa besar yang dialami Pangeran Sidharta Gautama memberi modal rohaniah yang sangat berharga bagi umat Buddha Indonesia dalam perjuangan meningkatkan mutu kehidupan lahir batin melalui pembangunan.

Semua sadar, ujamya, perjalanan pembangunan masih sangat panjang, apalagi pembangunan itu proses berkesinambungan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan. Pembangunan merupakan proses yang terus berlangsung dan tidak mengenal akhir.

“Masih ada yang belum memuaskan. Tetapi, pembangunan telah berhasil meningkatkan taraf hidup dan kecerdasan rakyat. Kebutuhan pokok rakyat tercukupi. Struktur ekonomi makin seirnbang antara sektor industri dan pertanian. Keberhasilan ekonomi telah memberi dukungan dan dorongan pembangunan di bidang-bidang lain. Sekarang bangsa kita mempunyai landasan kuat untuk memasuki tahap pembangunan selanjutnya, tahap tinggal landas, “ujar Presiden.

Umat Sulung

Sementara itu dalam sambutannya Menteri Agama Tarmizi Taber menyebut, umat Buddha telah banyak memberi sumbangan bagi pembangunan di Indonesia, lewat peran-sertanya menciptakan kerukunan antar agama, mendorong kemajuan pendidikan, menciptakan suasana persatuan dan kesatuan dan seterusnya.

Menteri Agama juga menyebut, umat Buddha yang berjumlah sekitar 1,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia adalah yang terkecil jumlahnya, tapi adalah pemeluk agama tertua dan umat sulung di Indonesia ini.

Sedangkan Ketua Umum DPP Walubi Bhikku Girirakkhito Mahatera dalam sambutan meditatifnya antara lain menyerukan imbauan kepada segenap umat Bud­dha, untuk berupaya tanpa putus asa dan tanpa henti meneladani pengabdian Hyang Buddha, sekaligus sebagai warga negara Indonesia menaati hukum, peraturan perundangan yang berlaku sah serta melakukan tugas dan kewajiban masing-masing sebaik mungkin. “Ikutlah menegakkan ketertiban, keamanan, kejujuran, pengendalian diri, disiplin kerja, persatuan dan kesatuan, menghilangkan kemiskinan dengan malu berbuat jahat dan pelanggaran, menghindari alkohol dan AIDS, serta takut dengan akibat kejahatan dan pelanggaran karena yakin benar dengan hukum karma, hukum sebab akibat,” serunya. Sedangkan Ketua Umum Panitia Nasional Dharmasanti Waisak 2538/1994 Siti Hartati Murdaya melaporkan Dharmasanti Waisak semalam merupakan penutupan dari rangkaian kegiatan Waisak 1994. (vik/osd)

Sumber : Kompas ( 13/07/1994)

_____________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 601-604.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.