PRESIDEN SOEHARTO: SEMUA MATA RANTAI BENAR-BENAR DITIADAKAN

PRESIDEN SOEHARTO: SEMUA MATA RANTAI BENAR-BENAR DITIADAKAN

 

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto minta seluruh jajaran pemerintahan umumnya dan kepala daerah khususnya, untuk menciptakan iklim, dan langkah­langkah yang mendorong berkembangnya prakarsa dan kreativitas masyarakat. Dalam hal ini semua mata rantai hambatan yang tidak perlu, seperti perizinan atau kebijakan-kebijakan lainnya, supaya benar­benar ditiadakan.

Penegasan itu disampaikan Kepala Negara ketika menerima para Bupati/Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II se-Indonesia diIstana Negara, hari Senin (16/6). “Harus benar-benar kita sadari bahwa kekuatan pembangunan kita di masa datangjustru terletak pada potensi­potensi yang ada di dalam masyarakat,” tambah Presiden.

Mendagri Rudini melaporkan, penataran yang berlangsung 4-16 Juni diikuti 273 dari 296 bupati/wali kotamadya. Sebagian tidak hadir karena sedang menunaikan ibadah haji atau berakhir masa jabatannya. Tujuannya antara lain meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan menyebarluaskan kebijaksanaan dan pengawasan pembangunan.

 

Mulai Bangkit

Menurut Presiden Soeharto, prakarsa dan kreativitas masyarakat sekarang ini telah mulai bangkit dan makin hari makin bertambah besar. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi akhir-akhir ini adalah berkat bangkitnya prakarsa dan kreativitas masyarakat tersebut.

Diakuinya, memang ada golongan-golongan yang lebih siap mengembangkan prakarsa dan kreativitas itu dibanding golongan lain. Namun, menurut Presiden Soeharto, hal ini tidak berarti lalu kemajuan mereka dihambat. Yang penting adalah dijaga agar kemajuan tersebut tetap memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Yang masih lemah harus diberi dorongan dan bimbingan agar tumbuh kuat. “Untuk itu semua jajaran pemerintahan dan para kepala daerah harus memperhatikan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh Delapan Jalur pemerataan,” katanya.

 

Desentralisasi

Presiden mengingatkan, dalam persiapan membangkitkan kemampuan dan prakarsa masyarakat menyongsong tinggal landas, sekarang harus bersiap diri untuk memperbesar peranan pemda tingkat-II.

Pemda tingkat II-lah yang langsung mengetahui kemampuan yang ada dalam masyarakat, lebih mengetahui kebutuhan, serta lebih mengetahui aspirasi masyarakat. “Upaya-upaya untuk meningkatkan dekonsentrasi, desentralisasi dan otonomi daerah ini sejalan dengan semangat yang dikehendaki oleh UUD 45,” tegas Presiden Soeharto.

Pemberian peranan yang lebih besar kepada daerah itu juga sejalan dengan kemajuan yang telah dicapai dalam pembangunan sekarang. “Potensi kebutuhan dan dinamika masyarakat kita justru terletak di daerah tingkat II ini, sehingga tidak mungkin dan tidak perlu lagi semuanya ditentukan pada tingkat pemerintahan yang lebih atas,”kata Presiden Soeharto.

Namun diingatkannya, pemberian peranan yang lebih besar itu tentu saja memerlukan wawasan yang mantap mengenai persatuan dan kesatuan bangsa, agar peranan tersebut tetap berkembang dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Karenanya Kepala Negara berpesan agar segenap jajaran pemda tingkat II sampai ke pemerintahan tingkat desa menyiapkan diri. “Segenap jajaran pemerintahan harus mantap secara ideologi, politik, administrasi dan kepemimpinan,” demikian Presiden Soeharto.

 

Perumahan Kumuh

Di hadapan sejumlah menteri dan pejabat di Istana Merdeka, hari Senin itu, Presiden Soeharto menginstruksikan agar peremajaan kawasan kumuh di kota-kota besar dipercepat pelaksanaannya. Peremajaan hendaknya juga segera dilakukan di beberapa tempat di Jakarta, sebagai proyek percontohan.

Mereka yang diterima Presiden adalah Menteri Keuangan JB Sumarlin, Menteri PU Radinal Mochtar, Menpera Siswono Yudohusodo, Mensesneg Moerdiono, Mensos Ny. Haryati Soebadio, Gubernur KDKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto, Kepala BPN Soni Harsono, Ketua Umum Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial Mashud Wisnusaputro dan bendahara yayasan Hediyanto.

Menteri Siswono menjelaskan, peremajaan kawasan kumuh memang harus segera dilakukan karena kawasan demikian terus saja berkembang di kota-kota besar. Dalam hal ini Presiden menggariskan agar perkembangan kawasan kumuh dikendalikan, dikurangi dan sebisa mungkin dihilangkan.

Dari sekitar delapan juta warga Jakarta, 2,3 juta lebih diantaranya atau sekitar 25 persennya tinggal berdesakan di kawasan kumuh. Keadaan serupa juga terdapat di banyak kota besar lainnya seperti Bandung (lebih dari 200.000 jiwa), Semarang (lebih dari 438.000 jiwa).

 

Percontohan

Pemukiman kumuh di Jakarta, Siswono menjelaskan, untuk mempercepat program ini, kawasan kumuh bekas bandara kemayoran Jakarta akan dikebut pelaksanaannya. “Semula peremajaan kawasan kumuh itu akan selesai sembilan tahun tapi akan dipercepat jadi hanya dua tahun,” ujarnya.

Disana, Perum Perumnas akan membangun 7.000 unit rumah susun senilai Rp 225 milyar, 70 persen diantaranya tipe sederhana berukuran 18 dan 21 meter persegi. Unit rumah itu dapat dimiliki masyarakat dengan sistem sewa atau beli.

Bila disewa, harga sewanya sesuai dengan biaya pemeliharaan. “Ancar-ancamya belum tahu,” kata Siswono. Sementara kalau dibeli untuk tipe sederhana harganya 20 persen di bawah biaya pembangunan, sedangkan tipe lainnya sesuai dengan harga pasar.

Selain itu, pihak Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial akan membangun rumah susun di tiga lokasi yakni di Pulogadung (Jakarta Timur) 428 unit, Pademangan Barat (Jakarta Utara) 1.000 unit dan Jati Petamburan (Jakarta Barat) 1.000 unit. Ketua Umum Yayasan Mashud menjelaskan, pihaknya menyediakan dana Rp. 30 milyar untuk tiga lokasi tersebut. “Proyek itu akan selesai dalam dua tahun,” ujarnya.

PT Antelope Maju juga akan meremajakan kawasan kumuh di Tanah Abang dan Pejompongan. Untuk tanah abang dianggarkan Rp. 15 milyar.

Siswono menjelaskan kawasan kumuh itu berada di atas tanah negara. Lokasinya akan diremajakan sebagian dijadikan rumah susun dan sisanya dijadikan kompleks komersial oleh pihak yang membangun rumah susun tersebut.

 

Tidak Menggusur

Sementara itu Kepala Biro Bina Pembangunan Daerah Pemda DKI Jakarta, Ir. K.A. Madjid, dalam kesempatan terpisah, menjelaskan peremajaan permukiman kumuh di Jakarta tidak bersifat menggusur warga lamanya. Bangunan baru hasil peremajaan harus dinikmati oleh penghuni lama. Sedang developer yang membangun rumah susun murah sebagai salah satu kewajibannya harus menyadari bahwa pembangunan rumah susun murah bukanlah proyek komersial.

Madjid mengatakan hal tersebut kepada wartawan, hari Senin. Peremajaan kawasan kumuh dimaksudkan untuk memperbaiki pemukiman warga lama. Bukan penggusuran, kata Madjid.

Ia menjelaskan semua proyek yang disebut sebagai peremajaan pemukiman kumuh di Jakarta dimaksudkan untuk memperbaiki lingkungan permukiman tanpa menggusur warga lamanya. Konsep yang akan dilaksanakan Pemda DKI adalah membangun rumah. Pembangunan rumah susun murah dilakukan secara beranting dari satu pemukiman kumuh ke pemukiman kumuh, menempati rumah susun tersebut dan di lahan yang ditinggalkan kembali di bangun rumah susun lainnya.

Menurut Madjid, proyek semacam itu mulai dilaksanakan di Pulogadung, Jakarta Timur, seluas tiga hektar, Rawabadak, Jakarta Utara (4-6 hektar), Duri di Jakarta Barat (7-9 hektar). “Diharapkan dalam waktu lima tahun Pemda DKI sudah meremajakan sebagian permukiman kumuh,” kata Madjid.

 

 

Sumber :KOMPAS (19/06/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 109-114.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.