PRESIDEN SOEHARTO: PBB HARUS MAINKAN PERAN DALAM MASALAH KETERBELAKANGAN

PRESIDEN SOEHARTO: PBB HARUS MAINKAN PERAN DALAM MASALAH KETERBELAKANGAN[1]

Kopenhagen, Suara Karya

Presiden Soeharto mengingatkan, bahwa kebijakan pembangunan haruslah menempatkan manusia sebagai pusat perhatian, dan proses pembangunan harus menguntungkan semua pihak. Masalah kemiskinan dan meningkatnya pengangguran perlu mendapat perhatian utama, karena bisa menjadi penyebab instabilitas, yang akan membawa pengaruh negatif, seperti longgarnya ikatan-ikatan sosial, integritas sosial dan melemahnya nilai-nilai dan hubungan antar manusia.

“Indonesia berharap agar peranan sistem PBB ditingkatkan lebih lanjut. PBB seharusnya memainkan peranan yang penting, tidak hanya membantu negara-negara yang berada dalam kekacauan, tapi juga mewujudkan tata dunia baru dalam memecahkan masalah keterbelakangan dan kemiskinan,”kata Presiden Soeharto dalam pidatonya di depan peserta KTT Pembangunan Sosial di Plenary Hall, Bella Center, Kopenbagen, Denmark, Sabtu pagi waktu setempat atau Sabtu sore waktu Indonesia. Presiden Soeharto mengatakan, Indonesia secara konsisten mendukung dan berkeinginan untuk terlibat dalam kerja sama yang konstruktif untuk menciptakan suatu masyarakat global yang lebih baik. Karena itu Indonesia mendukung sepenuhnya persetujuan yang dicapai KTT.

Dengan menyetujui kebijakan dan program- program pada tingkat nasional dan internasional, yang tidak saja mencari peningkatan kesejahteraan nasional tetapi juga meningkatkan kesejahteraan bersama, semua pihak akan dapat mengatasi kemiskinan. Menurut Presiden, dengan rnembuka peluang bagi pekerjaan yang produktif, akan dibuka suatu harapan baru dan rnemperkuat kerangka kerja sama bagi pembangunan nasional. Dan dengan memperkukuh integrasi sosial, akan berhasil diakhiri ancaman pengucilan sosial.

Unjuk Rasa

Presiden tampil sekitar 10 menit sebagai pembicara kedua setelah Presiden Cili Eduardo Frei Ruiz Tagle. KTT yang dibuka oleh Sekjen PBB Boutros-Boutros Ghali pukul l0.00 ini dihadiri Ratu Denmark Margrette II. Demikian dilaporkan wartawan Suara Karya, Nenny Kristyawati semalam. Meski dihadiri para kepala negara/pemerintahan, keamanan di luar dan di dalam gedung tampak biasa-biasa saja. Jumlah polisi dan keamanan memang ditambah. Namun, pengamanan tidak tampak ekstra ketat. Di Hotel D’Ajigletertte, tempat Presiden, Ibu Tien Soeharto dan menteri menginap misalnya, masyarakat lalu lalang seperti hari-hari biasa. Hanya jika ada kepala negara/pemerintahan akan lewat, polisi cukup memberitahu agar mereka berhenti sejenak.

Saat berlangsungnya pembukaan KTT, sejumlah aktivis LSM dari berbagai negara melakukan unjuk rasa di luar pagar, beberapa meter dati pintu gerbang tempat acara. SambiI berdiri di belakang pagar kawat, mereka membawa poster bertuliskan kritik-kritik. Mereka berdemonstrasi dengan tertib, tidak terlihat ada keributan.

Sekjen PBB dalam pembukaannya menegaskan bahwa masalah pembangunan sosial, seperti pengangguran, kemiskinan dan ketidakadilan supaya tidak lagi diselesaikan dengan kebijakan dan slogan-slogan saja. Pemecahan masalah itu hams dilakukan dengan aksi dan menghindarkan konfrontasi. Lebih dari satu miliar penduduk dunia, kata Presiden Soeharto, hidup dalam kemiskinan, lapar dan putus asa. Mereka betjuang sekuat tenaga untuk memperbaiki keadaannya tetapi, harapan mereka masih saja, kecil. Pengalaman mengajarkan, keamanan  suatu bangsa berpengaruh terhadap bangsa- bangsa yang lain. Hanya dengan kerja sama untuk tujuan sama maka bangsa­ bangsa akan berhasil menghadapi masalah-masalah yang berat, seperti perusakan lingkungan, pertumbuhan penduduk yang tinggi dan sengketa antar manusia. Hanya dengan bekerjasama yang dilandasi oleh komitmen politik yang berkelanjutan, akan dapat dikumpulkan sumber-sumber keuangan dan kemampuan lainnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang besar.” Penyelesaian tambal sulam tidaklah akan banyak manfaatnya,” tegas Kepala Negara.

Negara-negara berkembang, ujarnya, berharap agar konperensi akan menjadi awal dari perjalanan ke arah kemajuan sosial, keadilan sosial serta perbaikan mutu kehidupan rakyat dan bagi seluruh umat man usia. Bagi negara-negara berkembang yang penduduknya tumbuh cepat, ujar Kepala Negara, akibat yang ditimbulkan oleh pengangguran sangatlah besar dan amat merugikan masyarakat. Teknologi baru perlu diupayakan agar dapat meningkatkan kesempatan kerja yang produktif Industrialisasi tidak boleh sampai merusak lingkungan dan program -program pembangunan harus dipusatkan pada manusia.

Jauh Kenyataannya

Menurut Presiden, dunia yang damai dan berkeadilan sosial masihjauh dari kenyataan. Intoleransi antar umat beragama, konflik etnis, diskriminasi ras dan nasionalisme sempit masih menghambat proses hubungan antarumat manusia, antar bangsa dan bahkan menjadi sebab desintegrasi negara. Pada saat bersamaan, situasi dunia global telah membuat banyak negara berkembang menghadapi malapetaka. Ekonomi dunia masih ditandai oleh proteksionisme, harga komoditi negara-negara berkembang rendah, aliran modal menurun, kurangnya akses teknologi dan beban utang yang melumpuhkan. Jurang antara negara kaya dan miskin terus bertambah Iebar.

Kesehatan Deng

Sementara itu, Sabtu malam Presiden mengadakan pembicaraan dengan PM RRC Li Peng. Masalah kesehatan pemimpin senior Republik Rakyat Cina (RRC) Deng Xiao Ping dan masalah suksesi menjadi pembicaraan utama antara Presiden Soeharto dan Perdana Menteri RRC Li Peng. Li Peng bertemu dengan Presiden di sela-sela acara Konperensi Tingkat Tinggi Pembangunan Sosial (KTT PS) di Bella Center, Konpenhagen. Li Peng menjelaskan bahwa suksesi di RRC akan berjalan dengan lancar, karena mekanisme sudah terbentuk. Presiden Soeharto menanggapi bahwa hal yang sama kurang lebih juga akan terlaksana di Indonesia.

“Kami telah punya mekanisme kepemimpinan nasional, sehingga pergantian presiden di Indonesia telah melembaga. Sebab di bawah UUD 45 telah berlangsung beberapa kali suksesi bahwa kebetulan yang dipilih orang yang sama, itu soallain. Tapi mekanismenya sudah beljalan mantap,” kata Presiden seperti dikutip Mensesneg.

Presiden menanyakan kesehatan Deng Xiao Ping. Media massa internasional akhir – akhir ini berspekulasi mengenai kesehatan Deng, karena lama tidak menampakkan diri dalam berbagai kegiatan kenegaraan. Menurut Li Peng, kondisi kesehatan Deng saat ini cukup baik, namun toh kalau sampai memburuk dan harus ada suksesi bukanlah persoalan, karena mekanismenya telah terbentuk. Dalam pertemuan dengan Li Peng juga dibahas masalah Spratly yang dipersengketakan beberapa negara, termasuk Cina. Kedua pemimpin. kata Moerdiono, berpendapat sama, bahwa perundingan melalui jalan damai merupakan jalan terbaik yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan persengketaan.

Di samping dengan Li Peng, Presiden juga bertemu dengan 7 pemimpin lainnya. Mereka adalah Presiden Azerbaijan Heydar Alirza Ogly Aliyev, PM Madagaskar Fransisque Ravany, Presiden Sudan Letjen Omar Hassan Ahmed El Bashir, Presiden Turki Suleyman Demirel, PM Bangladesh Begum Khaleda Zia, PM Mauritania Sidi Mohamed Ould Boubacar dan terakhir Presiden Kolombia Ernesto Samper Pizano. Sementara itu Presiden Kolombia Emesto yang diterima pada kesempatan terakhir menanyakan kepada Kepala Negara tentang seluk beluk GNB dan persiapan Indonesia ketika menjadi tuan rumah KIT X GNB di Jakarta September 1992lalu. Seperti diketahui Kolombia merupakan tuan rumah sekaligus Ketua KTT GNB berikutnya setelah Indonesia,yang memrrut rencana akan dilangsungkan di Cartagena, Oktober mendatang. Moerdiono mengatakan, Presiden siap menyerahkan kursi ketua dan menjanjikan untuk membantu negara itu khususnya untuk menularkan pengalamannya sebagai Ketua GNB, baik dari sudut substansi maupun penyelenggaraannya. Indonesia juga beijanji untuk menyukseskan KTT GNB mendatang.

Panggung Asia

Menurut pengamatan Dr. Noeleen Heyzer, Direktur Eksekutif Dana pembangunan PBB untuk Wanita (Unifem), KIT Pembangunan Sosial yang berakhir Minggu kemarin telah menjadi panggung Asia. Para pemimpin Asia telah tampil membawakan visi mereka dan mereka memang didengar, kata wanita asal Singapura ini.

“Inilah abad Asia,”tandas Noeleen Heyzer. “Pengaruh Asia tampak nyata di KTT PBB itu,” tambahnya. Dikatakan ketimbang didikte oleh negara-negara maju, khususnya negara-negara Barat, bangsa-bangsa Asia justru menyuarakan pesan­ pesan mereka kepada negara-negara tersebut.

Sejumlah pemimpin Asia, misalnya menyerukan kepada negara-negara Barat agarmengadakan pembaruan nilai-nilai spiritual, pendekatan baru bagi pembangunan dan akses yang lebih bebas menuju pasar. PM India PV Narashima Rao misalnya, menekankan bahwa negara- negara Barat harus memikirkan kernbali nilai-nilai spiritual mereka untuk mencakup keadilan sosial dan keselarasan dalam kebijakan pembangunan. Para pemimpin dari lima negara besar Asia Indonesia, Pakistan, Cina, India dan Jepang termasuk kelompok pertama yang berpidato di depan 118 kepala negara dan pemerintah yang berkumpul untuk mengesankan Deklarasi Kopenhagen. Presiden Soeharto mendesak agar dilakukan pengurangan utang. “Keringanan utang sebagai suatu kebutuhan darurat dan mutlak tetap menjadi tujuan prioritas dari Gerakan Non Blok,”demikian Presiden.

Sementara Noeleen Heyzer mencatat, Asia memimpin Kelompok 77 (G-77) dan Cina telah menjadi wakil yang vokal bagi negara-negara Dunia ketiga Asia Indonesiamemimpin Gerakan Non Blok (GNB) sedangkan Pilipina mendapat giliran memimpin kelompok 132 negara sedang berkembang. Cielito Habito yang menjadi ketua kelompok itu juga bertindak sebagai sekretaris perencanaan sosio- ekonomi. Bangsa-bangsa Asia memang tampil sebagai kelompok terbesar dalam konperensi akbar kelas dunia itu. Cina membawa delegasi terbesar 115 orang dipimpin oleh PM Li Peng. Tidak sebanding misalnya dengan delegasi AS yang hanya 34 orang. Delegasi besar lainnya dari Asia, Jepang 43 orang, Muangthai 40 orang, Indonesia 36 orang, Korsel 33 orang, Malaysia  27 orang dan Pilipina 21 orang. Menurut doktor wanita dari Singapura itu, kehadiran dan pengaruh besar Asia di Konferensi tersebut tidak terlepas dari semakin besamya rasa percaya diri bangsa­ bangsaAsia berkat kemajuan ekonomi mereka. Dengan negara-negara maju, bangsa­ bangsa Asia sudah sama derajat.

Boutros-Ghali

Konferensi yang berhasil menghirnpun 193 bangsa itu diselenggarakan oleh PBB, karenanya Sekjen PBB Boutros-Boutros Ghali tidak luput dari sorotan termasuk sorotan media massa. Di bawah ini beberapa petikan jawabannya atas pertanyaan-pertanyaan pers.

Tanya: Apakah KTT Pembangunan Sosial akan menelorkan hasil-hasil yang konkret?

Jawab : Hendaknya kita bersabar. Hal ini membutuhkan waktu.  Kita perlu memobilisasi pendapat umum intemasional. Kita  tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah hanya dalam beberapa bulan. Misalnya, isu dekolonisasi pertama kali muncul dalam pertemuan di San Francisco tahun 1945 dan baru 5 sampai 10 tahun kemudian bisa terpecahkan.

Tanya : Apakah konperensi dunia yang terlalu banyak akan menghasilkan “kebosanan berkonperensi”.

Jawab: Tugas PBB ialah mengatasi kebosanan itu. Kami harus mengatasi sikap tidak peduli, sikap bosan.

Tanya : Bagaimana dengan perang yang menghambat pembangunan ?

Jawab: Masalah yang dihadapi PBB ialah banyaknya konflik militer. PBB menaruh perhatian pada pembangunan kembali negara-negara yang ditandai konflik dengan nama pembangunan. Sebesar 80 persen dari program bantuan makanan PBB mengalir ke lembaga­ lembaga bantuan sosial di wilayah – wilayah konflik dan tidak bagi program- program pembangunan sosial.

Tanya: Berkaitan dengan isu restrukturisasi PBB, apakah restrukturisasi itu bersifat mendasar hanya perubahan tidak berarti (cosmetic change) atau mempertahankan status quo.

Jawab: Tidak terjadi perubahan mendasar. Tetapi kamijuga tidak mau hanya dengan perubahan “kosmetik” saja atau mempertahankan status quo. Jadi, saya lebih tertarik dengan pilihan keempat, perubahan berkesinambungan.

Tanya: Apakah konperensi sepekan ini tidak hanya membuang-buang waktu dan deklarasi yang dihasilkannya tidak lain retorik-retorik hampa.

Jawab: Saya yakin biaya konperensi ini lebih kecil dari harga, sebuah pesawat tempur, sebuah tank atau biaya manuver mil iter. Satu-satunya cara untuk memobilisasi komunitas internasional ialah dengan berbicara kepada, aktor-aktor utama, para kepala negara dan pemerintahan. (N-1/J-3)

Sumber: SUARA KARYA(13/05/1995)

_______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 214-219.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.