PRESIDEN SOEHARTO : SEGALA SUMBER DANA DALAM NEGERI PERLU DIGALI LEBIH INTENSIP TAPI WAJAR

PRESIDEN SOEHARTO : SEGALA SUMBER DANA DALAM NEGERI PERLU DIGALI LEBIH INTENSIP TAPI WAJAR [1]

 

Jakarta, Antara

Presiden Soeharto menekankan segala sumber dana dalam negeri perlu digali dengan lebih intensip tetapi tetap wajar.

Kepala Negara menekankan hal itu dalam sidang pleno DPR-RI hari Senin, ketika menyampaikan angka2 RAPBN 1973/74.

Dalam bidang penerimaan, Pemerintah menempuh kebijaksanaan yang disatu pihak dapat terus mendorong perkembangan ekonomi. Dilain pihak dapat juga meningkatkan penerimaan negara.

Segala sumber dana dalam negeri perlu digali dengan lebih intensip tetapi tetap wajar, kata Kepala Negara. Dikemukakan, penerimaan dalam negeri terdiri dari pajak langsung sebesar Rp. 671,- milyar, pajak tidak langsung Rp. 285,1 milyar dan penerimaan non-tax Rp. 13,4 milyar.

Penerimaan pembangunan yang seluruhnya berjumlah Rp. 191,4 milyar terdiri dari bantuan program Rp. 108,4 milyar dan bantuan proyek Rp. 83 milyar.

Menurut Presiden, permasalahannya sekarang adalah apakah kita mampu memasukkan penerimaan negara sebesar itu dan dari mana sumber2 pembiayaan itu harus digali. Presiden berpendapat, melihat pertumbuhan ekonomi tahun 1972, tampak kemampuan kita telah makin besar untuk membiayai pembangunan yang lebih berat.

Struktur dan Tarip Pajak yang Normal

Dalam hubungan mengintensipkan penerimaan Negara itu, Presiden mengemukakan, kebijaksanaan umum Pemerintah adalah menuju kepada struktur pajak dan tarip pajak yang normal. Ini memberikan dorongan dan rangsangan kepada usaha2 investasi yang produktip.

Menurut Presiden dengan demikian maka usaha masyarakat akan berkembang dan makin banyak dilakukannya investasi baru yang selanjutnya akan memberikan penerimaan pajak yang lebih besar kepada Negara.

Dalam rangka itu, demikian Presiden, maka pajak langsung merupakan salah satu tujuan utama dari pada program peningkatan penerimaan Negara. Program tersebut dilaksanakan melalui berbagai kebijaksanaan dan tindakan agar dapat menimbulkan dorongan bagi masyarakat untuk melakukan investasi yang produktip.

Beberapa Kebijaksanaan Pokok

Presiden mengemukakan beberapa kebijaksanaan pokok yang akan dijalankan Pemerintah, yaitu : penyempurnaan peraturan2 pajak, program peningkatan kesadaran membayar pajak perbaikan struktur tarif, perluasan jumlah wajib pajak dan intensifikasi pemungutannya.

Diperkirakan penerimaan pajak langsung 1973-1974 akan berjumlah Rp. 120 milyar, naik 30 % lebih dari penerimaan pajak langsung 1972/1973. Dalam jumlah tersebut penerimaan IPEDA sebesar Rp. 18,5 milyar.

Mengenai peningkatan penerimaan negara dari pajak tidak langsung, dikatakan, kebijaksanaan tarif memegang peranan yang sangat penting. Dalam hal ini kebijaksanaan tahun lalu akan dilanjutkan.

Dikatakan, Pemerintah akan menyempurnakan tarif pajak yang berhubungan dengan sektor usaha, industri dan perdagangan, yang terutama dimaksudkan untuk mencapai struktur dan tingkat pajak yang normal dan mendorong kegiatan ekonomi.

Tarip pajak penjualan dan tarip MPO akan terus menerus disempurnakan agar pengenaan pajak untuk tiap transaksi mendekati beban pajak yang sebenarnya masuk. Mengenai tarif kebijaksanaan tarif bea, Presiden mengemukakan, kebijaksanaan diarahkan untuk menunjang sektor Industri dan sektor produktif lainnya disamping membatasi pemasukan barang2 yang bersifat esensiil.

Presiden mengemukakan, bahwa karena adanya kebijaksanaan untuk mendorong ekspor antara lain dengan memberikan pembebasan2 bagi barang2 jadi dan kerajinan rakyat, maka pihak ekspor belum dapat menyumbangkan penerimaan yang cukup besar.

Dengan akan meningkatnya ekspor barang2 jadi dan kerajinan rakyat di tahun2 mendatang, sektor ekspor pun, walau tidak akan memberi sumbangan yang penting terhadap penerimaan negara, tetapi memberikan peranannya dalam meningkatkan devisa. Dalam APBN 1973/1974, dari pajak tidak langsung direncanakan diterima Rp. 23 milyar, naik 1/2 persen dari 1972/1973. (DTS)

Sumber: ANTARA (08/01/1973)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 157-158.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.