PRESIDEN SOEHARTO TEGASKAN NEGARA DAN UMAT BERAGAMA SALING MENDUKUNG, PERTENTANGAN TIDAK PERLU TERJADI

PRESIDEN SOEHARTO TEGASKAN NEGARA DAN UMAT BERAGAMA SALING MENDUKUNG, PERTENTANGAN TIDAK PERLU TERJADI[1]

 

Jakarta, Media Indonesia

Presiden Soeharto menegaskan pertentangan antara negara dan umat beragama sesungguhnya tidak perlu terjadi terutama karena umat beragama adalah juga warga negara.

“Kedua peran ini dapat saling menjalin dan saling mendukung antara yang satu dan yang lainnya,”kata Kepala Negara dl Istana Negara kemarin ketika membuka seminar Sumber Daya Manusia.

Seminar ini diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI), Forum Cendekiawan Hindu Indo­nesia (FCHI), dan Keluarga Cendekiawan Budhis Indonesia (KCBI). Sementara Ikatan Sarjana Katolik (Iska) tidak ikut dalam seminar ini karena alasan teknis.

Menurut Kepala Negara pertentangan antara negara dan umat beragama tersebut sudah lama terjadi di dunia. Kepada para cendekiawan yang berasal dari berbagai agama itu. Kepala Negara mengingatkan pula tentang bahaya fanatisme sempit.

“Di berbagai bangsa dunia masih terjadi gejolak yang berakar pada fanatisme agama juga di negara-negara maju. Bahkan fanatisme mazhab dan sekte dalam agarna yang sama telah menimbulkan kesengsaraan para penganut agama itu sendiri,” kata Presiden menegaskan.

“Bangsa kita sudah memasuki tahap yang lebih luhur, yaitu menunaikan tanggung jawab bersama dari umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” kata Kepala Negara yang didampingi Ketua Umum ICMI BJ Habibie.

Pada acara yang dihadiri pula Ketua Umum KCBI Ny Siti Hartati Murdaya, Ketua Umum FCHI Putu Setia, Kepala Negara menyebutkan tidak banyak negara nasional yang sudah mampu mencapai tahap semaju ini.

“Kita berharap agar kebijakan yang kita anut di bidang ini dapat merupakan sumbangan bagi peradaban umat manusia,” kata Presiden.

Cendekiawan

Pada bagian lain, Presiden Soeharto menyatakan kaum cendekiawan yang menimba motivasi pribadinya dari agama serta dari kepercayaan yang dianutnya mempunyai potensi besar untuk mendukung pelaksanaan arahan MPR. Menurut Kepala Negara cendekiawan sangat memperhatikan rumitnya masalah yang dihadapi oleh masyarakat di sekitarnya dan mengemban tanggung jawab moral untuk melahirkan gagasan serta pemikiran yang tepat dan benar untuk menyelesaikan masalah itu. Dan dalam menyusun serta mengoperasikan sistem nasional untuk menyelenggarakan arahan GBHN tutur Presiden, sangat diperlukan gagasan serta pemikiran yang tepat dan benar ini. Presiden juga menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan harus bisa diukur dari dampaknya yang positif terhadap kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia. Manusia dan masyarakat Indonesia itulah, tegas Kepala Negara, yang menjadi pangkal, tolok ukur, dan tujuan akhir dari seluruh pembangunan yang juga berkaitan dengan Pancasila. Sebelumnya Ketua Umum ICMI Habibie melaporkan para cendekiawan yang berwawasan kebangsaan itu menyadari sepenuhnya peningkatan wawasan kebangsaan .

“Upaya mengejar keunggulan itu perlu dikembangkan melalui keunggulan sumberdaya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sudah pada tempatnya jika seluruh lapisan dan golongan dalam masyarakat kita termasuk para cendekiawan mengambil prakarsa dan peran serta aktif meningkatkan kualitas sumber daya manusia,”kata Habibie.

Habibie mengemukakan pula seminar itu merupakan upaya pengembangan kerja sama konstruktif antar organisasi cendekiawan di masa mendatang. Menyinggung munculnya berbagai organisasi cendekiawan berlatar belakang agama, Habibie mengatakan, tumbuhnya kerja sama antar kaum cendekiawan merupakan bukti nyata nilai-nilai agama tetap berurat dan berakar dalam masyarakat”. Ketika ditanya tentang batalnya kehadiran anggota Iska, Habibie hanya mengatakan, “Saya tidak tahu. Tanya saja pada mereka”.

Ia juga menolak menjawab pertanyaan apakah benar pada akhir seminar akan dikeluarkan semacam ikrar bersama. “Seminamya saja belurn mulai,” katanya !(Rid)

Sumber: MEDIA INDONESIA ( 12/08/1994)

__________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 607-609

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.