PRESIDEN SOEHARTO: PERLU KOORDINASI LEBIH BAlK ANTARA MENKO INDAG-MENNEG  LH

PRESIDEN SOEHARTO: PERLU KOORDINASI LEBIH BAlK ANTARA MENKO INDAG-MENNEG  LH[1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto kembali mengingatkan agar pengembalian industri memperhatikan lingkungan hidup, dan itu berarti integrasi dan koordinasi lebih baik antara Menko Indag, Menperin dan Menteri Negara Lingkungan Hidup (LH) tak bisa dibantah lagi.

“(Koordinasi) ltu tidak bisa dihindarkan lagi demi kepentingan kita sendiri. Di samping itu, kepedulian lingkungan hidup juga sudah menjadi gejala dunia. Karena itu, toh nanti produk industri dari siapapun akan dinilai sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan hidup,”ujar Kepala Negara seperti di kutip Menteri Negara LH,Sarwono Kusumaatmadja  seusai melapor di Bina Graha, Jakarta, Kamis (5/8).

Menurut Sarwono, pengendalian lingkungan itu dewasa ini harus diintegrasikan dengan fungsi keuangan, bukan lagi hanya menyangkut fungsi regulasi dan penegakan hukum. Fase perjuangan lingkungan hidup kini sudah berubah. Kalau dulu menitik beratkan aspek penyadaran, pemasyarakatan, dan pembentukan hukum, maka sekarang tahapannya sudah sampai tingkat pengintegrasian dengan industri dan perdagangan. “Selain itu, fasenya sekarang bukan pembentukan hukum, karena sudah hampir selesai, tetapi pengembangan hukumnya,” tutur Sarwono.

Banyak Kritik

Menneg LH juga mengakui banyak kritik dari masyarakat bahwa pembangunan lingkungan hidup tidak mudah dilaksanakan. Hal ini memang bisa dimengerti, antara lain karena asas-asas hukumnya berbeda dengan yang dikenal selama ini.

Hukum lingkungan itu sendiri, kata Meneg LH, belum memasyarakat. Ini akibat sistem hukum yang banyak berdasarkan hukum positif. Sementara para hakim tidak banyak yang mempunyai kebiasaan membuat yurisprudensi. Sarwono hanya ingat satu-satunya hakim yang memelopori yurisprudensi, yaitu Bismar Siregar SH.

“Pada umumnya pengadilan kita mengandalkan hukum positif, sehingga kelengkapan peraturan perundangan amat mendesak. Banyak kasus pencemaran yang diajukan ke pengadilan mengalami kesulitan karena hukum positifnya belum lengkap,” kata Sarwono.

Ia juga menjelaskan bahwa di samping akan ditingkatkannya konsolidasi dan rekoordinasi antara LH dan Bapedal (Badan Pengendalian Analisa Dampak Lingkungan), beberapa peraturan pemerintah (PP) juga mendesak untuk dikaji ulang, seperti PP. Nomor 29/1986 mengenai Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) dan sekarang hampir selesai direvisi.

“Arab dari perubahan PP No . 29/1986 adalah dua, supaya amdal dilaksanakan dengan lebih efektif, juga supaya mencerminkan semangat deregulasi,” katanya. “Kita sudah mempunyai pengalaman dari 1986 hingga 1993. Kita dapat banyak masukan sehingga bisa mengadakan pembaruan-pembaruan supaya sebagai instrumen, PP bisa lebih efektif dan sekaligus lebih sederhana,” lanjutnya.

Sedangkan yang lainnya, tambah Sarwono, yang sekarang sedang menunggu pengesahan adalah RPP tentang Pengolahan dan Penyimpanan Bahan Beracun Berbahaya (B3), antara lain sehubungan dengan urgennya masalah yang sedang ditangani. (vik)

Sumber: KOMPAS (06/08/1993)

_________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 840-841.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.